Kejati Maluku Inkonsisten, KPK Didesak Segera Supervisi Penyidikan Kasus WFC Namlea
Maluku,Aktual News-Gara-gara Kejati Maluku di Jln Sultan Hairun Ambon dinilai inkonsisten alias tidak konsisten dalam penerapan hukum bahkan cendrung diskriminatif, lembaga antirasuah KPK RI didesak segera menurunkan tim untuk melakukan supervisi terhadap jalannya penyidikan kasus korupsi dalam proyek Water Front City (WFC) di Namlea Kabupaten Buru yang dibiayai dana APBN tahun 2015 lalu. Sebab kasus ini naik ke tahap penyidikan sudah lebih setahun dalam hal tersangka dinilai berpotensi mengulangi kembali perbuatan dan juga mudah menghilangkan atau merusak barang-bukti antara lain dengan mempengaruhi saksi-saksi namun sampai sekarang dia dibiarkan bebas. Padahal dalam beberapa kasus korupsi lain yang kualifikasinya lebih sederhana antara lain kasus dana BOS yang nilainya jauh lebih rendah, tak lama setelah masuk tahap penyidikan malah buru-buru dilakukan penahanan terhadap tersangka. Desakan terhadap pentingnya supervisi langsung oleh KPK RI terhadap jalannya penyidikan kasus korupsi proyek WFC Namlea pada Kejati Maluku dikemukakan Oyang Orlando Petrusz SH, Pemerhati Hukum di Kota Ambon. Dihubungi melalui telepon selulernya, pagi hari Rabu 30/1, Oyang Orlando yang juga mantan PNS pada Pemda Takalar di Sulawesi Selatan ini mengaku prihatin mengikuti proses hukum berbagai kasus korupsi dan gratifikasi yang selama ini terjadi di Maluku khususnya yang digarap kejaksaan, tidak kecuali kasus korupsi dalam proyek WFC Namlea di Buru. Dia mengaku tahu sejak awal Desember 2017 kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan dengan menetapkan beberapa orang sebagai tersangka antara lain anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Kabupaten Buru, Sahran Umasugi yang juga adik kandung Bupati Buru, Ramly Umasugi, bahkan tersangka sudah datang mengembalikan sebagian uang kerugian negara, yang berarti sudah ada pengakuan atas perbuatannya. Tetapi Kejaksaan malah inkonsisten, sebab, berbanding terbalik dengan beberapa kasus korupsi lain yang umumnya buru-buru dilakukan penahanan tak lama setelah usai penetapan tersangka, maka dalam kasus ini tersangka Sahran dibiarkan berkeliaran bebas. Jaksa, kata dia, terkesan tidak merasa terbebani padahal pembiaran ini terang-benderang di mata publik, sehingga otomatis akan memicu timbulnya penilaian minor yang justru malah merusak reputasi korps Adhyaksa sendiri. Apalagi dengan telah dikembalikannya sebagian uang kerugian negara sama artinya tersangka sendiri telah mendeklarasikan perbuatan-perbuatan apa saja yang disangkakan padanya oleh Penyidik. Terpisah, dari Namlea Kabupaten Buru, salah seorang tokoh masyarakat yang menolak namanya disebut di dalam berita ini membenarkan Sahran sampai saat ini masih bebas berkeliaran tidak ditahan. Menjawab pertanyaan apakah benar di Namlea tersangka Sahran kelihatan bebas, dengan nada masygul sumber ini mengatakan : “informasi itu benar, dia tidak ditahan walau pun sejak lebih setahun yang lalu seantero warga tahu dia sudah jadi tersangka kasus korupsi proyek WFC. Banyak orang heran, karena sudah lebih satu tahun jadi tersangka tetapi Jaksa sangat bermurah hati membiarkan dia bebas tidak ditahan, padahal dalam kasus-kasus lain tersangka cepat-cepat ditahan. Sebagian orang menduga ini tidak gratis, wallahu’alam bissawab”. Ditanyakan lagi bagaimana kira-kira tanggapan masyarakat luas, Sumber mengaku banyak orang kecewa dan malah ada yang khawatir. Kecewa karena Jaksa dinilai telah berlaku diskriminatif bila dibandingkan dengan kasus-kasus lain di mana tersangka cepat-cepat ditahan, khawatir karena Sahran selain sebagai adik-kandung Bupati Ramly, dia juga anggota DPRD setempat, tentu mudah merusak alat bukti misalnya dengan mempengaruhi saksi-saksi agar nanti memberikan keterangan berbeda yang meringankan dirinya. Bahkan menurut sumber, sangat mungkin Sahran mengulangi kembali perbuatannya karena dengan status berlapis seperti itu mudah sekali untuk mendapatkan sesuatu proyek apalagi yang dibiayai dengan APBD Kabupaten Buru. Oleh karena itu, mengakhiri pembicaraannya melalui media ini Sumber meminta agar Ketua KPK RI DR Agus Rahardjo membentuk Tim dan memerintahkannya turun langsung ke Ambon untuk melakukan supervisi atas penyidikan kasus ini pada Kejaksaan Tinggi Maluku. Ini menurut dia merupakan pilihan terbaik, agar Penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku mau bergegas, minimal dengan melakukan penahanan terhadap SU sehingga tidak menimbulkan kecurigaan publik yang nantinya malah akan berdampak merusak citra Korps Adhyaksa sendiri.[ Red/Akt-13] Munir Achmad Aktual News foto: Oyang Orlando Petrusz, SH
Sumber: