Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah
Jakarta, Aktual News-Arti dari peribahasa Melayu _Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah_ tidak akan lekang di panas dan lapuk di hujan. Ia akan abadi sepanjang masa. Dalam era Kemerdekaan anasir peribahasa itu pun ada dalam pasal UUD 1945 yaitu terkait dengan keadilan dan penegakan hukum. Yaitu setiap warga negara bersamaan hak dan kewajibannya di mata hukum. Antara lain yang terdapat dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi "Segala warga negara bersamaan kedudukannya adi dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya". Tidak ada tafsir bahwa rakyat dan pemimpin di negeri ini berbeda dalam hak dan kewajiban di mata hukum. Tidak ada privilage bagi pemimpin bila bicara hukum. Sehingga jelas bahwa Pemimpin yang baik akan dihormati oleh rakyat, sedangkan pemimpin yang jahat akan dibenci oleh rakyat. Arti dari peribahasa Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah adalah Pemimpin yang baik akan dihormati oleh rakyat, sedangkan pemimpin yang jahat akan dibenci oleh rakyat hendaknya menjadi materi dasar untuk mendidik para kader partai politik agar menghasilkan pemimpin berkualitas dari masa ke masa. Bukan pemimpin karbitan orang abnormal (karbon). Peribahasa Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah merupakan peribahasa berbahasa Indonesia yang dimulai dengan huruf *R*. Peribahasa Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah dapat anda gunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan sebagai suatu perumpamaan yang mempunyai arti Pemimpin yang baik akan dihormati oleh rakyat, sedangkan pemimpin yang jahat akan dibenci oleh rakyat. Peribahasa ini bermakna bahwa Pemimpin manapun dalam tingkat apapun. yang baik akan dihormati oleh rakyat, sedangkan pemimpin yang jahat akan dibenci oleh rakyat. Mari kita biasakan menggunakan peribahasa Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah dalam ucapan maupun tulisan untuk melestarikan peribahasa nasional kita. Untuk rakyat Indonesia tidak sulit menyelami dan dapat langsung dipahami bahwa seorang raja atau pemimpin suatu negeri yang berilmu, cerdik, pandai, bijak, dan pemeluk agama Islam yang taat, akan dihormati serta disayang oleh para pengikutnya. Juga dengan sebaliknya raja atau penguasa manapun yang zalim, kejam, dan sewenang-wenang, boleh ditentang atau dilawan. Konsep kepemimpinan yang diajarkan oleh bangsa Melayu sangat sederhana, tetapi sangat tegas. Dengan konsep itu, seorang pemimpin dan masyarakat dapatlah mengatur sikap yang jelas dalam kehidupan sehari-hari. Jika ditelaah pepatah Melayu "Raja Alim, Raja Disembah. Raja Lalim, Raja Disanggah". Kalimat pertama dalam ungkapan itu terdapat dua frasa "Raja Alim dan Raja Disembah" yang berarti jika seorang pemimpin yang baik akhlak dan sifatnya wajib dihormati, dituruti, dan diikuti. Dua frasa lain, yakni "Raja Lalim dan Raja Disanggah", yang secara singkat makna dari gabungan dua frasa itu kebalikan dari kalimat yang pertama. Dapat diartikan jika pemimpin tidak baik akhlak dan sifatnya, tidak perlu dihormati atau harus ditentang. Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat LAM Riau Tengku Nasrun Effendy mencontohkan terdapat dua orang dari empat orang raja dari suku Melayu dari Riau yang menjadi panutan dan dihormati hingga kini. "Sultan Syarif Hasim ketika setiap makanan dihidangkan, beliau selalu bertanya memastikan semua pegawai istana sudah makan. Jika ada satu orang belum makan, dia tanya mengapa? Kalau sakit, dia obati. Kalau pulang kampung, ada masalah apa di kampungnya?" katanya. Jadi, lanjut dia, sebelum sultan tersebut makan atau melakukan suatu kegiatan, dia selalu memperhatikan semua bawahannya yang selalu berusaha untuk menyejahterakan anggota istana maupun masyarakatnya sendiri. Kemudian, Sultan Syarif Kasim, pahlawan nasional dari Siak Sri Indrapura, Riau. Ketika bendahara kerajaan datang melaporkan pendapatan, tetapi beliau tidak gila materi. Tercatat beliau sumbangkan harta kekayaannya sejumlah 17 juta gulden untuk Republik Indonesia. Adakah pemimpin seperti itu yang sedang dicari oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) di ruang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat? Mungkin rekan Eggi Sujana Mastal yang dapat menjelaskannya. Menurut Eggi Sujana Presiden RI Ir. Joko Widodo telah melanggar Hukum bila mengacu pada Pasal 7A UUD'45 versi amandemen ke-4 Tahun 2002. Dimana berisi aturan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Sejauh ini bukan 1 kebohongan saja yang digugat yang oleh TPUA, tapi ada 66 kebohongan yang digugat. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang digugat oleh TPUA meliputi unsur pidana dalam UU NO 1 TAHUN 1946. Menurut Pasal 14 (1) UU nomor 1 Tahun 1946 berita bohong yang disampaikan seseorang termasuk tindak pidana yang dapat dihukum dengan hukuman penjara setinggi - tingginya sepuluh tahun. Sedangkan Pasal 15 UU nomor 1 Tahun 1946 barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun. Eggi Sujana membandingkan apa yang dialami oleh dirinya yang terkena tahanan 41 hari d di Polda Metro Jaya, Ratna Sarumpaet ditahan 2 tahun, dan Vonis yang menimpa Habib Rizieq Shihab 4 tahun di PN Jakarta Timur 24 Juni 2021 yang dibacakan Hakim Ketua Khadmanto. [ Red/Akt-01 ] Aktual News
Sumber: