“Indonesia juga tercatat sebagai negara pengekspor udang terbesar keempat, dengan kontribusi sebesar 6,6 persen dari total ekspor udang dunia pada 2022 (data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) 2023). Udang juga menyumbang hingga 34% dari pendapatan sektor kelautan dan perikanan nasional. Artinya, komoditas ini sangat penting bagi perekonomian Indonesia,” tutur Dian.
*Dorong Sinkronisasi Data*
Untuk itu, dalam forum “Rapat Koordinasi Tata Kelola Pertambakan” yang dihadiri Sekda Provinsi NTB, Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN NTB, Kepala Kantor Wilayah DJP Nusa Tenggara, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kepala Pangkalan PSDKP Benoa, Kepala BKKPN Kupang, hingga kepala daerah/sekda kabupaten/kota se-NTB yang turut hadir dalam rapat ini, Dian mendorong agar pemda dapat melakukan sinkronisasi data antarinstansi terkait.
Langkah ini perlu diambil guna mencegah potensi korupsi di sektor perizinan dan pengawasan, yang menjadi fokus dalam 8 area intervensi di Monitoring Center for Prevention (MCP). Pada 2024 sendiri, NTB mencatatkan nilai capaian MCP sebesar 83 poin.
“Kami meminta dari DPMPTSP, LHK, hingga DKP bisa berkoordinasi untuk sinkronisasi data tambak udang ini. Silakan mengisi kelengkapan data, seperti izin tambak siapa, pengusahanya siapa, alamatnya, koordinatnya, kepatuhan pembayaran pajak, hingga dilihat izin lingkungannya ada atau tidak, termasuk kepatuhan pembayaran pajak,” tegas Dian. Untuk penyelarasan data ini, diberikan tenggat waktu satu bulan kepada pemangku kepentingan di NTB.
Setelah data berhasil disinkronisasi, KPK akan mengadakan pertemuan dengan pelaku usaha dan melakukan pengawasan lintas sektor dengan melibatkan dinas terkait, aparat penegak hukum, serta para pelaku usaha tambak. Pun bersama tim terpadu dari kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, KPK akan melakukan inspeksi lapangan untuk memastikan kepatuhan. Tambak yang tidak mematuhi aturan akan diberikan sanksi tegas.
Lebih lanjut, Dian juga menekankan pentingnya penerapan praktik budidaya yang baik (cara budidaya ikan yang baik/CBIB) untuk menjaga keberlanjutan. CBIB, yang sejak 2021 dikeluarkan oleh pemerintah pusat, menjadi tolok ukur pengelolaan tambak yang ramah lingkungan.
“Kita tidak hanya bicara tentang ketahanan pangan dan ekonomi masyarakat, tetapi juga keseimbangan dengan kelestarian lingkungan. Jika lingkungan rusak, pemulihannya tidak semudah membalikkan telapak tangan,” pesan Dian.
Melalui pendekatan kolaboratif ini, KPK berharap dapat menciptakan tata kelola tambak yang lebih transparan dan berkelanjutan, sehingga manfaat ekonomi tambak udang dapat dirasakan oleh masyarakat tanpa mengorbankan lingkungan.***