Sekedar mengingatkan, ini keterangan Kuasa Hukum Gugatan PMH Dewan Pers, Dolfie Rompas,SH, MH pada tahun 2019
Jakarta, Aktual News-Gugatan kami ditolak di tingkat pertama karena dasar pertimbangan majelis hakim dalam mengadili perkara adalah bahwa apabila peraturan hukum yang dimintakan untuk diuji tersebut kewenangan pembentukannya didasarkan pada suatu peraturan perundangan, dan letak hierarkinya berada di bawah undang-undang, maka berdasarkan ketentuan Pasal 31 ayat (2) UU No.5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, yang berwenang memeriksa dan memutus adalah Mahkamah Agung RI, dan bukan menjadi wewenang pengadilan negeri. Selain itu, menurut Rompas, dalam pertimbangan majelis hakim disebutkan bahwa peraturan yang dibuat oleh tergugat (Dewan Pers) kewenangannya adalah diberikan oleh Undang-Undang, yakni ketentuan Pasal 15 ayat (2) UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Dan pada pertimbangan lain, disebutkan pula, apabila peraturan tergugat (Dewan Pers) yang dimintakan pembatalan oleh para Penggugat dalam perkara a quo adalah Peraturan Tergugat Nomor 4/Peraturan-DP/XII/2017 tentang Standar Kompetensi Wartawan (SKW), dan ternyata peraturan tersebut pembentukannya didasarkan atas peraturan perundangan Pasal 15 ayat (2) UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, maka pemeriksaan pengujian tentang sah-tidaknya atas peraturan Dewan Pers, yang di dalamnya termasuk pengujian apakah tergugat dalam membuat peraturan tersebut melampaui batas kewenangannya atau tidak adalah menjadi wewenang Mahkamah Agung. Atas pertimbangan di atas, hakim mengadili gugatan penggugat tidak dapat diterima. Dan atas dasar putusan itu, Rompas mengaku pihaknya berniat mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung RI. Namun ternyata syarat mengajukan gugatan pembatalan peraturan yang dikategorikan peraturan perundang-undangan, peraturan tersebut harus masuk dalam lembaran negara dan lembaga yang membuat peraturan itu harus berlogo lambang garuda. Bagaimana kita bisa menggugat Dewan Pers sementara peraturan mereka tidak masuk dalam lembaran negara dan logo dewan pers bukan lambang garuda,” ungkap Rompas mempertanyakan. Untuk itulah, Rompas mengatakan, pihak penggugat memilih mengajukan banding atas putusan PN Jakarta Pusat ke PT DKI Jakarta dan hakim menerima permohonan banding penggugat. Pada saat penggugat mengajukan banding ke PT DKI Jakarta, Rompas menjelaskan, pihaknya menyampaikan kepada majelis hakim bahwa peraturan Dewan Pers bukan merupakan perintah undang-undang karena tidak masuk pada lembaran negara. Selain itu menurut Rompas, dalam eksepsi yang disampaikan tergugat (Dewan Pers) pada tingkat pertama, tergugat justeru mengakui sendiri bahwa kebijakan Uji Kompetensi Wartawan tidak mengikat dan wartawan yang belum mengikuti UKW tetap menjadi wartawan. “Tapi pada prakteknya semua wartawan diwajibkan harus ikut UKW dan kalau tidak ikut UKW maka akses meliput sering dibatasi dengan edaran Dewan Pers ke seluruh pemerintah daerah,” ujar Rompas. Menutup pernyataan pers yang disampaikannya, Rompas meminta pihak Dewan Pers dapat menghormati keputusan banding PT DKI Jakarta yang sudah membatalkan putusan PN Jakata Pusat, sehingga peraturan Dewan Pers jangan lagi dikalim sebagai perintah Undang-Undang karena pertimbangan majelis hakim di tingkat PN tersebut sudah dibatalkan oleh majelis hakim di tingkat PT DKI Jakarta. Jadi tidak benar kami menebar hoax seperti yang dituduhkan, karena faktanya pertimbangan majelis hakim tingkat PN yang menyatakan peraturan Dewan Pers pembentukannya didasarkan atas peraturan perundangan sudah tidak bisa dijadikan acuan karena sudah dibatalkan oleh PT DKI Jakarta,” pungkasnya.[ Red/Akt-03/Rusli ] AktualNews
Sumber: