Sejarah Panjang Konflik Palestina – Israel Hingga Detik Ini

Sejarah Panjang Konflik Palestina – Israel Hingga Detik Ini

--

Sejarah Perebutan Wilayah Palestina

Tangerang, AktualNews - Selama lebih dari 70 tahun, konflik antara Israel dan Arab telah menyebabkan gangguan stabilitas di kawasan Timur Tengah. Memahami kompleksitas dalam konflik ini memerlukan adanya pemahaman mendalam tentang bagaimana hubungan yang saling terikat antara agama, politik, dan sejarah didalamnya. kita perlu mempelajari sejarah awal bagaimana latar belakang aktor-aktor yang terlibat dan apa faktor-faktor penting yang menyebabkan konflik ini bertahan hingga kini. Mulai dari perdebatan sejarah hingga tuntutan atas tanah yang diperebutkan adalah inti dari konflik ini. Bangsa Yahudi melihat Palestina sebagai tanah leluhur mereka dan menginginkannya kembali setelah mengalami penindasan selama berabad-abad. Di sisi lain, bagi penduduk Palestina wilayah tersebut adalah tanah leluhur mereka, di mana bangsa Arab telah tinggal selama berbagai generasi. Pembentukan negara Israel pada tahun 1948 di wilayah yang sebelumnya diakui sebagai tanah mandat Britania atas Palestina memicu perang Arab-Israel yang pertama, yang sekaligus menjadi konflik berkepanjangan selama dekade berikutnya.

 

Adapun peristiwa penting yang menjadi katalisator konflik ini bermula yaitu dari lahirnya gerakan Zionisme. Gerakan ini lahir karena hak politik, sosial, ekonomi, budaya, dan agama mereka ditindas ketika mereka hidup berdiaspora di berbagai negara. Zionisme merupakan perpanjangan dari yahudi sendiri dimana dari penindasan tersebut mereka berinisiatif dengan kesadarannya dengan pergi ke Palestina. 

 

Gerakan zionisme merupakan gerakan politik hal ini berawal dari pemikiran Theodore Hertzl seorang jurnalis Yahudi Austria sekaligus bapak pendiri zionisme modern dalam pamfletnya yang berjudul “Der Judenstaat” ia mengatakan bahwa satu satunya cara bagi Yahudi untuk menghindari sentimen anti semit bukan hanya pergi meninggalkan Eropa tapi juga memiliki negara sendiri. Semua peserta setuju antara lain untuk menciptakan tanah air Yahudi di Palestina. 

 

Pada kongres di Bazel, Hertzl berhasil mengumpulkan orang-orang Yahudi dari seluruh dunia, yang mana menghasilkan keputusan yang berbahaya yaitu Protokol para pemimpin Zionis (the protocols of the meetings of the elders of zion), yang membuat para pemimpin Yahudi mulai bergerak cepat, tepat, cerdas, dan misterius untuk merealisasikan tujuan-tujuan mereka yang merusak yang hasilnya bisa dilihat jelas saat ini.

 

Pada Perang Dunia I (1914-1918), Turki Utsmani bergabung dengan Poros sentral (Jerman, Austria-Hungary) melawan sekutu. Namun pada 1916, Inggris dan Prancis bersekongkol untuk membagi wilayah Timur Tengah dan terkenal dalam Perjanjian Sykes Picot. Perjanjian sykes picot adalah perjanjian rahasia yang di tanda tangani oleh Paris dan London pada 16 Mei 1916 untuk menjadi dasar pembentukan wilayah Levant selama bertahun-tahun yang akan datang (Al-Jazeera, 2016). Dalam perjanjian tersebut menyatakan bahwa sebagian besar wilayah Arab di bawah kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah akan dibagi menjadi wilayah pengaruh Inggris dan Prancis dengan berakhirnya perang dunia ke I (Onion et al., 2019).

 

Setelah perjanjian picot disusul dengan adanya deklarasi Balfour pada tahun 1917 dimana inggris mendukung zionis dalam membentuk Negara Yahudi di Palestina. Masyarakat arab Palestina diperlakukan dengan buruk atas kehadiran para zionis yahudi di Palestina dengan tujuan agar mereka keluar dari negaranya. Satu tahun setelahnya, 1918 Palestina yang sebelumnya dibawah kekeuasaan Ottoman Turki pada akhirnya dijatuh ke tangan Inggris dibawah Jenderal Edmund Allenby bersamaan dengan menyerahnya Ottoman Turki. 

 

Resolusi PBB 181 (1947) Pada tanggal 29 November 1947, dikenal sebagai "Pembagian mandat Inggris atas Palestina." Resolusi tersebut mengusulkan pembentukan dua negara di wilayah Palestina yang dikuasai Inggris: satu untuk komunitas Yahudi dan satu lagi untuk komunitas Arab. Namun, rencana pembagian ini ditolak oleh Arab Palestina dan mayoritas negara-negara Arab lainnya, yang melihatnya sebagai pelanggaran terhadap hak-hak mereka dan pemerintahan kolonialisme. Penolakan dari pihak Arab dan Palestina meningkatkan ketegangan diantara komunitas di Palestina bahkan memicu konflik bersenjata yang mengarah pada perang Kemerdekaan Israel.

Sumber: