Aniaya Wartawan, eLSKaP Desak Kapolri Hukum Berat Para Pelaku

Aniaya Wartawan, eLSKaP Desak Kapolri Hukum Berat Para Pelaku

BANSA ANGKOTASAN,SH. Jakarta,Aktual News-Lembaga Study Kebijakan Publik (eLSKaP) menyatakan protes keras terhadap tindakan penganiayaan para jurnalis yang dilakukan oknom-oknom Polri dan juga peserta aksi pada saat melakukan peliputan aksi demonstrasi massa di depan Gedung Bawaslu RI hari Selasa (22/5) lalu, dan berkenaan protes kerasnya itu, Kapolri juga diminta menindak tegas para pelakunya dengan menjatuhkan sangsi yang seberat-beratnya dan juga mengusut pelaku-pelaku lainnya. Tidak ada alasan pembenaran apa pun terhadap perlakuan kasar atau pun tindakan sewenang-wenang oleh siapa saja bagi wartawan pada saat melaksanakan tugas-tugas jurnalistik, tidak kecuali oleh aparat kepolisian. Aparat keamanan mestinya memberikan perlindungan bagi para awak media ketika sedang melakukan tugas-tugas peliputan bukannya malah dihalang-halangi apalagi sampai dianiaya. Protes keras terhadap aksi kekerasan yang mengorbankan para jurnalis ini dikemukakan kepada media ini oleh Koordinator Divisi Advokasi Hukum & HAM pada Lembaga Study Kebijakan Publik (eLSKaP) Bansa Angkotasan SH. Melalui telepon selulernya dari Ambon sore hari Jumat (24/5), Angkotasan mengaku menyayangkan peristiwa tersebut, apalagi bukan saja oleh peserta aksi melainkan juga oleh oknom-oknom Brimob sebagai bagian dari institusi Polri yang ditugaskan oleh negara turun ke lapangan atau lokasi aksi itu untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat. Sebagaimana diberitakan media ini sebelumnya pada edisi 23/5 (Baca Berita : ”Usut Tuntas Kasus Kekerasan Jurnalis Saat Meliput Aksi 22 Mei”), sejumlah awak media menjadi korban perlakuan kasar dan tidak senonoh diiringi tindakan-tindakan intimidasi ketika melakukan tugas peliputan pada saat berlangsungnya aksi demontsrasi massa di depan Kantor Bawaslu RI di Jln MH Thamrin Jakarta pada hari Rabu (22/5) lalu. Ironisnya, menurut Angkotasan, kali ini perlakuan semena-mena terhadap insan-insan pers ini bukan saja dari para peserta aksi melainkan lebih-lebih lagi justru oleh oknom-oknom Brimob sebagai insan polri yang pada saat itu justru ditugaskan oleh negara untuk menjamin keamanan ibukota dengan segenap warganya. Lagi pula segenap anggota Polri patut tahu, bukan saja dalam aksi-aksi unjuk-rasa seperti yang terjadi saat itu, melainkan malah dalam sebuah medan perang atau pertempuran yang paling brutal sekali pun, seseorang wartawan berhak masuk melakukan peliputan tanpa harus dihalang-halangi oleh siapa pun, apalagi bilamana hal itu ditugaskan secara khusus oleh redaksi. Sudah cukup, katanya menambahkan, bilamana seseorang Wartawan itu menunjukan identitas atau Kartu Tanda Anggota (KTA). Angkotasan malah mengritik penggalan komentar dalam berita itu yang seakan-akan melihat kasus ini sekedar pelanggaran atas UU Pokok Pers. “Menurut saya, peristiwa ini sesungguhnya bukan sekedar pelanggaran atas UU Pokok Pers yang disebut dalam media anda. Bila rangkaian peristiwa itu benar seperti diberitakan, maka yang sebenarnya adalah jauh lebih dari sekedar tindak pidana yang diatur dalam UU Pokok Pers, karena ada indikasi kekerasan terhadap orang atau setidak-tidaknya penganiayaan, yang diatur dalam psl 170 dan psl 351 KUHP”, umbar Angkotasan. Atas dasar argumentasinya inilah, dia mendesak Kapolri menjatuhkan sangsi tegas bagi oknom-oknom anggota Brimob pelaku kekerasan itu agar ada efek jera jangan sampai pada kesempatan lain perbuatan serupa dilakukan lagi baik oleh oknom-oknom yang sama atau lain-lain anggota. Selain terhadap anggota-anggota Brimob, dia juga meminta Kapolri agar barang siapa di antara para peserta aksi yang melakukan perbuatan itu juga diusut dan dituntut. Tidak kecuali dia juga menghimbau LBH Pers agar proaktif melakukan pengawalan pengusutan kasus ini, demikian pula asosiasi wartawan di mana para korban ini bernaung. Protes keras pihak eLSKaP yang dikemukakan Koordinator Divisi Advokasi Hukum & HAM ini diamini Soleman AL dari LPBH PB NU di Jln Kramat Raya No. 164 Jakarta. Sebagaimana halnya Angkotasan, dia juga mengakui sudah membaca berita media ini tentang kabar nasib apes tersebut yang menimpa sejumlah awak media. Soleman ikut menyesalkan peristiwa ini, karena selain dilakukan para peserta aksi, juga secara terpisah oleh oknom-oknom anggota Brimob sebagai unit kepolisian RI yang saat itu tentu ditugaskan antara lain untuk memberikan rasa aman bagi khalayak. Padahal, katanya lagi, idealnya aparat keamanan memberikan dukungan dan perlindungan terhadap para jurnalis saat sedang melakukan tugas-tugas peliputan bukan dihalang-halangi apalagi sampai malah dianiaya atau diperlakukan kasar dan tak senonoh. Sebab tugas-tugas peliputannya yang dilakoni pada saat itu tujuannya tak lain tentu semata-mata dengan maksud untuk menyajikan berita-berita actual kepada masyarakat. Sedihnya lagi, ungkap dia, peristiwa itu terjadi pada situasi terbuka sehingga otomatis menyajikan tontonan terbuka pula yang sama sekali tidak elok kepada masyarakat. Mengingat peristiwa semacam ini, dinilai sangat sering menimpa para insan pers, antara lain baru saja terjadi terhadap dua orang wartawan yang meliputi aksi demonstrasi buruh di Kota Bandung pada Hari Buruh tgl 2 Mei 2019 yang lalu, maka menurut dia ada baiknya Kapolri memerintahkan pengusutannya hingga tuntas biar ada efek jera agar tidak lagi terulang pada kesempatan lainnya entah oleh pelaku yang sama atau juga oleh lain-lain orang baik di ibukota negara mau pun di daerah-daerah. Ini juga menurut dia penting, agar segenap insan pers di negeri ini benar-benar merasakan adanya perlindungan hukum negara ketika turun melaksanakan tugas-tugas jurnalistik yang diembankan padanya. [ Red/Akt-15 ]   Munir Achmad Aktual News  

Sumber: