FPII Setwil Provinsi Lampung dan Pengurus Resmi Dilantik
Bandar Lampung, Aktual News- Forum Pers Independent Indonesia atau yang biasa disebut FPII kini semakin mengepakkan sayapnya di berbagai provinsi di tanah air tercinta ini. Kini giliran Provinsi Lampung yang mendapatkan kesempatan dilantik dan dikukuhkan oleh organisasi pers yang terkenal dengan anti diskriminasi & kriminalisasi terhadap wartawan tersebut. Ketua Presidium FPII, Kasihhati dengan didampingi oleh Sekretaris Nasional (Seknas) FPII, secara langsung melantik serta mengukuhkan sekaligus pengurus Sekretariat Wilayah (Setwil) Propinsi Lampung dan 10 Koordinator Wilayah FPII sePropinsi Lampung, yang diadakan pada hari Rabu (27/11/2019) bertempat di gedung serba guna LPMP, Jalan Gatot Subroto, Bandar Lampung. Dalam sambutannya Ketua Presidium FPII ini menuturkan, bahwa awal berdirinya FPII merupakan sebuah bentuk langkah yang diambil oleh para pendiri FPII karena melihat beberapa tahun belakangan ini kinerja Dewan Pers sudah keluar dari UU Pers No.40 tahun 1999. "Salah satu diantaranya terkait seringnya terjadi kriminalisasi terhadap pers yang diterima secara langsung baik oleh Media maupun Wartawan sebagai dampak dari kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Dewan Pers. Hal ini kami nilai sudah jauh lari dari tupoksi sebenarnya Dewan Pers itu sendiri," ungkap Bunda Kasihhati , sapaan akrab Ketua Presidium FPII ini. Oleh karena itu, Kasihhati menilai saat ini Dewan Pers telah berubah fungsi menjadi hakim yang mengadili dan mengangkangi lembaga resmi pemerintah dalam hal ini khusus nya Kementerian Hukum dan HAM. Lebih kurang sekitar 34.000an Media Online yang ada di Indonesia diklaim ilegal, karena media tersebut tidak mendaftar atau menjadi Konstituen dari Dewan Pers. "Padahal telah jelas diketahui bahwa badan hukum dari setiap media tersebut resmi dikeluarkan oleh Kemenkumham, namun tetap juga dinilai illegal, sehingga membuat kita bertanya, siapakah Dewan Pers ? Hingga terkesan arogansi, sehingga Kementerian Hukum dan HAM yang mengeluarkan badan hukum mereka dianggap sebagai lembaga Negara yang tidak resmi juga," ujarnya. Lebih lanjut diungkapkan oleh Kasihhati, bahwa berdasarkan pasal demi pasal di dalam UU Pers, jelas tak ada satupun pasal yang menyatakan bahwa Media harus mendaftar atau wajib menjadi Konstituen Dewan Pers. "Dan perlu di ketahui, bahwa ada lebih dari 100 triliun belanja iklan nasional yang diberikan kepada media-media setiap tahunnya. Dan disinilah awal mula permasalahannya, surat edaran yang dikeluarkan oleh Dewan Pers kepada Instansi Pemerintah baik itu di tingkat Pusat, Provinsi dan Daerah agar tidak melakukan kerjasama kepada Media-media yang tidak menjadi konstituen atau terdaftar di Dewan Pers, hal ini sebenarnya ditujukan untuk menguasai belanja iklan tersebut. Berbagai cara mereka lakukan untuk mematikan perusahaan-perusahaan Pers yang notabene merupakan bagian dati UMKM," paparnya lebih jauh. "Namun kami juga sangat menyayangkan hal tersebut marak terjadi karena adanya kesan pemerintah daerah kurang jeli, sehingga para pemimpin daerah mulai dari Gubernur, Bupati/Walikota turut serta andil bahkan sampai mengeluarkan PERDA guna mendukung surat edaran Dewan Pers tersebut," ungkap wanita yang tegas dan energik itu. Namun yang menjadi pertanyaan adalah, apakah para pejabat tersebut turut serta mendukung surat edaran Dewan Pers yang notabene bukan lembaga Negara daripada Kementerian Hukum dan HAM yang sudah jelas merupakan lembaga resmi negara? Dan apakah kedudukan dari surat edaran Dewan Pers jauh lebih tinggi dari UU PERS No. 40 Tahun 1999? Lalu, apakah pejabat tersebut tidak memikirkan dampak yang ditimbulkan akibat matinya perusahaan-perusahaan pers di daerahnya masing-masing? Yang mana seharusnya media-media kecil dan menengah tersebut dapat dibina serta mendapatkan pembinaan karena telah turut serta memberikan kontribusi untuk mengurangi jumlah angka pengangguran. Seharusnya, masalah belanja iklan daerah dapat dinikmati oleh perusahaan-perusahaan Pers lokal sehingga laju pertumbuhan ekonomi perusahaan pers ditingkat daerah dapat tetap berjalan,” tegasnya. Kasihhati juga mengakui masih banyak oknum-oknum wartawan yang bekerja tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik. "Dan inilah salah satu tugas yang diemban oleh FPII untuk menunjukkan profesionalitas dalam bekerja, menghindari pemberitaan HOAX, menjalankan fungsi kontrol sosial dalam bekerja,” imbuhnya. Kasihhati juga menerangkan, bahwa FPII sangat mendukung adanya Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Namun FPII sangat menolak keras bila seseorang yang belum melaksanakan UKW di cap bukan Wartawan. Kedepannya, seluruh wartawan dari sekitar 430 media yang telah tergabung di FPII akan melaksanakan UKW, yang akan bekerjasama dengan Dewan Pers Independent (DPI) dan lembaga resmi negara yaitu Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). "Ini akan kita lakukan, karena selama ini sertifikasi UKW yang ada dan telah dikeluarkan oleh Dewan Pers (tidak melalui BNSP,”_ terang Kasihhati. Terakhir, wanita superior ini mengintruksikan kepada seluruh jajaran FPII Setwil Provinsi Lampung dan Korwil Se-Provinsi Lampung, untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dalam menyajikan berbagai informasi yang dapat mencerdaskan masyarakat. "Juga untuk mampu memberikan informasi yang dapat membangun Provinsi Lampung dengan lebih baik kedepannya serta dapat menjalin kemitraan dengan seluruh Instansi Pemerintah, TNI-POLRI dan stakeholder lainnya," ujarnya. Dalam kesempatan tersebut, turut hadir diantaranya Sekretaris Nasional (Seknas) FPII, WH Sihombing, Ketua Deputy Jaringan FPII Pusat, Rommy Marantika, Ketua FPII Setwil Provinsi Lampung, Aminudin beserta jajarannya, Para Ketua Korwil Se-Provinsi Lampung dan jajarannya serta rekan - rekan tamu dari TNI-Polri, Instansi Pemerintahan, Organisasi serta tamu undangan lainnya. [ Red/Akt-01 ] Aktual News dok.FPII
Sumber: