Tanjungbalai Karimun, AktualNews — Sidang pembuktian akhir perkara sengketa lahan antara PT KSP dan 179 warga Bukit Cincin kembali digelar di Pengadilan Negeri Tanjungbalai Karimun, Senin (7/7/2025).
Sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Edi Sameaputty, SH, MH, bersama dua Hakim Anggota, Gracious K.P Peranginangin dan Tri Rahmi Khairunnisa, SH, berfokus pada penyerahan dan verifikasi bukti tambahan dari kedua belah pihak.
Dalam persidangan, baik kuasa hukum penggugat maupun tergugat menyerahkan dokumen tambahan yang diminta oleh majelis hakim. Kuasa hukum warga Bukit Cincin menegaskan bahwa bukti-bukti yang mereka serahkan menunjukkan legalitas awal penguasaan lahan oleh masyarakat.
Tak hanya itu, pihak tergugat juga menyoroti bahwa terdapat pihak-pihak lain yang menguasai lahan namun tidak digugat oleh PT KSP, seperti organisasi Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI) DPW Kepri dan kantor Media Signal Global Kepri yang beroperasi di lokasi tersebut dan telah mengantongi izin resmi dari Kominfo, kelurahan, serta Kesbangpol Kabupaten Karimun.
"Ini menunjukkan adanya cacat formil dalam gugatan, yang dalam hukum dikenal sebagai Error in Persona Plurium Litis Consortium—yakni gugatan yang kurang pihak, yang berimplikasi pada tidak dapat diterimanya gugatan tersebut," jelas kuasa hukum warga.
Lebih lanjut, pihak tergugat juga menyampaikan keberatan atas bukti tambahan dari penggugat. Mereka menyebutkan bahwa dokumen tersebut diunggah ke sistem e-Court di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh pengadilan.
"Sidang pembuktian tambahan baru dimulai 30 Juni hingga 7 Juli 2025, tetapi penggugat sudah mengunggah bukti sejak 16 Juni. Ini melanggar Pasal 24 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 7 Tahun 2022 tentang administrasi perkara dan persidangan elektronik. Selain itu, bukti juga belum diberi materai serta belum dilegalisasi sesuai aturan," tegas pengacara warga.
Keberatan tersebut telah diterima dan dicatat secara resmi dalam berita acara oleh majelis hakim. Pengacara warga berharap agar bukti-bukti yang dinilai bermasalah tersebut tidak dijadikan bahan pertimbangan dalam putusan akhir demi menjunjung tinggi asas keadilan dan kepastian hukum.
"Ini adalah kesalahan prosedural yang bersifat fundamental. Kami harap majelis hakim dapat menolak bukti tersebut demi tegaknya supremasi hukum yang berkeadilan dan netral," pungkasnya.
Sidang selanjutnya dijadwalkan berlangsung secara daring pada Senin, 21 Juli 2025, dengan agenda pembacaan kesimpulan dari masing-masing pihak.***