Jakarta, AktualNews - Kelompok Kerja Masyarakat Sipil untuk Identitas Hukum (Pokja Identitas Hukum) memiliki perhatian serius pada upaya penguatan kependudukan dan pencatatan sipil khususnya untuk kelompok rentan. Pokja Identitas Hukum menyelenggarakan seminar berjudul "Peran Pelayanan Adminduk dan Data Kependudukan dalam Pemilu 2024" dilaksanakan pada Selasa (06/02/2024) di Hotel Ashley, Gondangdia, Jakarta Pusat.
Tujuan diadakannya seminar ini adalah untuk pembelajaran penggunaan data kependudukan dalam proses Pemilihan Umum Tahun 2024 untuk penguatan sistem demokrasi dan layanan administrasi kependudukan.
Perludem menjelaskan terkait Optimalisasi Penggunaan Data Kependudukan dalam Proses Pemilu 2024. Sebagaimana ditekankan dalam monitoring Perludem, permasalahan utama terletak pada sektor DP4 (Data Penduduk Potensian Pemilih Pemilu). Data kependudukan yang akurat adalah kunci dari tidak adanya ekslusi kelompok tertentu dan tidak boleh ada diskriminasi dalam regulasi. Terdapat setidaknya 4% masyarakat yang tidak terdaftar sebagai pemilih diantaranya adalah transgender karena tidak membawa atau tidak memiliki Kartu Keluarga (KK), disabilitas mental, masyarakat adat seperti yang tinggal dalam konserfasi hutan.
Berdasarkan data Disdukcapil, jumlah penduduk yang tercatat berdasarkan NIK berjumlah 204,656,053 per Desember 2022. Dukcapil telah melakukan jemput bola kepada penduduk terkait pencatatan dan pembaharuan data masih terdapat permasalahan di lapangan karena masyarakat tidak melaporkan peristiwa penting yang dialami oleh dirinya atau keluarganya, terlebih yang dialami oleh penduduk rentan adminduk yaitu, kaum marjinal atau miskin ekstrem, ODGJ, narapidana, disabilitas, dan transgender.
Terdapat dua dimensi kewarganegaraan yakni, status hukum dan praktik kewarganegaraan. Pencatatan sipil masuk dalam dimensi status hukum sebagai hak masyarakat Indonesia IKI menyoroti bahwa akan lebih efektif jika berbagai peristiwa kependudukan bisa dengan sistem.
Otomatis terindentifikasi dan terlaporkan ke Disdukcapil disarankannya sistem nasional ini menanggapi beberapa kekhawatiran terkait pencatatan sipil diluar 6 kategori disabilitas yang sebelumnya disampaikan, seperti warga negara asing (WNA) yang mendapatkan hak pilih.
Beberapa permasalahan yang masih terjadi di lapangan, seperti pelayanan jemput bola yang masih terfokus di kota besar dan sosialisasinya belum sampai menyentuh petugas di lapangan.
Terdapat petugas setempat menganggap disabilitas, terutama perempuan dengan disabilitas intelektual, menyatakan tidak perlu memilih dalam Pemilu karena belum dewasa secara usia mental.
Pencatatan juga fokus pada panti-panti tertentu, sehingga disabilitas dalam panti tersebut tercatat dalam KK panti.
BACA JUGA:Seribu ASN Se Indonesia Ikuti Webinar Jaga Netralitas ASN
Kesulitan dalam mengurus akta kelahiran anak dari pernikahan siri, kebingungan terkait pengurusan KTP dan status masyarakat yang hidup berpindah pindah.
Di area terpencil, masih hanyak petugas yang belum paham siapa saja yang termasuk dalam masyarakat disabilitas,
Ketidak sinkronan data antar Kementerian dengan data Disdukcapil yang menyebabkan terjadi celah seperti terjadinya pemalsuan akta kematian.
Pengurusan dokumen kependudukan yang masih dikhawatirkan oleh masyarakat transgender, yang menjadi pemulung, tinggal di jalanan, dan orang yang haru keluar dari rumah tahanan yang tidak memiliki dokumen karena satu dan lain halnya.