Bila Ingin Optimal, Pemekaran Wilayah Di Buru Merupakan Keniscayaan

Senin 12-08-2019,20:06 WIB
Reporter : Aktual News
Editor : Aktual News

Maluku, Aktual News- Kabupaten Buru dengan ibukota Namlea yang luasnya 5.588,48 km2 dinilai tidak memberikan peluang cukup bagi terwujudnya pelayanan publik secara optimal mau pun kegiatan-kegiatan pembangunan dan pembinaan masyarakat. Mengingat penting kualitas pelayanan publik dapat berlngsung optimal, tokoh masyarakat Kabupaten Buru di Maluku, Drs Muz Mulfatah Latuconsina, menghimbau Pemerintah Presiden Joko Widodo kiranya berkenaan mencabut moratorium pemekaran-wilayah/daerah yang diberlakukan sudah beberapa tahun sebelum ini sejak masa kepemimpinan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Ydhoyono (SBY) agar membuka ruang bagi pemekaran kabupaten Buru dengan membentuk daerah-daerah otonom yang baru, setidak-tidaknya bagian wilayah Buru-Kayeli yang meliputi 5 (lima) kecamatan, yaitu : Batabual, Lolong-Guna, Waeapo, Waelata dan Teluk Kayeli. Mantan Ketua KPU Kabupaten Buru periode 2003-2008 ini berpendapat, luasnya wilayah Kabupaten Buru dengan tebaran penduduk yang tidak merata bila semua layanan publik tetap dipusatkan di Kota Namlea niscaya target pemerintah memberikan pelayanan optimal bagi masyarakat akan sulit terwujud atau setidak-tidaknya masih membutuhkan waktu yang lebih lama, demikian pula soal perizinan dalam rangka investasi, dan lain-lain. Dengan kata lain, bila benar ada keinginan memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat, malah pemekaran wilayah Kabupaten Buru merupakan sebuah keniscayaan, yaitu dengan membentuk 1 (satu) atau beberapa daerah-otonom yang baru.

Menanggapi komentar Latuconsina ini, koordinator Divisi Monitoring & Investigasi pada Lembaga Study Kebijakan Publik (eLSKaP) Ny Nurul Hasanah berpendapat sama. Nurul kebetulan ditemui saat sedang mampir makan di Rest-Area Toll-Jagorawi, sore kemarin Minggu (11/8), dalam perjalanan kembali ke Jakarta bersama suami dan ke-2 anaknya dari Kebun-Raya Bogor. Dia menilai, sudah waktunya dilakukan pemekaran Kabupaten Buru jilid-2 dengan memberikan hak otonomi bagi beberapa kawasan teristimewa kawasan-kawasan yang memiliki potensi tumbuh-cepat, antara lain wilayah petuanan Regenstchaap Kayeli. Sebab ditinjau dari segala aspeknya baik dari dimensi Sumber Daya Manusia (SDM) mau pun Sumber Daya Alam (SDA) menurut penilaian dia sudah memenuhi segala syarat.

Menurut ibu dua-anak yang dahulu mengikuti program pasca-Sarjana jurusan Perencanaan Wilayah (PWL) IPB Bogor ini, luas pulau Buru secara keseluruhan 9.505Km2 atau lebih 160% kali luas Pulau Bali. Pulau yang pernah dijadikan tempat-pembuangan para Tahanan-Politik G.30.S/PKI zaman Presiden Suharto ini baru saja mendapatkan hak otonomi sebagai “daerah-kabupaten” melalui UU No. 46 tahun 1999 tgl 12 Oktober 1999 yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 6 tahun 2000, kemudian dimekarkan lagi dengan membentuk Kabupaten Buru Selatan di Namrole dengan UU No. 32 tahun 2008. Sementara di pulau Bali yang luasnya 5.780,06km2 atau hanya 60,91 % x luas pulau Buru terdapat 9 (Sembilan) daerah otonom, meliputi 1 (satu) daerah-kota dan 8 (delapan) daerah kabupaten. Tidak heran, kata dia, bila daerah-daerahnya berkembang sangat pesat karena dekatnya pusat-pusat pelayanan publik.

Dikatakan, bila dinilai dari aspek potensi sumber daya alam (SDA) sesungguhnya pulau Buru tidak kalah dibanding pulau Bali, bahkan mungkin juga lebih potensial. Hanya sejak dahulu potensi-potensi ini cendrung diabaikan dan tidak dilirik pemerintah dan pemerintah daerah di Maluku. Salah satu contoh potensi alam pulau Buru, menurut alumni Fakultas Pertanian Universitas Pattimura ini, tanaman kayu-putih (melaleuca-leucadendra) famili tumbuhan “Mirtaceae”, yang katanya tidak banyak terdapat di daerah-daerah lain. Belum lagi, tambah dia, misalnya lahan pertaniannya yang dikenal subur dengan cadangan area-persawahan yang mencapai ribuan hektar, potensi kekayaan hutan (rotan, damar dan lain-lain), disamping kekayaan alam-laut mau pun potensi budaya yang selama ini belum tergarap.

Ditanyakan tentang persoalan jumlah penduduk dia berpendapat ukuran ini relatif oleh karena itu seyogianya tidak perlu dijadikan sebagai alasan substansial. Sebab, katanya, kawasan Buru-Kayeli yang disebutkannya tadi itu meliputi 5 (lima) kecamatan dengan jumlah penduduk lebih 60 ribu jiwa, sementara ada sejumlah daerah kabupaten mau pun kota yang memiliki jumlah penduduk malah di bawah 60 ribu jiwa. Untuk melengkapi komentarnya itu dia lalu menyebutkan jumlah penduduk beberapa kabupaten/kota menurut data tahun 2017, antara lain :  Kota Padang-Panjang di Sumatera Barat 53.094 jiwa, Kabupaten Tanah-Tidung di Kalimantan Utara 25.084jiwa,  Kabupaten Mahakam-Ulu di Kalimantan Timur 33.420 jiwa, Kabupaten Konawe-Kepulauan di Sulawesi Tenggara 34.336 jiwa, Kabupaten Taliabu di Maluku Utara 56.202 jiwa dan Kabupaten (District) Jayawijaya di Papua 39.145 jiwa.

Oleh karena itu, selain membenarkan keterangan Latuconsina, dia juga ikut menghimbau Presiden Joko Widodo mencabut moratorium pemekaran-wilayah produk SBY dan segera membuka ruang bagi Pemerintah Daerah atau pun Masyarakat di daerah-daerah yang ingin menginisiasi pemekaran pada suatu wilayah. Sebab, kata dia mengakhiri komentarnya, entah di daerah-daerah lainnya, namun khusus di Pulau Buru menurut penilaian dia justru pemekaran wilayah merupakan pilihan paling tepat apabila kita ingin lebih mengefektifkan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan serta cepat mendekatkan layanan publik dengan masyarakat. [ Red/Akt-13 ]

   

Munir Achmad Aktual News

 Foto : NURUL HASANAH
Tags :
Kategori :

Terkait