Kan Kuikat Hatimu dengan Cinta yang Berbeda

--
Angin Pagi dan Bayanganmu
Udara pagi berhembus lembut, membawa aroma tanah basah sisa hujan semalam. Di balik jendela yang setengah terbuka, secangkir kopi mengepulkan asap tipis, melayang bersama pikiranku yang kembali tertuju padamu. Kau, yang entah sejak kapan menjadi bagian dari pagi-pagiku, hadir dalam bayang-bayang yang enggan menghilang.
Aku mengaduk kopi dengan perlahan, membiarkan sendok kecil berputar di dalam cangkir seiring putaran ingatan tentangmu. Harum rambutmu, suara tawamu, dan cara kau menyipitkan mata saat tertawa masih jelas terlukis dalam benakku. Aku bertanya-tanya, apakah hari ini kau juga akan muncul di sudut jalan, berjalan dengan langkah ringan seperti biasa?
Aku menyandarkan tubuh di kursi, membiarkan angin pagi menerpa wajahku. Jendela kamarku menghadap ke taman kecil yang memisahkan rumah kita. Aku selalu menunggu pagi, bukan karena ingin menyapa dunia, tapi karena ingin melihatmu—meskipun hanya dari kejauhan.
BACA JUGA:Sebelum Kau Pergi Dari Sudut Hatiku
Kau dan Senyuman Itu
Dulu, aku tak pernah berpikir akan sejauh ini menyimpan rasa. Aku, lelaki biasa dengan rutinitas sederhana, mendadak menjadi seseorang yang begitu mengamati setiap gerak-gerikmu.
Pagi itu, aku kembali melihatmu. Rambutmu tergerai, terbawa angin, membuat beberapa helainya menutupi wajahmu. Kau tertawa kecil saat berusaha menyibaknya, dan di detik itu, aku merasa dunia berhenti berputar.
Aku masih mengingat saat pertama kali kita bertemu. Di sebuah toko buku kecil di pusat kota, saat kau berusaha meraih sebuah novel di rak tertinggi. Tanpa berpikir panjang, aku menawarkan bantuan. Kau tersenyum dan berkata, “Terima kasih.”
Sejak saat itu, aku mulai memperhatikanmu. Aku tahu di mana kau biasa duduk di taman, kafe mana yang sering kau kunjungi, dan lagu apa yang sering kau dengarkan. Aku bukan penguntit, hanya seseorang yang diam-diam mencintai dalam batasan yang bahkan tak berani kulangkahi.
Cinta yang Berbeda
Aku bukan pria yang pandai merangkai kata. Tidak sepertimu yang bisa menulis puisi indah dalam buku catatanmu. Aku mencintaimu dengan cara yang berbeda—bukan dengan kata-kata indah atau keberanian untuk mengungkapkan perasaan secara langsung, tapi dengan menatapmu dari kejauhan, dengan membiarkan hatiku tetap bergetar tanpa harapan akan balasan.
Suatu pagi, aku memberanikan diri untuk lebih dekat. Kau duduk di bangku taman, membaca buku seperti biasa. Aku berjalan mendekat, berpura-pura mencari tempat untuk duduk. Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi lidahku kelu.
Sumber: