
3. Sistem backup yang seharusnya mengambil alih saat sistem utama mengalami gangguan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, menunjukkan pelanggaran terhadap prinsip business continuity planning.
4. Waktu pemulihan yang disebut "bertahap" jauh melampaui standar Recovery Time Objective (RTO) yang ditetapkan Bank Indonesia untuk bank sekelas Bank DKI.
Tuntutan FPII Kepada Bank DKI
Sebagai representasi masyarakat dan nasabah yang dirugikan, FPII menyampaikan tuntutan tegas kepada manajemen Bank DKI:
1. Memulihkan seluruh layanan perbankan dalam waktu 3x24 jam sejak pernyataan ini dirilis.
2. Memberikan kompensasi finansial kepada seluruh nasabah yang terdampak, minimal sebesar:
- Untuk nasabah perorangan: 5% dari saldo rata-rata bulan April 2025
- Untuk nasabah korporasi: 3% dari nilai transaksi rata-rata bulanan
3. Membentuk tim krisis gabungan yang melibatkan perwakilan nasabah, ahli independen, dan regulator untuk mengawasi proses pemulihan.
4. Menerbitkan laporan lengkap dan transparan mengenai kronologi gangguan, langkah pemulihan, dan langkah preventif yang diambil, yang diaudit oleh pihak independen.
5. Melakukan evaluasi dan restrukturisasi manajemen teknologi informasi bank untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang.
"Jika dalam waktu 7 hari kerja tuntutan ini tidak dipenuhi, FPII akan mengkoordinasikan gugatan class action yang melibatkan ribuan nasabah terdampak dan mengajukan aduan formal ke OJK, Bank Indonesia, serta Komisi Informasi Publik," ujar Kasihhati.
Peringatan Keras Kepada Bank DKI
FPII memberikan peringatan keras kepada Bank DKI bahwa dengan status sebagai Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bank DKI memiliki tanggung jawab lebih besar untuk memastikan layanan berjalan optimal, terutama karena menyangkut dana APBD dan pelayanan publik.
"Statusnya sebagai bank milik Pemprov DKI Jakarta justru mengharuskan Bank DKI memberikan layanan prima, bukan malah menjadi contoh buruk tata kelola perbankan. Ini mencoreng nama baik Pemprov DKI Jakarta dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi keuangan daerah," tegas Kasihhati.
FPII juga mempertanyakan sikap diam OJK dan Bank Indonesia sebagai regulator yang seharusnya lebih proaktif melindungi kepentingan nasabah dan stabilitas sistem keuangan.