Hilang Wakil Di Senayan, Golkar Maluku Harus Evaluasi Kepemimpinan

Hilang Wakil Di Senayan, Golkar Maluku Harus Evaluasi Kepemimpinan

Lapangan Segititiga Ambon dengan latar samping Kantor Gubernur Maluku  

Maluku, Aktual News-Sejak tampil memasuki pentas politik nasional yang bermula pada Pemilu 1971 lalu, pendek kata selama era kepemimpinan Presiden Suharto, tidak pernah terjadi wakil-wakil rakyat Maluku yang diusung duduk dalam lembaga parlemen negeri ini sebagai anggota DPR RI di Senayan tanpa figur Partai Golkar. Malah pada era Orde Baru itu pada umumnya formasi Wakil Rakyat Maluku yang diusung duduk sebagai Anggota DPR RI justru berasal dari Partai Golkar. Masih teringat beberapa nama yang paling sering tampil antar-periode pada zaman itu, antara lain Drs Leonard Tomasoa dan Drs Fredy Lattumahina.

Sampai pasca reformasi pun, magnit politik Partai Golkar seakan tak lekang sebab terbukti selalu saja berhasil tampil dengan menghadirkan figurnya di antara ke-4 Wakil Rakyat asal Maluku yang duduk sebagai anggota parlemen pada DPR RI di Senayan. Hingga terakhir pada periode 2014-2019 lalu, disamping figur PDIP Mercy Barendsz, Partai Gerindra Amri Tuasikal serta PKB Rohani Vanath, Partai Golkar juga eksist dengan menampilkan figurnya Edyson Betaubun yang sudah duduk sejak periode sebelumnya.

Tetapi datang pada pemilu 17 April 2019 yang baru lalu, hasilnya benar-benar membuat banyak kalangan tercengang nyaris tak percaya. Untuk pertama kali dalam sejarahnya di atas pentas politik di Maluku, Partai Golkar terpental dan gagal mengirimkan wakilnya duduk di DPR RI. KPU Provinsi Maluku dalam rapat pleno yang digelar di hari Senin (20/5) lalu menetapkan 4 (empat) partai politik yang lolos mengirimkan wakilnya, yaitu : PDIPPartai NasdemPKS dan Partai Gerindra. PDIP berhasil meraih 197.648 suara, Partai Nasdem 118.307 suara, PKS 97.765 suara dan Partai Gerindra 94.298 suara, sementara Partai Golkar pada urutan ke-5 meraih 93.158 suara. Mereka yang berhasil melenggang ke Senayan berdasarkan keunggulan perolehan suara internal pada masing-masing partai politik, yaitu : Mercy Barendsz dari PDIP dengan 88.708 suara, Abdullah Tuasikaldari Partai Nasdem 51.827 suara, Sa’adiah Uluputty dari PKS 46.411 suara dan Hendrik Lewerissa dari Partai Gerindra dengan 60.048 suara.

Kecuali Barendsz sebagai incumbent, maka Tuasikal adalah mantan Bupati Maluku Tengah 2 (dua) periode yang tak lain adalah ayah-kandung Amrullah Amri Tuasikal yang pada periode 2014-2019 duduk juga sebagai anggota DPR RI dari Partai Gerindra baru belakangan diganti antar-waktu oleh Taslim Azis, kemudian Uluputty sekarang masih menjabat anggota Fraksi PKS dan Ketua Komisi “D” pada DPRD Provinsi Maluku, sedangkan Lewerissa adalah Ketua DPD Partai Gerindra Maluku.

Gerangan apakah sebabnya sehingga “Partai Politik produk rezim Suharto” ini bisa kehilangan gregetnya hingga terpental bersama figurnya Edyson Betaubun dalam pemilu kali ini di Maluku ? Sepintas lalu nampak tak ada yang berlebihan karena secara nasional posisinya pada anak-tangga ke-2 juga ikut melorot turun ke anak-tangga ke-3 yang dahulu ditempati Partai Gerindra, sebaliknya posisi partai Gerinda naik satu level menempati tangga ke-2. Tetapi dalam penelusuran media ini dari komentar beberapa warga Maluku di ibukota nampaknya tak salah juga bila dikatakan ada sebab-sebab lain yang agak spesifik.

Rusdy, warga asal Pulau Seram Maluku ketika ditemui di Swalayan Citra-Land hari Sabtu (26/5) menilai hal ini lebih disebabkan kepemimpinan Ketua DPD Golkar Maluku, Ir Said Assagaff yang juga mantan Gubernur Maluku kurang professional. Gara-gara kurang profesional, kata Rusly, Assagaff terkesan memakai pola manajemen birokrasi dalam pengelolaan manajemen Partai Golkar di Maluku, padahal itu merupakan dua hal yang berbeda. Dia lalu menyebut salah satu contoh adalah mencomot orang dari luar kader duduk dalam struktur Pengurus Harian dengan mengesampingkan kader-kader yang jauh sebelum itu jatuh-bangun mulai dari bawah. Ini menurut teori etika politik, kata dia, bukanlah sekedar tidak elok, tetapi bila disimak dari kepentingan par-pol tidak tepat dan malah kontra-produktif. Sederhana saja, katanya, kader-kader yang awalnya sudah tumbuh dari-bawah sebagai hasil proses pengkaderan dan jatuh-bangun mengurus kepentingan par-pol sebelum itu akan merasa tersisih, lagi pula bila orang yang diadopsi itu, kata dia, secara kualitatif ternyata tidak lebih baik. Tetapi hal ini menurut dia dapat dimaklumi, karena Assagaff justru seorang birokrat tulen yang baru saja masuk dunia politik ketika tampil berpasangan sebagai Wakil Gubernur dengan Brigjen Purn Karel Ralahallu pada masa jabatannya yang ke-2.

Sementara itu, seorang mahasiswa pasca-sarjana asal Maluku di Jakarta yang minta namanya tak usah ditulis ketika ditemui terpisah di Acasia HotelJln Kramat Raya turut membenarkan komentar Rusdy, namun hal itu menurut dia bukan satu-satunya. Dia menilai, konflik internal antar kader Partai Golkar di Maluku  merupakan salah satu penyebab latent, disamping nilai jual Betaubun sendiri semakin melorot. Ditambah pula calon-calon lain yang mengiringi nama tokoh asal Maluku Tenggara ini dalam Daftar Calon Tetap (DCT) tidak memiliki magnet atau nilai-jual, sebagaimana halnya Hamzah Sangaji dahulu. Bayangkan saja, tambahnya, jika pada pemilu 2014 lalu dari total suara Partai Golkar 162.349 Betaubun berhasil meraih suara 58.765 sekarang dalam pemilu 2019 turun menjadi 46.749 padahal jumlah pemilih justru bertambah. Beda dibanding Barendsz secara personal bisa meraih 88.708 suara naik 23.542 suara atau 36,13% dibanding raihannya tahun 2014 lalu yang hanya memperoleh 65.166 suara.

Akan tetapi akhirnya diakuinya pula, jika semua itu kuncinya memang terletak pada profesionalisme Pimpinan Par-Pol di daerah. Sebab pimpinan yang professional, kata dia, akan mampu merekatkan semua perbedaan dan menampilkan formula yang menggerakkan segenap kader secara sinergi dengan penuh motivasi. Sebagai pembanding, disebutkannya pula beberapa tokoh yang dinilai berprestasi memimpin Partai Golkar di Maluku dahulu, yaitu Ruswan Latuconsina serta Zeth Sahuburua. Oleh karena itu, sama halnya dengan Rusdy dia juga berpendapat, hasil yang diraih dalam pemilu 2019 ini sudah waktunya dijadikan cerminan oleh Partai Golkar di Maluku melakukan evaluasi terhadap kepemimpinan Assagaff.[ Red/Akt-013 ]

Munir Achmad Aktual News
 

Sumber: