Konflik Ori-Kariuw Disebut Kegagalan Irjen Lotharia, LPBHNU : Itu Prematur

Konflik Ori-Kariuw Disebut Kegagalan Irjen Lotharia, LPBHNU : Itu Prematur

Foto : Ketua LPBH-NU Maluku, Samra (berdiri), bersama Ketua Umum LPBH-PBNU H. Royandi Haykal Maluku, AktualNews-Irjen Pol Drs. Hi. Lotharia Latif, SH M.Hum baru saja memulai tugasnya belum cukup sebulan di Maluku, niscaya belum cukup waktu bagi proses adaptasi dengan lingkungan tugas yang baru dengan segala variabel yang beraneka-ragam, baik lingkungan eksternal mau pun faktor-faktor internal Polda Maluku sendiri yang beragam, maka tentu tidak arif apabila kita buru-buru memvonis insiden di Pulau Haruku Maluku Tengah beberapa hari lalu sebagai bentuk kegagalannya sebagai Kapolda. Mungkin bisa saja apabila beberapa hari sebelum peristiwa itu terjadi sudah masuk Laporan Intelejen dari Direktorat Intelkam Polda Maluku di atas meja kerjanya berisi uraian tentang indikasi-indikasi yang memperlihatkan adanya kemungkinan akan terjadinya peristiwa ini dengan menempatkannya dalam daftar skala prioritas pada urutan atas. Jika tidak demikian, bisa saja menimbulkan macam-macam penafsiran tidak kecuali penafsiran-penafsiran subyektif, bahkan tak mustahil melahirkan tafsir-tafsir minor jangan-jangan peristiwa itu sengaja kita rakit atau rekayasa karena di balik itu ada alasan-alasan tertentu. Pendapat ini dikemukakan Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) MalukuSamra, mengomentari kabar tentang adanya pihak tertentu yang mengatakan insiden antara warga Kampung/Dusun Ori dengan warga Negeri Kariuw beberapa hari lalu sebagai kegagalan Kapolda. Seperti diketahui, pasca pelantikannya sebagai Kapolda Maluku bersama beberapa pejabat Polri lainnya di Mabes Polri Jln Trunojojo No. 3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan pada hari Jumat 17 Desember 2021 lalu, baru saja pada hari Senin (3/1) Lotharia menandatangani Berita Acara Serah-Terima Jabatan dengan pejabat terdahulu, Irjen Pol Drs. Refdi Andi, M.Si bertempat di Mapolda Maluku Jln Sultan Hasanuddin Ambon. Artinya sampai hari Selasa (24/1) terhitung baru 21 (dua puluh satu) hari atau tepat 3 (tiga) minggu Lotharia menduduki jabatan Kapolda Maluku, sedangkan sebelum itu, dia menjabat Kapolda Nusa Tenggara Timur di Kupang. Sementara itu, seperti diberitakan media ini sebelumnya (Baca Berita : Konflik Ori-Kariuw, Helmi Bama : Jangan Diplintir Seakan-akan Berlatar ‘Sara’”, edisi Minggu 30/1), pada hari Selasa (25/1) telah terjadi penyerangan terhadap Negeri Kariuw di Pulau Haruku Maluku Tengah. Insiden ini sesungguhnya bermula dari perselisihan antara warga Dusun/Kampung Ori berinisial AKT (45) dengan BL (64) warga Negeri Kariuw gara-gara sebidang tanah, yang terjadi sehari sebelum itu pada Senin (24/1). Ternyata di balik itu, dikabarkan pula ada statement pihak tertentu yang mengklaim seakan-akan insiden antara warga pada 2 (dua) perkampungan bertetangga ini merupakan kegagalan Kapolda, Irjen Lotharia. Menanggapi adanya statemen seperti ini, Samra menilainya sangat prematur atau terlalu terburu-buru, terlalu dini, bahkan berpotensi melahirkan interpretasi subyektif. Ditanyakan apa komentarnya atas statement yang menyebut insiden Ori-Kariuw sebagai kegagalan Lotharia, yang baru saja menjabat sejak awal Januari 2022 lalu, Samra mengatakan : “Ini pandangan yang prematur. Masih terlalu pagi tudingan seperti itu dialamatkan kepada beliau, sebab serah-terima jabatannya baru 20an hari atau belum cukup sebulan, sedangkan faktor-faktor ekologi yang lazim mempengaruhi bukan saja pada lingkungan eksternal atau lingkungan sosial di luaran yang bersifat multi-kompleks melainkan juga internal Polda sendiri tentu beragam, selain itu, mungkin juga selama beberapa hari menduduki jabatannya tidak ada sesuatu laporan intelejen yang menampilkan indikasi-indikasi kemungkinan terjadinya insiden ini dengan menempatkannya sebagai skala prioritas”. Mestinya, menurut dia, yang dipertanyakan adalah para Pemangku Adat bersama Pemerintah dan Pemerintah Daerah, setidak-tidaknya Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah, mengapa tidak jauh-jauh hari mengambil inisiatif membuat potensi-potensi konflik semacam ini menjadi clear hingga diterima oleh para pihak, padahal secara kasat-mata saja kita bisa melihat bahwa persoalan batas tanah ada di mana-mana dan bahkan bisa diibaratkan sebagai sebuah gunung es besar yang sewaktu-waktu bisa meledak hingga mencair membanjiri seantero jagad. Lebih jauh ditanyakan lagi apakah rasional bila insiden Ori-Kariuw di Pulau Haruku itu dijadikan parameter kegagalan Lotharia, spontan dia mengatakan : “Menurut saya tidak. Sebab rasanya masih terlalu dini membuat penilaian apakah seseorang pimpinan itu sukses atau gagal hanya dalam tempo dua puluh hari. Kalau kita di daerah ini sudah buru-buru mengalamatkan tudingan seperti itu kepada beliau padahal baru beberapa hari saja menduduki jabatannya, tidak mustahil akan timbul penafsiran subyektif jangan-jangan insiden ini berlatar belakang sebuah rekayasa agar kemudian dijadikan amunisi menembak pihak tertentu dengan maksud tertentu pula”. Berangkat dari pendapatnya yang berbeda, Samra lebih lanjut mengemukakan himbauannya bagi segenap kalangan di daerah ini, agar sama-sama mau berlaku bijak membuat penilaian atas kepemimpinan seseorang. Lain soal, tambah dia sambal tertawa, bilamana orang itu memegang sebuah benda yang dalam riwayatnya lazim disebut ‘lampu aladin’, konon hanya sim-salabim saja seketika sudah bisa menghadirkan atau meniadakan apa-apa saja yang diinginkan atau juga merubah segala sesuatu menurut apa yang dikehendaki dalam waktu sekejap. Kemudian kepada Pemerintah Daerah pihaknya menghimbau agar bercermin dari insiden ini dan sesegera mungkin mengambil langkah-langkah kebijakan mengkoordinasikan segenap instansi terkait merumuskan program-program taktis hingga bisa menempatkan garis batas  antar Desa atau Negeri di Maluku yang bisa diterima bersama-sama oleh mereka yang berbatas. Kalau saja Pemerintah Daerah proaktif, sambungnya, konflik seperti ini tidak perlu terjadi apalagi perselisihan mengenai batas tanah bukan baru sekali melainkan sudah berulang terjadi di beberapa daerah, bahkan dalam perkara perdata di Pengadilan, tambah Samra, nampak sengketa tentang tanah dan batas-batas tanah merupakan bagian yang paling dominan. Dia meyakini, Pemerintah Daerah mestinya bisa, sebab wewenangnya diatur undang-undang termasuk wewenang anggaran untuk membelanjai apa-apa saja yang diprogramkan asal saja realistis dan rasional, ada rangkaian kondisi riil yang layak dijadikan rujukan atau pijakan, ada piranti kelembagaan yang dapat difungsikan merumuskan draft dalam hal ini Biro Hukum pada tingkat Provinsi dan Bagian Hukum di Kabupaten/Kota, tinggal dikoordinasikan dengan kalangan Pemangku Adat serta melibatkan Perguruan Tinggi bersama instansi-instansi terkhnis yang terkait guna mendapatkan konstruksi program yang kritis, terukur dan teruji. Untuk hal-hal urgent seperti ini, demikian Samra berkomentar sambil mengakhiri pembicaraan, jajarannya dari LPBHNU Maluku siap untuk memberikan dukungan penuh berupa kontribusi pikiran yang konstruktif apabila dibutuhkan atau diminta, baik oleh Pemerintah Daerah Provinsi Maluku di Ambon mau pun Pemerintah Kabupaten/Kota.[ Red/Akt-13/Munir Achmad ]   AktualNews

Sumber: