Kapolri Kudu Evaluasi PRESISI Mulai Jajaran Polsek, Polres, Polda Hingga Mabes
image/RRI--
Jakarta, AktualNews-Momentum atau momen sudah lazim digunakan ketimbang bahasa Indonesianya. Definisinya _a very brief period of time_, waktu yang sangat singkat.Selama setahun paling ada beberapa momen yang kerap dimanfaatkan orang untuk memulai, mengakhiri atau menandai sesuatu.
Kapolri Jenderal Lystio Sigit Prabowo menyuarakan momen periode kekuasaannya sebagai orang nomor satu di Kepolisian Republik Indonesia dengan menawarkan program Presisi saat di depan anggota DPR dari Komisi III dalam rangka seleksi kelayakan (Fit and Proper Test).
Adapun inti dari PRESISI Polri adalah kebutuhan akan sebuah sistem dalam menyatukan seluruh layanan data, memberikan kemudahan dalam membuat/membangun sebuah layanan baru, mengintegrasikan layanan yang telah ada dan membuat sebuah standarisasi layanan dari hulu hingga hilir. Lystio membangun kepemimpinan 2021-2024 dengan tagline transformasi POLRI PRESISI yang merupakan abreviasi dari PREdiktif, responSIbilitas, dan transparanSI berkeadilan.
Analisis prediktif merupakan jenis teknik analisis data yang digunakan untuk membuat prediksi tentang suatu kejadian di masa depan. Jenis teknik analisis ini mempelajari hubungan-hubungan antar variabel, kemudian membuat suatu model statistik yang dapat memprediksi suatu nilai dari kejadian masa depan.
BACA JUGA:Pelaku Tawuran Anak dibawah Umur, Polda Sumut: Proses Hukum!
Listyo menjelaskan lebih lanjut bahwa responsibilitas Polri kedepannya harus dimaknai sebagai rasa tanggungjawab yang diwujudkan dalam ucapan, sikap, dan perilaku setiap melaksanakan tugas. Hal tersebut dilakukan demi menjamin kepentingan dan harapan masyarakat dalam menciptakan keamanan.
Semangat Tranparansi Berkeadilan Melalui Presisi oleh Kapolri hendaknya tidak menjadi slogan KOSONG. Oleh karena itu Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang pernah mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/6/2021) tidak melupakannya. Dalam Raker tersebut diantaranya membahas program 100 hari dan program prioritas Kapolri, pengungkapan kasus-kasus aktual, dan tindak lanjut atas pengaduan masyarakat.
Seorang pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengingatkan agar semangat transparansi berkeadilan yang digagas Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo lewat konsep "Presisi" tidak hanya menjadi slogan kosong.
Kapolri diminta bisa menurunkan konsep itu lewat program dan tindakan yang konkret di lapangan. Jangan sampai tawaran Restorative Justice yang dijadikan tawaran utama oleh pihak kepolisian di dalam menangani perkara yang sebenarnya tidak perlu sampai naik ke tahap dua (pelimpahan) ke kejaksaan tidak berjalan dengan semestinya.
Ambil contoh kasus yang terjadi di Polres Jakarta Utara dimana sejak awal diketahui terjadi perselisihan antara dua orang bersaudara. Sang abang menyuruh staf-nya untuk membuat laporan polisi (LP) terhadap sang adik yang 20 tahun lebih bekerja di perusahaan dengan dugaan tindak pidana pasal 372,374 dan 378 KUHP.
Dalam keterangan awal pihak Terlapor sudah menjelaskan dengan gamblang bahwa tidak benar apa yang telah dilaporkan oleh Pelapor. Semua bukti-bukti tertulis telah mengindikasikan bahwa tidak ada dasar LP yang dibuat oleh staf perusahaan yang melapor tidak pidana tertulis di atas. Terlapor sudah mengatakan bahwa ia sudah melunasi kedua unit kendaraan yang dimaksud dalam lembar Laporan Polisi.
Dalam acara konfrontir pertama, Kamis (2/11/2023) para kuasa hukum dari Terlapor mencatat keanehan yang terjadi. Pertama, staf pelapor sering berkata "lupa", "tidak tahu", "bukan saya" dan sejenisnya. Padahal dalam administrasi yang dituduhkan dalam dugaan tindak pidana tersebut jelas-jelas berkaitan erat dengan pekerjaan si staf Pelapor. Bagaimana mungkin ia terus mengelak demi terus menyudutkan pihak Terlapor?
BACA JUGA:Lantamal I Laksanakan Penyegaran Hukum Laut Internasional 2024
Kedua, mengapa penyidik tidak mau menghentikan suara-suara dengan intonasi yang mendominasi dari pemilik perusahaan alias Direktur Utama yang berada di samping Pelapor? Padahal jelas suara sang bos bernada "tekanan" kepada staf-nya. Meski itu hanya kata-kata, "Sudahlah jangan takut, Jangan ragu, katakan saja yang sebenarnya, "ujarnya.
Sumber: