Disentil “Mahkamah Kalkulator”, eLSKaPp : MK Akan Obyektif Dan Konsisten
MOHAMMAD TAUFIQ
Demikian Direktur Eksekutif Lembaga Study Kebijakan Publik (eLSKaP), Mohammad Taufiq, yang sementara berada di Padang saat dihubungi melalui ponselnya, Rabu (12/6), menanggapi polemik berbagai kalangan yang dilansir sejumlah media ibukota sehubungan dengan pengajuan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) oleh kubu pas-lon 02, Prabowo/Sandi. Gugatan PHPU ini telah diajukan oleh Tim Advokasi dari kubu pasangan Prabowo/Sandi yang dipimpin Bambang Widjoyanto kepada Mahkamah Konstitusi RI di Jln Medan Merdeka Barat Jakarta pada malam hari Jumat (24/5) pkl 22:35WIB. Turut-serta mendampingi Bambang yang lazim disapa “BW” pada saat itu, antara lain Prof Deny Indrayanamantan Wakil Menteri Hukum & HAM era Presiden SBY dan DR Teuku Nazrullah Pakar Hukum yang juga seorang Advokat.
Mengomentari polemik gugatan PHPU ini, Taufiq mengatakan, melalui berita-berita media bisa kita ikuti rangkaian komentar BW yang juga mantan Pimpinan KPK RI ini pada hari itu setelah selesai mendaftarkan perkara ke MK, yaitu agar dalam memeriksa dan mengadili perkara itu Majelis Hakim jangan hanya laksana mahkamah-kalkulator. Apa sesungguhnya maksud BW di balik sentilan “mahkamah kalkulator” saat itu menurut praktisi hukum ini, mengesankan ada kekhawatiran jangan sampai Majelis Hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara ini hanya memperhatikan angka-angka perolehan suara antar pasangan-calon yang diduga dicurangi tetapi mengesampingkan dugaan penyimpangan prosedur dari tata-cara yang telah ditentukan.
Ini menurutnya rasional saja karena “wewenang” yang diberikan konstitusi kepada MK sesuai psl 24 ayat (1) huruf c UUD 1945 itu adalah memutus“perselisihan tentang hasil pemilihan umum”, sedangkan frasa “hasil pemilihan umum” ini bila disimak dari konteks praktek demokrasi tidak tepat bilamana dimaknai seakan-akan hanya “hasil penghitungan suara dalam pemilihan umum” atau sebatas “hasil rekapitulasi perolehan suara dalam pemilihan umum” saja melainkan meliputi pula “kepatuhan penyelenggara terhadap tata-cara penyelenggaraan” yang telah ditetapkan menurut undang-undang. Oleh karena itu, tentu tidak tepat apabila peradilan yang digelar untuk memeriksa dan mengadili “sengketa hasil pemilihan umum” dalam sebuah kontestasi demokrasi seperti halnya pemilu 2019 ini entah pilpres atau pun pemilu legislatif hanya memperhatikan hasil penghitungan suara dengan mengabaikan cacat prosedur gara-gara penyimpangan tata-caranya oleh institusi penyelenggara pemilu. Apalagi kita ketahui, tandasnya, bila sesuatu proses ketatanegaraan dilakukan dengan menyimpangi tata-cara yang telah ditentukan undang-undang, maka output atau hasilnya pun menjadi cacat.
Akan tetapi menurut dia, mahkamah tentu memahami benar apa yang diungkapkan BW, asal saja benar-benar ada dan dapat dibuktikan. Sepanjang kecurangan-kecurangan berupa penyimpangan tata-cara itu benar-benar ada dan dapat ditunjukan BW Dkk atas nama Prabowo/Sandi selaku pemohon, menurut dia, dapat dipastikan kelak akan diperiksa dan diadili mahkamah. Hal ini karena mahkamah diyakininya tidak akan mau mengambil resiko dengan membiarkan sesuatu celah yang berpotensi mengakibatkan cacatnya hasil pilpres, tidak soal barang siapa yang nanti mendapatkan manfaat dari putusan yang kelak dijatuhkan.
Ditanyakan tentang kemungkinan intervensi pihak lain dalam perkara ini, dia menilai hal itu bisa saja terjadi dalam dunia peradilan dan modelnya bisa bermacam-macam apakah melalui pengaruh tekanan kekuasaan atau pun bentuk iming-iming tertentu. Dengan menyebut kasus Aqil Mochtar danPatrialis Akbar dia juga tidak menampik kemungkinan masuknya sesuatu intervensi melalui pengaruh fulus. Hanya dia mengaku optimis, pertama karena dari telusuran track-reccord Ketua MK DR. H. Anwar Usman SH MH, orangnya kelihatan amanah dan konsisten. Selain itu, kalau pun benar ada pengaruh intervensi luaran, menurut dia, keberadaan Saldi Isra dan Enny Nurbaningsi dalam tubuh MK dapat diibaratkan sebagai filter yang cukup efektif mampu menjauhkan pengaruh konflik-konflik kepentingan secara internal.
Akan tetapi, ketika dimintai pendapatnya mengenai peluang kubu Prabowo/Sandi yang digawangi BW Dkk dalam perkara PHPU ini mulanya Taufiq kelihatan enggan berkomentar. Baru setelah merenung beberapa saat dia hanya mengatakan : “bergantung sejauh mana kubu pak Prabowo dan pak Sandi selaku Pemohon mampu membuktikan dalil-dalilnya tentang kecurangan KPU RI beserta jajarannya baik soal angka-angka perolehan suara antar paslon mau pun penyimpangan tata-cara yang diusung sebagai dalil pada posita gugatan dalam permohonan itu dan apakah memang tidak ada pertentangan antara dalil-dalilnya itu dengan apa-apa saja yang dimintakan pada bagian petitum untuk diputus oleh mahkamah”. Disamping itu, tambahnya lagi sekilas, apakah dari kecurangan-kecurangan itu dapat membuktikan pula, bahwa secara konkrit telah terjadi pergeseran suara dalam jumlah yang signifikan.[ Red/Akt-13 ]
Sumber: