Melawan Hoax Pandemic Treaty

Melawan Hoax Pandemic Treaty

Ilustrasi/Kemenkes.--

Narasi lain yang beredar menyebutkan bahwa denda larangan obat herbal tercantum dalam Pasal 446 UU Kesehatan. Namun, faktanya, Pasal 446 UU Kesehatan terkait dengan upaya penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan wabah. 

Isi pasal tersebut menyebutkan bahwa, “Setiap Orang yang tidak mematuhi pelaksanaan upaya penanggulangan KLB dan Wabah dan/atau dengan sengaja menghalang-halangi pelaksanaan upaya penanggulangan KLB dan Wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 400 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Keempat, Pandemic Treaty akan memberikan akan memberikan otoritas mengikat secara hukum kepada WHO atas seluruh pemerintahan di dunia. Narasi ini juga menyatakan bahwa peran WHO akan menjadi absolut dan negara-negara harus tunduk. Narasi ini keliru karena peran WHO adalah mendukung negara-negara Anggota.

Prof. Wiku menjelaskan, WHO bertugas memfasilitasi semua negara, terutama negara anggota, selama proses negosiasi Pandemic Treaty dalam pertemuan Intergovernmental Negotiating Body (INB).

“Adanya Intergovernmental Negotiating Body yang dihadiri oleh seluruh negara anggota menandakan, kita sedang negosiasi dan mereka ingin punya kesepakatan dunia supaya bisa mengamankan dunia. Jadi yang diamankan ya semuanya,” terangnya.

“Apakah semua negara punya kemampuan yang sama? Tidak, karena semua tidak memiliki kemampuan yang sama, maka dibuatlah Perjanjian Pandemi ini agar saling bantu. Ada prinsip-prinsip yang harus dijaga, prinsip equity, kesetaraan, prinsip solidarity. Itu salah satu prinsip yang penting.”

Prof. Tjandra Yoga Aditama, yang pernah menjabat sebagai direktur penyakit menular WHO Asia Tenggara, menambahkan, tugas WHO adalah mendukung 194 Negara Anggotanya. Dalam hal ini, Sekretariat WHO membantu agar proses negosiasi dapat berjalan dengan lancar.

Artinya, 194 Negara Anggota inilah yang sebenarnya menjadi penentu kesepakatan negosiasi Pandemic Treaty.

“Sekretariat WHO ikut hadir mendampingi kalau ada yang diperlukan dia yang siapkan. Tapi, yang memimpin negosiasi adalah perwakilan dari beberapa negara. Indonesia pernah jadi pemimpin untuk kelompok pembahasan terkait International Health Regulation (IHR). Ada mekanisme untuk memilih siapa saja perwakilan negara untuk memimpin negosiasi,” tambah Prof. Tjandra.

BACA JUGA:di Hari ke 5 Polres Bogor Bersama Satgas Covid 19 Lakukan Operasi Yustisi di masa PPKM

“Sekali lagi, yang memutuskan kesepakatan Pandemic Treaty pada Sidang World Health Assembly nanti adalah Negara Anggota, bukan WHO-nya. WHO tidak memutuskan apapun dalam sidang. Kalau perjanjian ini disepakati, artinya kesepakatan ini adalah produk dari Negara-negara Anggota yang akan tertuang dalam dokumen.”

Negara-negara anggota WHO akan memutuskan ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian Pandemi, termasuk apakah ketentuan-ketentuan tersebut akan mengikat secara hukum bagi Negara-negara Anggota berdasarkan hukum internasional.

WHO pun telah menekankan bahwa tugas Sekretariat WHO dalam proses kesepakatan Pandemic Treaty adalah untuk mendukung negara-negara—negara-negara anggotanya—saat mereka bernegosiasi dan menyepakati perjanjian internasional baru. Sekretariat WHO tidak menentukan isi perjanjian internasional apa pun.

Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620 dan alamat email [email protected].***

 

Sumber: