Pembaruan UU Tipikor: Langkah Strategis Mewujudkan Indonesia Bebas dari Korupsi di Era Global
--
“Perlu pembaruan UU Tipikor, misalnya saja rumusan pasal 2 dan pasal 3, agar tidak dijadikan alat tawar-menawar dalam proses penegakan hukum. Jika ada revisi, sebaiknya pasal 2 dan 3 disatukan, dan kerugian perekonomian atau keuangan negara yang ditimbukan pelanggarnya dapat dijadikan pemberat sanksi pidananya,” saran Laode.
BACA JUGA:Audiensi KPK-Kejaksaan: Bahas Sinergi Pemberantasan Korupsi
*Alasan Utama Perlunya UU Tipikor Baru*
FGD yang digelar KPK, yang juga menjadi rangkaian kegiatan jelang Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2024, didasari oleh lima alasan utama mengapa pembaruan Undang-Undang Tipikor sangat mendesak. Pertama, Indonesia telah meratifikasi _United Nations Convention against Corruption_ (UNCAC) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006, namun hingga kini, UU Tipikor belum sepenuhnya mengakomodasi mandat-mandat yang diwajibkan oleh UNCAC. Beberapa substansi hukum yang dimandatkan oleh konvensi ini sangat penting untuk melawan korupsi yang telah diakui sebagai _extraordinary crime_. Tanpa penguatan regulasi yang sesuai, Indonesia berpotensi tertinggal dalam penegakan hukum di kancah internasional.
Kedua, telah lebih dari dua dekade UU Tipikor diberlakukan tanpa perubahan signifikan. Hukum selalu tertatih mengejar perkembangan zaman, sesuai adagium _"het recht hinkt achter de feiten aan"_. Modus operandi kejahatan korupsi terus berkembang, mulai dari pengelabuan penegak hukum hingga teknik menghindari jerat hukum. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang telah menyerap sebagian inti delik tipikor, regulasi ini memerlukan pembaruan agar tetap relevan dalam menjerat pelaku korupsi.
*Pembaruan UU untuk Mendukung Visi Pemerintahan yang Maju*
Indonesia membutuhkan kapasitas yang kuat dalam urusan internasional untuk mendukung visi menjadi negara maju, juga menjadi alasan ketiga yang mendasari urgensi pembaruan UU Tipikor. Penguatan kapasitas ini salah satunya dapat dicapai dengan memperbarui UU Tipikor agar sesuai dengan standar internasional, sehingga kerja sama dalam melawan korupsi lintas negara dapat lebih efektif.
BACA JUGA:Hadiri G20 Brasil, KPK Sampaikan 3 Poin Utama Pemberantasan Korupsi Sektor Sumber Daya Alam
Alasan keempat, selaras dengan visi Asta Cita Pemerintah 2024-2029, korupsi harus diberantas secara menyeluruh. Pembaruan UU Tipikor sejalan dengan kebutuhan reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta pentingnya penyeimbangan antara penegakan hukum dan pencegahan korupsi. Dengan memperkuat pemulihan kerugian keuangan negara, pembaruan ini akan mendorong keberlanjutan reformasi yang lebih kokoh.
Argumentasi terakhir tentang urgensi ini sejalan dengan histori dimana pada September 2023, Tim Percepatan Reformasi Hukum di bawah Kemenko Polhukam mengeluarkan rekomendasi agar UU Tipikor segera direvisi. Rekomendasi tersebut mencakup adopsi delik-delik penting, seperti _foreign bribery_, _illicit enrichment, trading in influence_, dan _bribery in the private sector_. Target penyelesaian revisi UU ini adalah pada 2025, yang menjadikannya momentum penting dalam memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Pembaruan UU Tipikor tidak hanya akan menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan hukum global, tetapi juga memberi landasan kuat bagi Indonesia untuk melawan korupsi dengan pendekatan yang lebih modern dan efektif. Beberapa isu penting yang perlu didalami dalam pembaruan ini termasuk reformulasi tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara, kriminalisasi gratifikasi, serta pengaturan tegas terhadap praktik memperdagangkan pengaruh dan suap di sektor swasta.
Dengan segera terealisasinya pembaruan UU Tipikor, Indonesia diharapkan dapat memperkuat penegakan hukum terhadap kejahatan korupsi yang semakin canggih dan kompleks, serta memperkokoh posisi dalam kerjasama internasional di bidang pemberantasan korupsi.***
Sumber: