Pulihkan Bentang Alam, Gabungan Aktivis Jabar Bakal Gaungkan Perang
FK3I giat konsolidasi besar-besaran untuk desak Pemerintah cegah bencana ekologi 2025--
Bogor, AktualNews - Taman Wisata Alam (TWA) menjadi trend wisata alternatif bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Bisnis wisata menggairahkan ini semakin di incar investor/pengusaha untuk mendulang keuntungan. Namun dibalik itu semua menjadi pemicu bencana ekologi. Untuk pencegahan dan Pulihkan Bentang Alam, Gabungan Aktivis pun bersiap menabuh genderang perang.
Hal ini menjadi fokus kajian Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) pada Tahun 2025. Ketua Dewan WALHI Jawa Barat, Dedi Kurniawan, juga mengIngatkan bahwa kawasan wisata alam di Jawa Barat rentan terhadap Bencana Ekologi. Salah satu pemicunya adalah pengembangan Wisata Alam yang tidak sesuai peruntukan kawasan.
Dedi Kurniawan mencontohkan, di Kawasan Bandung Selatan yang kini telah mengalami kerusakan, seperti yang terjadi di Kawasan Bandung Utara. "Akibat Alih fungsi lahan salah satu faktor penyebabnya," ucapnya dihubungi Minggu (05/01/2025).
Pemerintah dinilainya telah gagal menjalankan amanat Undang Undang Dasar 45 Pasal 33 tentang Pengelolaan Tanah, Air dan kekayaan alam yang dimaksudkan untuk Kesejahteraan Masyarakat. Disamping itu, adanya Regulasi yang diberlakukan justeru untuk memuluskan investor atau pengusaha guna menguasai lahan. Diantaranya adalah Pengelolaan Kawasan Wisata dalam kurun waktu cukup panjang, yakni selama 35 tahun dan dapat diperpanjang sampai 50 tahun dengan dalil nama Ijin Usaha Pemanfaatan Wisata Alam yang hanya dapat di usulkan oleh Perusahaan, Perorangan dan Koperasi.
"Regulasi yang telah dikeluarkan Pemerintah pada awal tahun 2010-an tersebut, saat ini telah menjadi Bom Waktu dimana pemegang ijin rata - rata investor atawa pengusaha yang terbukti memperlakukan Kawasan milik negara seperti lahan pekarangan rumah milik sendiri," ungkapnya.
BACA JUGA:Drs. Sarimpunan Ingatkan Kembali Pentingnya Kedisiplinan ASN
Menurutnya, investor atau pengusaha pada umumnya tidak memperhatikan dampak ekologi di kawasan yang kaya akan Flora dan Fauna serta Kehidupan Satwa dan Tumbuhan yang banyak mempunyai nilai ekologi tinggi.Banyaknya kawasan yang lahannya di Beton sehingga Plasma Nuflah dan Tumbuhan Perdu hilang. Pada akhirnya merubah bentang alam karena banyak yang di rekayasa kekayaan alamnya, seperti Mata Air, Embung Alami , sumber Air Panas serta kekayaan lainnya. Itu semua di rekayasa sipil yang nyaris melanggar Kaidah Konservasi dan Lingkungan besar - besaran.
"Kita amati TWA yang tersebar di Bogor maupun Kabupaten lainnya di Jawa Barat yang dikelola perusahaan, koperasi maupun perorangan. Contohnya, TWA Cimanggu yang dikelola PT.BWL dengan nama tempat wisata Green Forest serta CV Amanah yang dinamai GreenHill. Bedanya, di kawasan Hutan seperti sekitar kawasan Wisata Ciwidey yang pengelolaan lahan masih dimiliki oleh Pemerintah dan BUMN yaitu Kementrian Kehutanan, Perhutani, dan PTPN," bebernya.
Kawasan Negara Berstatus Kawasan Konservasi tersebut telah hilang nilai kawasan dan lebih layak seperti tempat wisata komersil. Bukan hanya Kawasan Konservasi, tapi Kawasan Lindung Kelola Perhutani pun juga mengambil peran penting dalam Merubah Bentang Alam atas nama Wisata dengan dalil Jasa Lingkungan. "Ya manusia meminta Jasa Terhadap Lingkungan dengan cara mempertontonkan kawasan seperti layaknya bioskop, Beli tiket baru bisa nonton indahnya alam," kata Dedi Kurniawan.
Dirinya juga mencontohkan fakta yang terjadi di Kawasan Wisata Ranca Upas yang semula tidak terlalu besar tapi sekarang meluas ke hampir seluruh wilayah Lindung yang berdampingan dengan Kawasan Konservasi.di dalamnya BUMN Perhutani Tidak Sendiri, mereka mengajak pengusaha bermodal untuk turut merubah Bentang Alam menjadi Kota Wisata dengan Pengelolaan PT PALAWI.
"Belum Lagi Penempatan dan implementasi Program Perhutanan Sosial melalui Skema Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) dan Kemitraan Kehutanan.turut mengajak tokoh masyarakat berbagi sedikit kawasan dimana lagi - lagi segelintir masyarakat tersebut tentunya dimodali pengusaha. Contoh di Kawasan Perhutani Hutan Pangkuan Desa Alam Endah dan Patengan. Lagi - lagi masyarakat sekitar kawasan hanya jadi penonton dan tetap miskin," tukasnya
Dedi Kurniawan juga menyebutkan, berkurangnya produksi Teh yang di amanatkan Undang Undang pun bergeser tanpa payung hukum yang jelas. Dimana menyewakan kawasan Perkebunan menjadi Tempat Wisata yang bebas dikelola. Siapa lagi pelakunya kalau bukan pengusaha bermodal yang dekat dengan birokrasi untuk bekerjasama.
"Lihat saja Glamping Lakeside yang berbatasan dengan CA dan TWA Patengang dengan Tema Restoran Perahu, dan Cottage Mewah menjadi areal Wisata di Kawasan PTPN yang kami sendiri belum mendapat data payung hukum kerjasama yang jelas. Lalu, Jembatan dan Kawah Rengganis serta tempat Milik Pemda atau Pemerintah Daerah yang dijadikan wisata pendukung lainnya pun turut menjamur," ujarnya.
Dalam hal ini, Ia mengingatkan bahwa Kawasan Konservasi, Kawasan Lindung Perhutani, Kawasan PTPN adalah Kawasan yang diperuntukan semestinya untuk kepentingan Pangan yang Lestari agar masyarakat sekitar kawasan sejahtera hidupnya dimana pemanfaatan itu mengedepankan nilai - nilai Keanekaragaman Hayati.
Sumber: