Idealnya, Intervensi Pempus Ke Maluku Lebih Berorientasi Kelautan
Jantje Arie Soukotta
Maluku,Aktual News-Daerah Maluku merupakan salah satu dari ke-8 wilayah Swatantra tingkat I (Provinsi) yang sudah ada sejak awal berdirinya NKRI pada tgl 17 Agustus 1945, yang belakangannya baru diatur dengan UU No. 20 tahun 1958. Pada awalnya itu masih merupakan satu kesatuan wilayah administrasi dengan meliputi kepulauan Maluku Utara, hingga jelang akhir tahun 1999 pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie baru dilakukan pemekaran wilayahnya dengan membentuk Provinsi Maluku Utara melalui UU Nomor 46 tahun 1999.
Secara geografis, daerah Maluku menurut posturnya sekarang ini, terdiri dari gugusan pulau-pulau yang menampilkannya sebagai daerah provinsi dengan pulau terbanyak ke-4 di Indonesia setelah Kepulauan Riau, Papua Barat dan Maluku Utara. Luas keseluruhan dari wilayah geografis daerah Maluku meliputi 209.235,59km2, meliputi : 162.321,59km2 atau 77,58 % wilayah laut dan 46.914 km2 daratan atau hanya 22,42 %.
Berangkat dari dominannya wilayah laut didalam postur geografis daerah Maluku, politisi Partai Demokrat Maluku Jantje Arie Soukotta meminta pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo agar ke depan nanti seyogianya lebih jeli ketika merumuskan formula intervesi pemerintah pusat ke Maluku melalui proyek-proyek APBN. Sebab postur geografis wilayah Maluku dengan ribuan-pulau yang sampai sejauh ini nampak selalu konsisten bersimbosa dengan sistem sosio-kultur warganya memiliki keunikan apabila dibandingkan dengan daerah-daerah lain, maka jika bukan konfigurasi spesifik ini yang dijadikan landasan-inspirasi dalam perumusan pola intervensi pemerintah pusat, tentu tak perlu kaget jika hasilnya tidak optimal.
Melalui saluran telepon seluler dari Ambon, malam hari Minggu (9/5), kepada Reporter Maluku Munir Akhmad yang sementara berada di Jakarta, aktivis-Sepuh ini mula-mula menekankan idealnya Maluku diberikan hak otonomi khusus bidang kelautan sebagaimana telah diberitakan pula media ini pada edisi 16 Maret 2019 lalu (Baca Berita : “Demi Pengembangan Maluku Ke Depan, Soukotta Desak Otonomi Khusus Bidang Kelautan”). Hanya diakuinya, prosesnya melewati waktu panjang karena difahaminya bahwa penggodokannya mulai dari draft RUU saja waktunya tidak singkat, belum lagi pembahasannya oleh DPR RI. Hanya selama belum dipenuhinya tuntutan otonomi-khusus bidang kelautan yang digagasnya bersama sohibnya DR Ir Abraham Tulalessy MSi Dosen Fakultas Kehutanan Unpatti Ambon itu, menurut dia, mau tak mau diperlukan kearifan dalam alokasi anggaran dan proyek-proyek pemerintah pusat ke Maluku agar hasilnya benar-benar bisa membawa manfaat bagi masyarakat secara utuh dan merata.
Lebih lanjut dikatakan, pada masa rezim-rezim pemerintahan terdahulu yang bersifat sentralistik di Jakarta, provinsi Maluku nyaris tidak mendapat perhatian cukup terutama dalam sistem alokasi anggaran dan proyek pemerintah pusat, maka oleh karena itu tidak heran sampai sekarang masih tergolong tertinggal pada berbagai aspek. Padahal berdasarkan data yang dimiliki pihaknya, dari penerbitan perizinan berskala menengah ke atas yang semuanya terkonsentrasi di Jakarta pada masa itu, terbukti potensi kekayaan laut di Maluku dikuras habis-habisan terutama oleh kapal-kapal nelayan-asing (Jepang, dll) akan tetapi sama sekali tidak peduli terhadap urgensi keseimbangan ekosistem lingkungan di kawasan laut. Sementara nelayan-nelayan lokal yang usahanya skala kecil harus jatuh-bangun karena pengelolaan usahanya lebih bersifat swadaya dengan mengandalkan kemampuan-modal dan sarana-prasarana yang terbatas nyaris tanpa intervensi pemerintah.
Memasuki era pasca-reformasi, kata Soukotta, pemerintah pusat mulai meningkatkan perhatiannya ke Maluku akan tetapi sampai sejauh ini kebijakan alokasi anggaran mau pun proyek-proyek APBN nilainya jauh dari memadai bila dibandingkan dengan luas wilayah. Hal ini dapat dimaklumi, apabila melihat besaran nilai APBN saat-saat itu yang mampu diraih pemerintah pusat pada tiap tahun anggaran. Tetapi datang pada rezim Jokowi, tambah dia, plafond anggaran yang diturunkan ke daerah ini mengalami peningkatan seirama meningkatnya nilai APBN tiap tahun, hanya nampaknya lebih fokus pada peningkatan infra-struktur jalan dan jembatan di daratan sementara sektor kelautan yang merupakan kawasan dominan jauh tak sebanding. Ini menurut pemilik salah satu perusahaan industri-lokal di Kota Ambon ini tidak tepat, sebab walau pun benar infra-struktur jalan dan jembatan itu ditubuhkan terutama di pulau Seram dan Buru yang jauh lebih luas dibanding pulau-pulau lain, namun lebih tepat jika ada keseimbangan yang proporsional bila melihat postur geografis daerah ini yang bagian terbesarnya terdiri dari kawasan laut dengan pulau-pulau yang terpisah satu sama lain. Malah lebih tepat lagi, tambahnya, intervensi pemerintah pusat lebih berorientasi kelautan, dalam arti pengembangan infra-struktur di daratan lebih diarahkan sebagai penunjang infra-struktur kelautan dan perikanan.
Oleh karena itu, mengakhiri pembicaraannya Soukota yang juga Pemerhati Masalah-Malasah Sosial-Kemasyarakatan ini meminta pemerintah pusat pimpinan Presiden Joko Widodo agar mau merubah kebijakannya dalam merumuskan sistem alokasi anggaran dan proyek-proyek APBN yang diturunkan ke Maluku selama otonomi khusus bidang kelautan dan perikanan yang digagasnya bersama Tulalessy masih menjadi perdebatan. Setidak-tidaknya pembangunan infra-struktur bidang kelautan dan perikanan harus lebih digencarkan oleh Kementerian PUPR atau Kementerian KKP dengan melihat proporsionalitasnya dibanding jalan dan jembatan yang dibangun di daratan, diiringi bantuan modal yang memadai bagi kaum-nelayan melalui Kementerian Koperasi-UKM baik untuk membelanjai sarana operasi mau pun modal kerja, dan yang tidak kalah pentingnya ada alokasi anggaran pada Kementerian Ristek-Dikti bagi kalangan perguruan tinggi di daerah ini agar bisa bergerak lebih luwes melakukan penelitian-penelitian yang berorientasi pada bidang kelautan dan perikanan.[ Red/Akt-13]
Sumber: