Menakar Masa Depan Jurnalisme Indonesia di Tengah Arus Digital
sumber/freefik--
Jakarta, AktualNews- Arus informasi di Indonesia semakin deras. Bersamaan dengan itu, ancaman disinformasi, polarisasi, scam hingga tekanan politik terus membayangi dunia jurnalistik. Di satu sisi, media massa masih menjadi rujukan kredibel, sementara media sosial tumbuh sebagai ruang ekspresi sekaligus sumber kebingungan informasi. Pertanyaan pun muncul: seperti apa wajah jurnalisme Indonesia kini dan nanti?
Lonjakan Hoaks dan Dampaknya

Menurut data Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), sepanjang tahun 2024 tercatat 1.923 konten hoaks berhasil diidentifikasi dan diklarifikasi. Oktober menjadi bulan dengan jumlah hoaks tertinggi, mencapai 215 konten, sementara Februari mencatat angka terendah dengan 131 konten. Kategori hoaks paling dominan adalah penipuan (890 konten), disusul isu politik (237), pemerintahan (214), kesehatan (163), dan kebencanaan (145). Mitos menjadi kategori paling sedikit dengan hanya enam konten. Fakta ini menunjukkan bahwa hoaks tak hanya menyasar isu besar, tetapi juga kehidupan sehari-hari masyarakat.
BACA JUGA:Enam Mahasiswa Indonesia Siap Jadi Duta Kuliner Lewat Program ARIF di Prancis
Komdigi terus mendorong partisipasi publik dalam pelaporan konten meragukan melalui kanal resmi. Namun, upaya ini membutuhkan dukungan aktif dari media dan masyarakat untuk menciptakan ekosistem informasi yang sehat.
Media Arus Utama vs Media Sosial
Persaingan antara media mainstream dan media sosial semakin tajam. Media konvensional masih menjadi tonggak acuan karena proses produksi informasi yang ketat dan standar etika jurnalistik yang terjaga. Jurnalisme investigatif dan liputan berimbang menjadi kekuatan utama mereka.
Di sisi lain, media sosial menawarkan kecepatan dan interaktivitas yang tinggi. Fitur komentar, berbagi, dan algoritma personalisasi menjadikannya favorit, terutama di kalangan generasi muda. Namun, popularitas ini juga membuka celah bagi penyebaran informasi yang belum terverifikasi.
Meski riset menunjukkan penurunan jumlah pengguna yang menjadikan media sosial sebagai sumber berita utama, platform ini tetap menjadi ruang diskusi publik yang penting. Media mainstream pun mulai beradaptasi dengan menghadirkan konten video pendek, thread informatif, dan kolaborasi dengan kreator digital.
Perspektif Praktisi
Dilansir dari Detiknews, Akhmad Munir, Direktur Utama LKBN ANTARA sekaligus Ketua Umum PWI Pusat 2025–2030, menyebut jurnalis sebagai penyaji “informasi bergizi” bagi masyarakat. Ia menekankan pentingnya akurasi, independensi, dan tanggung jawab di tengah banjir informasi yang tidak terverifikasi.
Sementara Miftah Faridl, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Surabaya, menegaskan bahwa di tengah derasnya arus informasi atau “banjir informasi,” jurnalis di lapangan harus mengedepankan etika dan profesionalisme. Ia menekankan bahwa para wartawan dan media memiliki tanggung jawab besar untuk selalu menyajikan informasi yang akurat kepada masyarakat. Komitmen ini penting agar jurnalisme mampu melawan penyebaran hoaks secara profesional dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip jurnalistik yang sehat dan bertanggung jawab.
- Tag
- Share
-