Putusan MK No 60 Tahun 2025, Saatnya PKS Kembali Pada Koalisi Umat Islam

Putusan MK No 60 Tahun 2025, Saatnya PKS Kembali Pada Koalisi Umat Islam

foto/hukum online--

Jakarta, AktualNews-Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024, adalah putusan yang bisa menjadi peta jalan bagi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk kembali menuju jalan pulang, untuk kembali berkoalisi dengan umat Islam . Pasalnya, dengan dikeluarkannya putusan ini PKS bisa secara mandiri menentukan nasib dan masa depan politiknya sendiri di sejumlah Pilkada di seluruh Indonesia.

Putusan ini, memungkinan bagi PKS untuk kembali kepada umat, membersamai kembali konsituen dan seluruh pendukungnya. Mengingat, argumentasi PKS untuk bergabung ke Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM Plus) pada sejumlah Pilkada, Khususnya Pilkada Sumatera Utara (Sumut) dan Pilkada Jakarta menjadi tidak relevan lagi.

BACA JUGA:Waspada! Waspada!Peringatan Darurat di Alam Maya dan Aksi Hebat di Dunia Nyata

Sebelumnya PKS memiliki sandaran legitimasi untuk bergabung di Koalisi KIM Plus, karena tidak dapat mencalonkan Paslon sendiri secara mandiri. Namun, dengan dikeluarkannya putusan MK ini, PKS dapat berdiri dikaki sendiri, menjadi Partai yang independen untuk menentukan masa depan politiknya.

Putusan MK ini menganulir syarat Pilkada harus 20 % dari perolehan kursi atau 25 % perolehan suara yang diperoleh Parpol atau Gabungan Parpol, sehingga PKS bisa maju sendiri dalam sejumlah Pilkada di seluruh Indonesia, khususnya di Jakarta dan Sumatera Utara.

Mahkamah menyatakan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

1. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di provinsi tersebut;

2. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen) di provinsi tersebut;

3. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut;

4. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% (enam setengah persen) di provinsi tersebut;

BACA JUGA:Sosok Humanis Witjaksono Yang Menjadi Calon Kuat Wakil Gubernur Jawa Tengah 2024

Berdasarkan Putusan ini,   PKS dengan 18 kursi di DPRD Provinsi Jakarta, bisa maju sendiri di Pilkada Jakarta dan kembali mengusung Paslon AMAN (Anies Sohibul Iman). Berdasarkan putusan ini, PKS juga tidak perlu terlibat mendukung Bobby Nasution di Pilkada Sumut, dan mempertimbangkan untuk mengusung Paslon sendiri.

Argumentasi PKS tidak memiliki cukup kursi, tidak bisa maju Pilkada sendiri sehingga PKS terpaksa harus bergabung dengan KIM Plus, sejak terbitnya putusan MK alasan tersebut tidak lagi relevan. PKS bahkan masih punya waktu sebelum tanggal 27 Agustus 2024 saat pendaftaran calon, untuk melakukan restrategi politik dengan keluar dari KIM Plus, kembali pada Koalisi umat dan mengusung sendiri Paslonnya.

Tindakan ini penting diambil PKS, sebab jika tidak PKS akan banyak kehilangan konsituen dan pendukungnya. Sebagaimana diketahui, basis pemilih dan pendukung PKS adalah mereka yang anti pada kezaliman yang saat ini dipamerkan oleh rezim Jokowi. Bila PKS tetap berada di KIM Plus, penulis khawatir PKS akan diasosiasikan sama dengan rezim Jokowi dan ditinggalkan umat.

Sumber: