Skor Pembangunan Berkelanjutan Nasional 2024 Merosot dan Kemajuannya Stagnan

Skor Pembangunan Berkelanjutan Nasional 2024 Merosot dan Kemajuannya Stagnan

--

Jakarta, AktualNews - INFID telah menyelesaikan People’s Scorecard 2024: Kajian Perspektif Masyarakat Sipil terhadap Implementasi Agenda 2030 untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs). Kajian ini merangkum penilaian dan rekomendasi dari 110 organisasi masyarakat sipil (OMS) dari Aceh hingga Papua pada praktik SDGs di Indonesia.

Secara umum, masyarakat sipil memberikan penilaian rendah di akhir periode kepemimpinan Presiden Jokowi terkait pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Skor capaian SDGs tahun 2024 ini merosot, yaitu nilai 27 dibandingkan skor tahun 2022 yang mendapatkan nilai 39. Selain itu, kemajuan pencapaian 17 tujuan SDGs juga terlihat stagnan. Padahal, Pemerintah RI hanya memiliki sisa 6 tahun hingga 2030, yaitu target tercapainya SDGs secara global. Hasil ini disampaikan secara publik pada kegiatan diseminasi kajian ini pada Jumat, 2 Agustus 2024 di Jakarta.

“Presiden terpilih Prabowo Subianto akan mewarisi pekerjaan rumah yang berat dalam hal pembangunan berkelanjutan dari Presiden Jokowi. Revisi rencana aksi nasional dan daerah SDGs yang akan disesuaikan dengan Presiden dan Kepala Daerah terpilih perlu dilakukan sesuai tuntutan kebutuhan masyarakat melalui mekanisme konsultasi publik dengan non pemerintah. Hal ini akan membantu akuntabilitas program pemerintah sehingga potensi korupsi dan penyalahgunaan wewenang bisa diminimalisir, termasuk juga disesuaikan dengan kemampuan fiskal negara dan daerah masing-masing.” tutur Bona Tua P. P, Program Manager SDGs INFID. 

Kajian dilakukan melalui survei, wawancara mendalam dan diskusi terarah dengan 110 OMS dari berbagai wilayah di Indonesia. “Terdapat 10 indikator yang digunakan dalam penelitian ini, di mana metode penelitian ini juga digunakan oleh OMS di sejumlah negara, seperti Mongolia, Finlandia, Fiji, Brazil, Afrika Selatan, dan lainnya. Dari 17 tujuan SDGs, penelitian ini mengelompokkan menjadi 4 pilar utama; pilar pembangunan sosial, pilar pembangunan ekonomi, pilar pembangunan lingkungan, dan pilar pembangunan hukum dan tata kelola.” jelas Abdullah Faqih, peneliti kajian People Scorecard 2024. 

BACA JUGA:Koperasi KPI Gandeng Pemko Medan untuk Perkuat Koperasi di Kota Medan

Pada pilar pembangunan sosial (isu kemiskinan, kelaparan, kesehatan, pendidikan, dan kesetaraan gender), capaiannya menempati kategori “kemajuan rendah” dengan nilai 31 atau turun dari survei PSC 2022 dengan skor 40. OMS menilai bahwa implementasi di tingkat nasional dan adanya lembaga dengan mandat yang jelas (misalnya Bappenas) sudah cukup baik dengan skor 38. Sebaliknya, pada indikator “transparansi dan akuntabilitas” serta “mekanisme pemantauan, evaluasi, dan pelaporan” mendapatkan skor yang rendah dari OMS, yaitu 25 dan 22. Sejumlah isu yang disorot masyarakat sipil, misalnya masih banyaknya unpaid care work atau kerja keperawatan yang tidak dibayar terjadi di banyak wilayah. 

Pada pilar pembangunan ekonomi mendapatkan skor 26 yang juga termasuk ke dalam kategori “kemajuan rendah”. OMS menilai indikator “rencana pembangunan nasional untuk TPB” dengan nilai tertinggi (38), namun untuk “kesadaran publik dan pengembangan kapasitas” nilainya terendah (20). Pertumbuhan ekonomi di Indonesia, khususnya pasca COVID19, menunjukkan tren yang positif. Namun, ketimpangan ekonominya dinilai melebar yang terlihat dari indeks gini rasio dengan adanya peningkatan sebesar 0,39 pada Maret 2023. Selain itu, masyarakat sipil juga mengkritisi ambisi pembangunan ekonomi di Indonesia berpotensi bertentangan dengan pilar-pilar SDGs lainnya, terutama pilar lingkungan dan konsumsi yang bertanggungjawab.

Pilar pembangunan lingkungan juga berada pada kategori “kemajuan rendah” dengan skor 24. Indikator “transparansi dan akuntabilitas” lagi-lagi mendapatkan nilai terendah (18). Masalah yang paling disoroti, misalnya polusi dan masalah kualitas udara di kota-kota besar. IQAir 2023 menyatakan kualitas udara di Indonesia terburuk se-Asia Tenggara dan Jakarta menempati peringkat ke-7 kota terpolusi di dunia. 

BACA JUGA:Pemkab Bogor Gelar Pameran Pariwisata dan Seni Kontemporer di Rest Area Puncak

Kategori “kemajuan rendah” juga menjadi penilaian pada pilar pembangunan hukum dan tata kelola dengan skor 24. Sejumlah isu menjadi pandangan kritis masyarakat sipil, seperti misalnya kasus korupsi yang tinggi, hingga demokrasi yang carut marut khususnya sepanjang Pemilu 2024. Preseden buruk terhadap demokrasi nasional semakin menguat di tengah bergulirnya RUU Polri, RUU TNI, serta RUU Penyiaran. Selain itu, OMS menilai regulasi SDGs di tingkat nasional sudah cukup jelas dengan mandat yang lengkap seperti Undang-undang, Peraturan Menteri (Permen), Rencana Aksi Nasional (RAN), Rencana Aksi Daerah (RAD), serta program turunannya. Namun, OMS menyoroti regulasi-regulasi tersebut baru dijalankan setengahnya, atau bahkan ada yang tidak berjalan sama sekali. Turunan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dalam bentuk Perpres dan PP misalnya belum tersedia sampai dengan waktu yang ditentukan. 

Kajian ini menunjukkan perlunya penguatan kolaborasi multipihak, penyediaan anggaran yang memadai dan bisa diakses oleh semua pihak dalam rangka pelibatan OMS, khususnya kelompok rentan, yang lebih bermakna dalam pencapaian SDGs. Perbaikan aturan di daerah, lokalisasi isu SDGs yang lebih sederhana dan penguatan forum SDGs di daerah menjadi rekomendasi temuan lainnya.

Di sisi kolaborasi multipihak, lokalisasi SDGs dianggap dapat menjadi salah satu solusi. Namun sayangnya, keterlibatan non pemerintah misalnya dengan OMS dan SDGs Center di daerah dinilai masih belum maksimal. Selain itu, pihak swasta, perusahaan publik, universitas dan entitas lainnya juga dinilai berjalan masing-masing. 

“Indonesia akan memiliki rencana pembangunan baru 2025-2029 sesuai visi misi program presiden terpilih seperti makan gratis, kartu perlindungan sosial dan lainnya. Data SDGs nasional dan daerah bisa membantu data perencanaan penerima manfaat termasuk mengakselerasi program-program tersebut, sehingga lebih efisien dan tepat sasaran.” tutup Bona.***

Sumber: