Dalam dunia yang serba cepat ini, di mana kehidupan dipenuhi tuntutan, hiburan, dan distraksi tiada henti, ada satu pertanyaan yang sering kali mengusik nurani saya sebagai seorang penulis dan kreator:
"Mengapa kita tidak takut berbuat dosa, padahal kita tahu akibatnya sangat mengerikan?"
Sebagai manusia, kita dikaruniai akal dan hati. Kita tahu mana yang benar dan mana yang salah. Kita tahu bahwa setiap perbuatan yang dilarang oleh agama dan nurani akan mendatangkan dosa. Kita paham bahwa dosa bukan hanya sekadar catatan hitam dalam kehidupan, tapi jalan yang bisa menuntun kita pada siksa neraka kelak. Lalu, kenapa masih banyak dari kita yang tetap melakukannya? Bahkan, tidak sedikit yang melakukannya dengan ringan, tanpa rasa bersalah.
Kita Tahu, Tapi Tidak Selalu Sadar
Salah satu alasan utama menurut saya adalah karena kita tahu, tapi tidak sadar. Tahu itu ada di akal, tapi sadar itu hidup di hati. Kita tahu mencuri itu dosa. Kita tahu bergunjing itu salah. Kita tahu zina itu haram. Tapi saat godaan datang, kesadaran itu lenyap – tergantikan oleh hawa nafsu, kesenangan sesaat, atau pembenaran-pembenaran yang kita buat sendiri.
Saya sering menuliskan ini di beberapa refleksi pribadi: "Pengetahuan tanpa kesadaran adalah seperti kompas tanpa arah. Ia menunjukkan, tapi tidak membawa kita kemana-mana."
Rasa Takut yang Tumpul oleh Dunia
Dulu, orang-orang takut berbuat dosa karena merasa diawasi Allah setiap saat. Tapi hari ini, banyak dari kita justru lebih takut jika diketahui manusia. Takut ketahuan pacaran oleh orang tua, tapi tidak takut diawasi oleh Tuhan. Takut dipenjara karena korupsi, tapi tidak takut dibakar di neraka karena mengkhianati amanah.
Dunia telah menumpulkan rasa takut itu dengan segala kemewahannya. Kita disibukkan dengan pencapaian, eksistensi, validasi, hingga lupa bahwa hidup ini sementara. Kita lebih sibuk menghias dunia yang sebentar, daripada mempersiapkan akhirat yang abadi.
Takut pada dosa bukan berarti menjadi manusia yang paranoid, tapi menjadi manusia yang sadar. Sadar bahwa setiap langkah kita dicatat. Sadar bahwa setiap ucapan kita dipertanggungjawabkan. Takut Dosa adalah bentuk rasa cinta kita kepada Allah, karena kita tidak ingin mengecewakan-Nya. Karena kita tahu, hidup ini bukan sekadar tentang bebas melakukan, tapi berani menahan diri demi keselamatan jiwa kita.
Saya, Rosis Aditya, atau biasa disapa Kang Ocis, percaya bahwa kunci dari semua ini adalah membangkitkan rasa. Rasa takut. Rasa malu kepada Tuhan. Rasa cinta pada akhir yang baik. Kita harus kembali mendidik hati, bukan hanya memperkaya pengetahuan. Karena dosa tidak bisa ditangkal dengan logika semata, tapi dengan hati yang hidup.
Penutup: Jangan Biarkan Dosa Menjadi Biasa
Jika dosa sudah tak lagi membuat kita gelisah, itulah pertanda bahaya. Karena hati yang terbiasa dengan dosa adalah hati yang perlahan mati. Maka mari kita rawat kesadaran itu, hidupkan kembali rasa takut yang sehat – bukan karena Tuhan itu menakutkan, tapi karena kita ingin menjadi hamba yang selamat.
Hidup ini bukan tentang siapa yang terlihat suci, tapi siapa yang terus belajar menghindari dosa meski sering tergelincir. Karena Allah mencintai hamba yang bertaubat lebih dari hamba yang merasa tidak pernah salah.
Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu sadar, selalu takut, dan selalu kembali ke jalan yang benar.***
Refleksi Kehidupan oleh Rosis Aditya, Penulis & Kreator Inspiratif