Kejaksaan mulai Usut Korupsi PDNs hampir 1 Trilyun, ada yang Auto-Stress

Roy Suryo/Kompas.--
Jakarta, AktualNews-"Ikan Sepat, Ikan Gabus, Jangan Ikan Lele ..., Makin Cepat, Makin Bagus, Jangan Bertele-tele ...." Pantun singkat ini rasanya sangat tepat untuk menggambarkan bagaimana harapan masyarakat terhadap Aparat Kejaksaan, dalam hal ini Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang mulai melakukan pengusutan dugaan korupsi yang mencapai hampir 1 Trilyun (tepatnya Rp. 959.485.181.470,-) dalam Proyek PDNs (Pusat Data Nasional sementara) Kemkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) tahun 2020-2024.
Mengapa saya tulis di awal artikel diatas adalah "Ikan Sepat ...dst" ? Karena memang sebenarnya sudah semenjak Proyek PDN (sebelumnya tanpa "s" yang artinya hanya sementara) PDN dilakukan Peletakan batu pertamanya oleh Menkominfo saat itu, Johnny Gerald Plate (JGP) pada 09/11/22 di Cikarang dan direncanakan selesai dua tahun sesudahnya, yakni November 2024. Sayang JGP kemudian terkena kasus Proyek BTS-5G dan diteruskan oleh Menkominfo paling kontroversial, Budi Arie Setiadi (BAS).
BACA JUGA:Korupsi Pertamax Oplosan Rp 193,7 Triliun Layak Masuk Pidana Subversif
Di periode BAS inilah terjadi sebuah keputusan (konyol alias sembrono dan ceroboh) yang maksudnya mau cari muka kepada atasannya saat itu, yakni Presiden Jokowi yang secara hukum seharusnya lengser 20/10/24 (namun melakukan berbagai cara untuk memperpanjang kekuasaan dengan cawe-cawe disana-sini sampai sekarang, mulai dari ide 3 Periode sampai merekayasa Fufufafa menjadi Anak Haram Konstitusi). PDN yang seharusnya berjalan jika sesuai rencana akan ada di 4 (empat) tempat : Cikarang, Batam, IKN dan NTT, kemudian di"shortcut" dibuat PDNs (sementara) di Serpong dan Surabaya untuk mengejar agar bila dilakukan peresmiannya sebelum Jokowi Lengser.
BAS memajukan Peresmian titik pertama PDN yang seharusnya di Cikarang bulan November 2024 menjadi 17/08/24 agar (seolah-olah) bisa "diresmikan" oleh Jokowi sebelum lengser. Ini adalah sebuah keputusan konyol yang secara teknis sangat berbahaya, karena harusnya PDN sesuai dengan standar ISO dan TIER tertentu, menjadi specdown dan tidak sesuai standar lagi. Penjelasan detail dan teknis soal ini pernah saya paparkan dalam Seminar Ilmiah "Pusat Data Nasional Ambyar" yang diselenggarakan oleh APDI (Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia) di Heiyo Kafe Tendean, Selasa 09/07/14 silam.
Jadi sebenarnya potensi adanya korupsi waktu itu sudah saya bongkar dan prediksikan akan terjadi, karena disamping melakukan penurunan spec dari standar ISO dan TIER yang seharusnya, BAS juga telah secara serampangan memindahkan rencana detail PDN yang sebelumnya sudah dirancang di 4 lokasi tetap, menjadi hanya 2 yang bersifat sementara dan itupun perangkatnya hanya menyewa alias buang-buang anggaran percuma, karena sebelumnya sudah dianggarkan senilai 2,7 Trilyun dengan bantuan Perancis untuk Cikarang, Korea untuk Batam, Inggris dan Amerika untuk IKN NTT. Hanya saja waktu itu sebagaimana kisah "Petruk dadi Ratu" yang sudah juga saya prediksikan dan pentaskan bulan Agustus 2014, belum banyak orang yang menyadari dan baru sekarang menyesal setelah semuanya terjadi.
Kasus PDN yang direkayasa jadi PDNs untuk sekedar mau memuaskan syahwat atasannya saat itu, alias Cari muka sebelum lengser berkuasa itu akhirnya justru mengakibatkan kerugian besar bagi seluruh rakyat Indonesia, karena terjadi Kebocoran data luar biasa besar, mulai dari Dirjen migrasi, Mayoritas Pemda seluruh Indonesia, BPJS-Kesehatan, bahkan hingga INAFIS-Polri dan BIA-TNI, akibat sudah telanjur ditaruh di PDNs namun dikunci oleh Hacker dan hanya disisakan sekitar 3% saja akibat tidak adanya backup System. Sebuah musibah besar bagi Indonesia yang praktis disebabkan kebijakan (yang tidak bijak) oleh BAS saat itu.
Sekalilagi kekonyolan BAS yang sangat kontroversial adalah saat dia secara OmDo berani "memastikan" bahwa Akun Kaskus Fufufafa yang mostly berisi Hatespech, Porno, SARA dsb itu adalah "Bukan Gibran (?)" tanpa sedikitpun bisa menjelaskan siapa sebenarnya kalau bukan si Anak Haram Konstitusi tersebut, apalagi secara detail terbukti 99,9% bisa dipertanggungjawabkan di berbagai kampus secara ilmiah, sebagaimana di kampus Unisri-Solo, UAD-Jogja, ITB-Unpad-Upi-Bandung dan segera menyusul di Trisakti-Paramadina-Jakarta, Unibraw-Malang, Unair-Surabaya, Unhas-Makassar dsb.
Jadi kalau sekarang Kejari Jakpus sudah tergugah untuk berani mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa pengelolaan PDNs di Kominfo periode 2020-2024, adalah sebuah langkah yang sudah seharusnya dilakukan dan perlu mendapatkan dukungan dari masyarakat. Sebagaimana pemberitaan hari ini, Kajari JakPus Dr. Safrianto Zuriat Putra, S.H., M.H. menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tgl 13/03/25 dan memerintahkan sejumlah Jaksa Penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap perkara tersebut.
BACA JUGA:Mencontohlah Dengan Sinegal
Dalam prosesnya ada dugaan pengkondisian pemenang kontrak PDNS antara pejabat Kominfo dengan pihak swasta yakni PT Aplikanusa Lintasarta (AL) dengan rincian kontrak pada tahun 2020 Rp. 60.378.450.000,- kemudian tahun 2021 sejumlah Rp 102.671.346.360,- berlanjut di tahun 2021 sejumlah Rp 188.900.000.000,- kemudian tahun 2023 Rp 350.959.942.158,- dan di tahun 2024 sejumlah Rp 256.575.442.952,- Kejari Jakpus juga sudah menemukan bahwa PT AL bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301 dan tidak melaksanakan saran Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware dari Hacker.
Kesimpulannya, dengan biaya Rp 959 Milyar lebih dan pelaksanaannya tidak sesuai dengan Perpres No 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, maka mudah seharusnya Kejari Jakpus mengusutnya. Apalagi sebagaimana tulisan saya kemarin, "Kabar akan dicopotnya Menkop dan Menkomdigi Mengejutkan" (13/03/25) indikasi keterlibatan BAS dalam kasus besar lainnya, yakni Judi Online sudah sangat dekat, untuk belum mengatakannya jelas terlibat. Jadi agar tidak terus menerus #IndonesiaGelap dan sebelum terus mendesak #AdiliJokowi dan #MakzulkanFufufafa, maka "Ikan Sepat Ikan Gabus dan Jangan Ikan Lele" menjadi sangat relevan .***
Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes - Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen - Jakarta, Jumat 14 Maret 2025
Sumber: