Rusli Bintang Bicara Amal, Akta Bicara Warisan: Publik Lampung Tak Lagi Diam

--
Bandar Lampung, AktualNews — Pernyataan Rusli Bintang, Pembina Yayasan Alih Teknologi Bandar Lampung (YATBL), yang menyebut pendirian Universitas Malahayati semata untuk amal, kini dipertanyakan publik. Pasalnya, isi akta hukum terbaru justru menunjukkan adanya dominasi keluarga dalam kepengurusan yayasan, memunculkan dugaan kuat tentang warisan yang dikemas dalam narasi pengabdian.
Dalam Akta Notaris No. 243 tanggal 17 Januari 2025 yang disahkan Kemenkumham—dokumen yang dirujuk langsung oleh Rusli—susunan pengurus yayasan diubah total.
Anak-anak dari istri pertama, yang turut membangun yayasan sejak awal, dikeluarkan dari struktur. Sebaliknya, kursi-kursi penting diisi oleh istri kedua dan anak-anaknya.
“Kalau memang untuk amal dan masyarakat Lampung, kenapa hanya satu sisi keluarga yang dilibatkan? Ini warisan, bukan pengabdian,” kata seorang tokoh akademisi Universitas Malahayati.
Pernyataan Rusli bahwa yayasan tidak bisa diwariskan pun dinilai kontradiktif dengan tindakannya yang justru memperlihatkan pewarisan kekuasaan secara tertutup dan sepihak. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan masa depan kampus, terutama setelah publik menyoroti rekam jejak Institut Kesehatan Indonesia (IKI) di Jakarta—institusi lain yang dikelola oleh kelompok yang kini menguasai YATBL.
BACA JUGA:Uang Bukan Segalanya, Tapi Segalanya Pakai Uang
“IKI terbukti gagal dikelola. Apakah Universitas Malahayati akan mengalami nasib serupa?” ujar seorang dosen senior dalam pernyataan terbuka.
Pelantikan pengurus yayasan di sebuah hotel mewah tanpa keterlibatan pengurus lama dan tanpa kuorum sah, dianggap simbolik dan tidak menyentuh akar konflik. Janji Rusli untuk berdialog secara kekeluargaan pun tak pernah terealisasi. Saat mahasiswa dan masyarakat menunggu itikad baik, yang datang hanya Ibu Rosnati—istri sah dan ibu dari anak-anak yang kini disingkirkan dari yayasan.
“Katanya sedih, tapi justru memancing konflik. Didatangkan preman dari Jakarta naik tiga bus, lalu disusul dengan orang-orang berbaju satpam. Kalau mau damai, duduklah bersama, jangan sembunyi di balik akta,” tegas seorang mahasiswa dalam aksi damai.
Kini, harapan publik hanya satu: agar Universitas Malahayati kembali ke tangan yang benar, dikelola secara adil dan transparan, bukan dijadikan panggung pewarisan kekuasaan yang diselubungi jargon pengabdian.***
Sumber: