Mencintaimu dalam Diam

Ilustrasi/AI--
Entah mengapa bayang wajahmu selalu hadir menemani langkahku.
Malam semakin larut udara dingin menyusup kulitku hingga ke tulang, aku tak perduli rasa ini menjebak hatiku biarlah kutelusuri malam ini berjalan pelan di sudut jalan yang masih basah setelah hujan tadi sore. Nyanyian malam terlihat sepi, hanya sesekali terdengar suara kendaraan yang melintas. Langkahku bergema di antara bangunan tua, menyatu dengan hembusan angin yang membawa aroma tanah basah.
Aku berhenti di bawah lampu jalan yang redup, menatap bayanganku sendiri pada genangan air. Malam ini begitu sunyi, seakan tahu perasaan yang tengah bergejolak. Aku menarik napas panjang, mencoba mengusir sesak yang sudah terlalu lama bersarang di dadaku.
Entah mengapa bayang wajahmu selalu hadir menemani langkahku.
Aku tak pernah menyangka akan mencintaimu.
Aku sadar cintaku tak kan pernah menjadi nyata aku hanya menganggapmu sebagai tetangga karena kita dibatasi oleh dinding rumah.
Tapi mengapa aku begitu terobsesi kepadamu, kau adalah perempuan yang begitu sempurna penuh senyum, dan memiliki cahaya di matamu yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Aku hanya bisa melihatmu dari balik dinding saat menyiram bunga di halaman rumah, berbincang dengan anak-anak kecil atau sekadar duduk di teras sambil membaca buku.
Aku masih ingat, suatu sore hujan turun deras. Aku baru saja pulang kerja ketika melihatmu berdiri di depan pagar, terjebak tanpa payung. Tanpa berpikir panjang, aku menawarkan payungku.
"Kau tidak membawa payung?" tanyaku.
Kau menoleh dan tersenyum. "Lupa. Aku pikir hujannya tidak akan sederas ini."
Aku hanya tersenyum canggung saat kau menerimanya. Entah mengapa, sejak saat itu aku mulai memperhatikanmu lebih sering. Setiap pagi ketika aku membuka jendela, aku melihatmu menyiram tanaman. Setiap sore, aku mendengar suaramu berbincang dengan anak-anak tetangga. Dan setiap malam, aku sering kali melihat bayanganmu dari balik jendela rumahku.
Tanpa kusadari, aku jatuh cinta, meskipun aku tahu cinta ini salah. Kau sudah bersuami.
Aku tahu,tapi aku berpikir lagi mencintai seseorang bukanlah sebuah kesalahan. Aku tidak bisa memilih kepada siapa hatiku akan berlabuh. Cinta memang tak mengenal kasta, tak peduli pada batasan duniawi.
BACA JUGA:Senyum yang Mengoyak Hati
Tapi aku juga tahu, takdir tidak pernah berpihak padaku.
Aku hanyalah seorang pria yang mencintaimu dalam diam.
Sering kali aku bertanya pada diri sendiri, mengapa perasaan ini begitu kuat? Mengapa aku tidak bisa menghapus bayanganmu dari pikiranku? Aku mencoba menjauh, mencoba mengalihkan perhatian, tapi semakin aku berusaha, semakin dalam perasaan ini menusuk jiwaku.
Malam semakin larut, dan aku masih duduk di bangku taman dekat rumah kita. Angin berhembus lembut, membawa serta kenangan yang seharusnya kulupakan
Kupejamkan mata ini membiarkan diriku tenggelam dalam jeritan hati yang tak bisa kusampaikan.
Aku masih ingat suatu malam, aku berdiri di balik jendela, melihat kau dan suamimu duduk di teras rumah sambil bercengkerama. Kalian tertawa, berbagi cerita, seolah dunia hanya milik kalian berdua.
Saat itu, aku merasa seperti orang bodoh.
Aku sadar, aku tidak punya hak untuk cemburu. Aku tidak punya hak untuk berharap. Aku hanya bisa mencintai dalam diam, merasakan sakitnya mencintai seseorang yang tidak mungkin bisa kugenggam.
BACA JUGA:Kan Kuikat Hatimu dengan Cinta yang Berbeda
Sejak saat itu, aku sering menghindar. Jika kita berpapasan di jalan, aku hanya tersenyum singkat dan berlalu. Jika aku mendengar suaramu dari balik dinding, aku menutup telinga. Aku berharap, dengan menjauh, perasaan ini akan memudar.
Tapi aku salah.
Perasaan ini semakin dalam, semakin menyiksa.
Jeritan hati yang tak pernah kau dengar.
Malam semakin larut gerimis membasahi malam yang kian larut menambah dingin dan menusuk hatiku, Aku menarik jaketku lebih erat, membiarkan langkahku membawaku entah ke mana.
Aku berhenti di depan rumahmu. Lampu teras masih menyala, menandakan kau belum tidur. Aku menatap jendela kamarmu yang tertutup, bertanya-tanya apakah kau juga sedang terjaga seperti aku.
Aku hanya bisa berdiri di sini, mendengarkan jeritan hatiku sendiri.
Aku sadar, aku harus menerima kenyataan. Aku harus belajar hidup dengan perasaan ini, tanpa pernah berharap lebih.
Aku akan tetap mencintaimu, tapi cukup dalam diam.
Aku akan tetap menunggu, meskipun aku tahu kau tidak akan pernah datang padaku.
BACA JUGA:Terlalu Lama Pergi
Aku akan tetap menyimpan kenangan tentangmu, meskipun aku tahu itu hanya akan menyakitiku lebih dalam.
Aku menatap langit yang masih diguyur hujan. Aku tersenyum pahit.
Biarlah jejak waktu mencatat bahwa aku pernah mencintaimu---meski hanya dalam diam.***
Cerpen ini juga terbit di Kompasiana dengan judul yang sama
Sumber: