DRISTY AULIA ; MASIH MENCINTAIMU
Jakarta, Aktual News - “Apa kabar? ““Sekarang di mana? “ Dua pertanyaan yang mengawali pembicaraan panjang diantara kita, setengah menguras akal sehatku. Hati yang tadinya cukup tenang, terusik kembali dengan sebuah kalimat yang selama ini aku nantikan. Darimu, seseorang yang selama ini aku simpan dalam do'a dan harapan. Di hadapanmu aku menyerah dan melupakan, di hadapan Tuhan, aku mengemis agar kita dipersatukan. Maaf, untuk kelancanganku melibatkanmu tanpa meminta persetujuan. 9 Tahun lalu, kita dipertemukan. Malam itu, aku ingat betul betapa sempurna lengkung sabit yang terukir di bibirmu yang indah. Aku terpikat, sesaat ketika kau menyadari aku tengah memperhatikanmu, aku pun segera menundukkan pandanganku. “Apa kabar a? “ tulis pesan di ponselku. Jelas saat itu hanya sekadar basa-basi, karna pada kebenarannya, aku tahu semua tentangmu tanpa harus bertanya. Setiap hariku, tak pernah kulewatkan untuk memperhatikanmu, walau dari jauh. “Baik, alhamdulillah. “ balasmu. Hingga setiap putaran detik jarum jam kini yang ada di kepalaku hanya kamu. Lantas, sebuah kabar mencabik warasku. “Sebenarnya, aku sama dia akan berpisah, “ tuturmu. Aku tak tahu apa aku harus bahagia ataukah sebaliknya? Jika memutar waktu 9 tahun ke belakang, tentu saja aku membenci wanitamu itu. Sebab ia telah memutuskan harapanku untuk bersamamu. Ia adalah wanita yang pernah membuatku iri di bumi ini, seberuntung itu ia bisa memikimu. Dan aku, aku terpaksa mundur dengan luka kekalahanku. Banyak perdebatan di antara kita, aku tak pernah tahu apa maumu, begitupun sebaliknya. Tapi satu hal, aku tidak pernah berharap kita berpisah. “Apa kau yakin dengan keputusanmu? “ ucapku, sembari memejamkan mataku berusaha tenang, ego yang terlaknat memang, bisa-bisanya aku berharap, yang kau katakan adalah benar. “Sebisa mungkin, pertahankan hubunganmu. Sebab aku tahu rasanya di tinggalkan. Ketika kau memutuskan untuk menikah dengannya, aku terlebih dahulu merasakan bagaimana sakitnya di patahkan. Dan kini, aku harap tiada satu pun wanita yang mengalami naas yang sama, biar aku saja. “ lanjutku menjelaskan. Mencoba bijak di antara dua pilihan, jadi penghancur atau penengah meski hati tak sejalan. Kau terdiam. Aku tahu, jauh di dasar hatimu masih semua tentangnya. Seandainya kau tahu, di dalam hatiku, masih semua tentangmu. Meski tahun, waktu, dan semua telah berbeda, namun perasaanku tetap sama. Seperti Juni entah tahun keberapa, saat hujan masih menjadi saksi sebuah pertemuan yang aku damba. *** Bertahun-tahun berlalu. Banyak yang datang singgah lalu pergi, semua silih berganti. Di bawah langit yang sama, aku rasa tiada secerah biasa. Ada harap cemas yang beradu bernafas sendu. Secangkir kopi masih hangat di meja depan balkon kamarku, sementara layar monitor masih setia menunggu untaian kalimat yang ingin kusampaikan padamu. Sore ini, aku menaruh hatiku kembali di celah doa pagi dan petangku. Pada orang yang sama, yaitu kamu. Lelaki yang telah bertahun-tahun menjalin kasih dengan wanitamu. Aku di sini menunggu. Saat-saat terindah yang akan kau beri untukku. Saat senyum indah itu menjadi miliku, saat peluk itu kelak menjagaku. Mungkinkah? Atau hanya hasratku saja? Kita kembali dari masa lalu yang sama, jalan yang berbeda, dan kembali pada teduhan untuk saling bertukar cerita. Sekarang, masih adakah celah untuk kita bercengkrama untuk selamanya? Hari ini aku ingin kau tahu, bahwa aku masih berharap untuk bersamamu. “Aku menyayangimu, “ Lantas aku tidak pernah takut serumit apa jalanku kelak, asa itu dengamu. Aku takkan mundur, meski setajam apa tikungan yang kan kulewati, jika itu membuat kita bersama dalam kisah yang sejati. [Red/Akt-45] Aktual News
Sumber: