Di simpang Jalan di Belakang Warung Pak Makmun

Di simpang Jalan di Belakang Warung Pak Makmun

Sebuah Esai di Tengah Masa Pandemi   Aktual News-Hari masih gelap usai makan sahur sebelum waktu subuh handponeku berdering tiga kali, tiga kali kubiarkan hingga yang ke empat kali baru kuangkat setelah menyelesaikan makan sahur. " Astaga dari redaksi, " kataku seraya mencoba untuk mengangkatnya. " lya bos...siap..sekarang bos ?... ga kepagian bos ?...oke ...oke siap.." jawabku. Aku langsung mengeluarkan sepeda motor bututku yang tak terurus lengkap dengan peralatan liputan untuk mengklarifikasi janda cantik seberang kampung yang baru saja ditinggal pergi suaminya lantaran wabah yang saat ini sedang melanda belahan dunia, pagi buta aku berangkat mengejar deadline, belum sempat mencuci muka belum sempat aku ke belakang handphoneku berdering lagi dari Redaksi tugas pagi menanti. Matahari belum muncul, mata sepet belum tidur. Bersama motor bututku kutemui Marfuah disudut jalan, di persimpangan di belakang warung pak Makmun. "Hah..untuk apa menemui Janda cantik yang baru saja ditinggal pergi suaminya yang baru kemarin meninggal ? " Entahlah..si bos nyuruh gue kesini...urgen, cari tahu dan ungkap misteri kematian suaminya yang katanya terkena Covid-19 lantaran tak mengikuti aturan untuk tidak berdiam diri di rumah, " ujarku dalam hati. Marfuah yang baru saja mengalami kesedihan ditinggal suaminya belum setahun menikah harus menerima kenyataan pahit. Suaminya meniggal terkena virus Covid- 19 yang sedang mewabah di Negeri ini, namun ia tetap berjuang mempertahankan hidup, bekerja serabutan untuk mencari makan. Bukan ia tak mengikuti aturan PSBB, tapi..karena kebutuhan hidup untuk sang istri terpaksa ia harus berjuang dan bekerja apa saja untuk bisa bertahan. Namun perjuangannya kandas lantaran ia harus melawan penyakitnya lantaran virus yang menggerogoti tubuhnya hingga ia terpapar dan meninggalkan sang istri tercinta. Pagi itu di belakang rumahnya yang yang tak seberapa besar tempat ia mengontrak, Marfuah menceritakan hasil Rapid test atas meninggal suaminya, ia dinyatakan positip terkena Covid-19 dan ia juga harus menunggu Medis menjemput untuk dikarantina. Miris, pagi itu hasil wawancaraku dengan Marfuah, disudut jalan aku berdiam diri memandangi lampu jalan yang mulai dimatikan lalu-lalang kendaraan mulai ramai..aku bergegas pergi dengan segenggam informasi yang baru saja kudapatkan. " Siap mbak.terimakasih atas keterangannya..semoga mbak sehat dan cepat pulih kembali." ujarku. Dengan sepeda motor butut aku menyalakan motorku untuk bergegas menyusun laporan hasil infestigasiku soal misteri kematian bang Rofiq suami Marfuah yang tinggal di kontrakan kampung sebelah. Rofiq dan Marfuah pasangan pasutri yang belum lama menikah, hidupnya yang pas-pasan tak membuat Rofiq berputus asa untuk berjuang mencukupi kebutuhan hidup. Saat pandemi Covid-19, mereka tampaknya semakin terpuruk apalagi pasca PSBB diberlakukan Rofiq yang biasanya berjualan sayur tampak lesu, akhirnya dia mencari alternatif untuk bekerja serabutan untuk memenuhi tuntutan hidup. Bantuan pemerintah ia tak mendapatkan mungkin karena datanya tidak valid atau karena Kartu Tanda Penduduknya tidak terdaftar dalam katagori pemberian Bansos. ***   " Bagaimana hasil klarifikasinya..benarkah hasil Rapid testnya positif ?.." ujar pimred di ruang redaksi. "Benar bos...dan saya sudah klarifikasi pihak rumah sakit dan hasilnya benar seperti dituturkan Marfuah." kataku. "Tinggal satu lagi untuk menghubungi pihak terkait soal bansos untuk istrinya, " kata pimred di meja redaksinya sambil berkutat di depan PC, " Siap bos." timpalku. Berita duka baru saja kudengar dari tetangga sebelah, satu dari anggota kelurganya yang menjadi status PDP akhirnya menghadap ilahi, satu persatu berita soal kematian akibat Covid-19 masih terdengar. Semoga saudara-saudara kita yang terkena wabah mendapatkan tempat yang layak disisiNya, seiring dengan bulan yang penuh barokah ini serta keluarganya diberikan kesabaran dalam menerima takdir Ilahi ini. Usai pemakaman yang dilakukan petugas dari tim medis yang menjadi garda terdepan dalam menangani kasus pandemi ini, semoga para petugas diberikan kesehatan dan iklas dalam melaksanakan tugasnya. Belum selesai pemberitaan soal tetangga, kasus Marfuah tetangga kampung mengalami hal yang sama, sore hari saat ashar tiba aku melihat kerumanan warga namun mereka dari kejauhan menjaga jarak, saat kutanya kepada salah seorang warga apa yang terjadi dengannya. " Marfuah meninggal mas..baru saja petugas medis membawa ke kampungnya untuk dimakamkan. " Inallilahi.." ucapku dengan nada terkejut, beberapa hari ia sempat di rawat dan di jemput tim medis, namun Tuhan telah memanggilnya. Saat terakhir aku wawancarai soal kematian suaminya, Marfuah sudah terlihat seperti ada kejanggalan dengan menjaga jarak saat aku terakhir bertemu. "Ya, Allah semoga kedua pasutri ini diterima amal baiknya, " ucapku dalam hati. Pandemi ini memang merubah segalanya, baik kehidupan sosial dan juga perekonomian mengalami dampaknya. Semua orang tampak ketakutan, resah pemberlakuan pembatasan berskala besar dilakukan, semua portal kampung setiap gang ditutup, rumah ibadah sepi. Semoga cobaan dan musibah yang sedang melanda negeri ini akan cepat pulih, kita hanya bisa berharap dan berdoa dibulan Ramadhan ini semoga Tuhan memberikan jawaban agar wabah ini segera berakhir. Hari menjelang maghrib, rumah kontrakan itu sudah mulai sepi, di simpang jalan di belakang warung pak Makmun suasana menjadi hening tak terlihat lagi lalu-lalang orang ataupun kendaraan bagaikan kota mati. Keheningan ini akan bisa terjawab untuk kita renungkan dalam hati, drama kehidupan yang sulit dimengerti, coba kita bertanya pada ilalang saat senja mulai terbenam bersama hembusan angin, selamat jalan suadaraku kehidupan kekal menanti di sana. [ Red/Akt-01 ]   UG DANI Aktual News

Sumber: