Terpaksa Hanya Aku Simpan

Terpaksa Hanya Aku Simpan

 Jakarta, AktualNews- "Engkaulah satu-satunya Yang merebut hatiku Meskipun aku tak berani Karena aku takut terluka Aku ingin sibakkan rambutmu Dan kubisikkan cinta Terpaksa hanya aku simpan Menjadi bunga di mimpiku Engkau tersenyum wangi melati Aku pun tergetar inikah pertanda Engkau tertawa aku percaya Tuhan mengirimkan engkau untukku Aku beranikan diri Kupersembahkan setangkai kembang Aku yakin takdir menolongku Dan engkau jadi kekasihku Engkaulah satu-satunya Yang merebut hatiku Dan kini engkau satu-satunya Yang jadi kekasihku Engkau tersenyum wangi melati Aku pun tergetar inikah pertanda Engkau tertawa aku percaya Tuhan mengirimkan engkau untukku Engkaulah satu-satunya Yang jadi kekasihku.. "

 

 

 Irama lagu itu menjadi sahabatku kala pagi bersama secangkir kopi hangat di teras depan rumahku, berulang kali aku putar sambil kutatap wajahmu yang menempel pada lukisan di dinding sudut kamarku. Setiap pagi tak kan pernah hilang dan selalu kupandang senyummu, sesekali aku melirik dari balik jendela menunggu kau lewat setiap waktu dari jauh aku hanya bisa memandanginya biarlah hanya aku simpan didalam hati.

Sejak badai yang melanda hatiku dan saat itupun cintaku kembali tumbuh aku tak perduli meskipun kau sudah milik orang lain tapi cinta itu tumbuh dengan sendirinya seiring jalannya waktu. Aku tahu cinta ini mungkin terlarang, karena memang kita masing-masing sudah memiliki ikatan suci, tapi mencintai dan dicintai adalah sebuah hal yang wajar asalkan kita masing-masing menjaga batas-batas yang telah digariskan.

" Terus terang aku sangat terkesima, saat aku melihat senyummu hati ini bergetar hebat, aku tak tahu apakah ini perasaan sepihak ataukah mungkin kamu juga mersakan hal yang sama? " ucapku dalam hati sambil kuhisap sebatang rokok, kuhisap dalam-dalam. Entahlah cinta itu memang buta dan tidak memandang kasta ataupun status, meskipun kau adalah miliki orang lain dan itu memang tidak aneh, yah.. aku mencintai tetanggaku sebelah rumahku yang nyata dia sudah bersuami.

Tapi memang itulah cinta kadang tumbuh dengan sendirinya, aku benar-benar sangat mencintaimu, sayang badai telah melanda peristiwa ini sehingga kau menjauh dariku. Awalnya memang sepele saat aku merespon statusmu dengan kata-kata yang sedikit menggetarkan hatiku, kucoba memberanikan diri namun badai itu akhirnya terjadi, saat istriku membaca japrian itu aku seperti tersentak hingga manis kata-kata itu menjadi hali-lintar yang begitu dasyat.

" Hmm.. jadi ini yah.. senyum-senyum sendiri.. " tanya istriku dengan geram. Aku mencoba menjelaskan yang sebenarnya tapi istriku tak mau diajak kompromi, sambil bergegas tinggalkan diriku.

" Sabar mah.. sabar dengarkan penjelasanku.. tunggu jangan pergi.. bagaimana kalau Livia mencari.. dia belum pulang sekolah.. " Cegahku sembari menjelaskan permasalasan yang terjadi, sayang istriku tak mau ambil perduli ia pergi meninggalkanku dan Livia anaku yang baru duduk kelas 3 SD.

Hingga anakku pulang dari sekolah aku jelaskan pada Livia soal Mamahnya yang sedang pergi, kami menunggu dan menunggu hingga sore hari ia belum juga memberi kabar, telepon tak diangkat, WhatApp tak dibalas yang membuatku sedih saat Livia merenget dan ingin mencari Mamahnya. Senja itupun aku mencarinya semua temannya sudah aku cari tapi tak ada yang tahu kemana gerangan istriku hinga malam kami terus mancari, akhirnya aku putuskan untuk mencarinya di rumah kontrakan anakku yang sudah menikah tapi hasilnya nihil.

Hingga tiga hari istriku baru memberi kabar bahwa ia berada di sebuah tempat saudaranya, setelah reda aku mencoba menjelaskan permasalasan yang kemarin, namun sebelum aku bicara rupanya istriku sudah datang kepada Indah untuk mengklarifikasi, sayang mungkin nada istriku begitu emosional saat ia melabraknya dihadapan suaminya yang juga tetangga dan temanku.

" Maafkan Indah bi, kalau memang Indah yang salah.. tapi manamungkin bi Indah Selingkuh ketemu saja jarang bi, " ucap Redho suaminya. Redho memang tak percaya kalau Indah selingkuh denganku, itu hanya tuduhan istriku yang cemburu buta dan mungkin saat itu sedang emosi. ****

Bersambung ke halaman 2

Sumber: