Tanah Eigendom Diduga Dimanipulir, Kapolda Maluku Didesak Segera Usut
Maluku, Aktual News-Kapolda Maluku Irjen Pol Baharuddin Djafar diminta memerintahkan jajarannya pada Direktorat Reskrim Umum segera mengusut beberapa hak milik atas tanah pada salah satu persil bekas hak barat di Kota Ambon yang selama ini disebut-sebut “tanah negara”, dan dikelola oleh Kakanwil BPN Provinsi Maluku dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Ambon, yaitu eigendom 986. Ada sejumlah hak milik dan sertifikat hak milik (SHM) diduga diterbitkan secara manipulatif untuk memperkaya diri sendiri atau orang-orang tertentu. Lebih fatalnya, sebagian SHM manipulatif itu belakangan digunakan oleh pemegang hak-hak itu atau kerabatnya menuntut warga masyarakat yang menempatinya, laksana momok yang tak putus-putus menghantui. Padahal umumnya orang-orang yang bermukim di atas tanah itu rata-rata korban konflik sosial Januari 1999 lalu, itu pun karena sampai awal tahun 2000an itu umumnya kosong dan terlantar. Desakan untuk melakukan pengusutan mengenai penerbitan hak-hak dan sertifikat-sertifikat yang manipulatif ini dikemukakan Tuasikal Tapmonia, seorang ASN/PNS yang sehari-harinya bertugas pada Dinas ESDM Provinsi Maluku di Kebun-Cengkeh Ambon. Lelaki tambun berusia 55 tahun ini menilai Kakanwil BPN Provinsi Maluku telah menyalah-gunakan wewenangnya menerbitkan sejumlah hak milik pada persil eigendom 986 dengan dalil “tanah negara”, tetapi penerbitan hak-hak itu dilakukan pada saat yang terlarang menurut hukum dan juga hak-hak itu diberikan kepada orang-orang yang menurut hukum tidak berhak. Selain Kakanwil, kata Tuasikal, Kepala Kantor Pertanahan Kota Ambon juga harus ikut diusut pihak kepolisian, sebab hak-hak yang cacat itu didaftarkan dan diterbitkan sertifikat hak padahal diketahui penerbitannya pada saat-saat yang terlarang dan juga bukan kepada orang yang berhak. Ditanyakan tentang hak-hak manipulatif itu, Tuasikal mengatakan sejak tahun 2016 sebagian sudah dilaporkan Komite Nasional Penyelamat Asset Negara (Kom-Nas PAN) Kota Ambon kepada Kapolda Maluku namun tidak ditindaklanjuti entah apa alasannya. Hak-hak yang dilaporkan Kom-Nas PAN saat itu, katanya, antara lain HM No. 111 seluas 12.000m2 atau 1,2 Ha di Tanah-Rata yang sekarang diganti dengan HM No. 4315/Batumerah atas nama Suita Tandra dan HM No. 112 seluas 22.222 m2 atau 2,22 Ha di Kampung Oihu dan sekitar atas nama Max Angkisan. Hanya sekarang ini dia cocern pada 5 (lima) hak milik atas nama Khoe Tjeng Jaoe dan Richan Kusno di RT 004/RW 008 Tanah Rata, meliputi 3 (tiga) hak milik diterbitkan Kakanwil BPN Maluku dan 2 (dua) lainnya didapat melalui jual-beli di depan PPAT. Ke-3 hak milik produk Kakanwil BPN Maluku, menurut Kho Tjeng Jaoe dan Richan Kusno dalam dalil gugatannya sebagaimana terungkap pada putusan No. 7/Pdt/2016/PT.Amb tgl 4 Mei 2016 jo No. 47/Pdt.G/2014/PN.Amb tgl 21 September 2015, terdiri dari HM No. 927/Batumerah dengan keputusan tgl 21 April 1998 No. 88/HM/BPN.MAL/98, kemudian HM No. 928/Batumerah melalui keputusan tgl 21 April 1998 No. 90.A/HM/BPN.MAL/98 dan HM No. 963/Batumerah atas dasar keputusan tgl 30 September 1998 No. 353/HM/BPN.MAL/1998. Sementara ke-2 hak lainnya yang didapat melalui jual-beli di depan PPAT, yaitu : HM No. 847/ Batumerah tgl 13 Desember 1997 dengan akta No. 300/152/Sirimau/JB/XII/1997 ditambah HM No. 896/Batumerah tgl 27 Maret 1998 melalui akta No. 104/51/Sirimau/JB/III/98. Dalam pada itu, berdasarkan bukti putusan No. 340 K/Pdt/2002 tgl 3 Oktober 2002 jo No. 07/Pdt/ 1999/PT.Mal tgl 22 Maret 2000 jo No. 99/Pdt.G/1997/PN.AB tgl 25 April 1998, sejak bulan Mei 1997 sampai tgl 3 Oktober 2002 persil eigendom 986 sementara menjadi “obyek sengketa” di Pengadilan dan dalam perkara ini Kakanwil BPN Maluku dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Ambon terlibat sebagai “turut tergugat”. Artinya putusan ini membuktikan ke-3 HM produk Kakanwil BPN Maluku mau pun yang diperoleh dari jual-beli di depan PPAT sampai pendaftarannya oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Ambon semuanya terjadi “pada saat persil eigendom 986 ini sedang menjadi obyek sengketa di pengadilan”, dan tentu hal ini diketahuinya secara jelas. Padahal, imbuhnya, Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah pada psl 39 menentukan larangan bagi PPAT menerbitkan akta jual-beli dan psl 45 mengatur larangan bagi Kepala Kantor Pertanahan mendaftar sesuatu hak atas tanah apabila tanah itu sedang menjadi “obyek sengketa di pengadilan”. Selain itu, bila benar persil eigendom 986 ini tanah negara dengan berlakunya UU No. 1 tahun 1958, maka menurut UU No. 5 tahun 1960 adalah “obyek landreform” yang peruntukannya diatur dalam PP No. 224 tahun 1961 yang telah diubah dengan PP No. 41 tahun 1964. Singkatnya, urai Tuasikal, PP No. 224 tahun 1961 menentukan orang-orang yang berhak diberikan hak milik dari tanah-tanah ini bermula Petani Bekas Penggarap disusul lain-lain golongan Petani, itu pun luasnya tak lebih 10.000m2 atau 1 Hektar dan harus dikelola atau digarap sendiri sebagai tanah pertanian. Faktanya, tutur Tuasikal, baik Khoe Tjeng Jaoe mau pun Richan Kusno dua-duanya bukan bekas Penggarap dan bahkan bukan Petani melainkan Pengusaha. Tak heran, setelah memperoleh hak milik rupanya hanya dipakai sebagai jaminan bank seperti beberapa hak lainnya, sedangkan tanah itu dibiarkan terlantar ditumbuhi pepohonan dan tanaman liar sehingga akhirnya ditempati warga. Mengakhiri keterangannya Tuasikal mengatakan, berhubung belakangan ini sertifikat hak-hak yang diterbitkan secara manipulatif ini ada yang dipakai menagih bahkan tak jarang memakai “tenaga-tenaga ala preman” menekan warga, maka dia berharap Kapolda Baharudin Djafar tidak lagi menunda-nunda apalagi membiarkannya seperti laporan Kom-Nas PAN dahulu tetapi segera saja memerintahkan pengusutan, sedangkan dia siap datang memberikan keterangan serta mengajukan bukti-bukti surat serta saksi-saksi. [ Red/Akt-13 ] Munir Achmad Aktual News
Sumber: