JPU Abaikan Kadis PUPR, KPK Diminta Take-Over Kasus WFC Namlea

Senin 07-12-2020,07:18 WIB
Reporter : Aktual News
Editor : Aktual News

Maluku, Aktual News-Gara-gara menunggu sekian lama proses hukum atas kasus pembangunan proyek Water Front City (WEC) Namlea Kabupaten Buru di Maluku terkesan sudah dihentikan sampai pada beberapa orang yang sebagiannya dinilai hanya melakoni peran-peran terbatas sedangkan sebaliknya Kepala Dinas PUPR yang menjabat saat itu, Ir Puji Wahono S.Pi, diabaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU), akhirnya Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) mendesak Pimpinan KPK RI segera melakukan “take-over” mengambil-alih kasus ini dan melanjutkan penyidikannya. Alasan mantan Kepala Dinas PUPR yang mengaku seakan-akan gara-gara ditekan dinilai sangat prematur, sebab mestinya jika itu benar maka saat ditekan dia bisa melaporkan sekaligus meminta perlindungan hukum pada pihak kepolisian mengingat penekanan atau pemaksaan yang didalilkannya itu mengandung resiko dirinya harus membuat keputusan menyimpangi ketentuan perundang-undangan. Demikian pendapat yang dikemukakan Ketua Umum KAKI, Drs. Hi. Zawawi, saat ditanyakan tentang penyidikan kasus proyek Kementerian PUPR tahun 2015-2016 itu yang nampaknya sudah diakhiri JPU Kejaksaan Tinggi Maluku di Ambon hanya sampai pada Sahran Umasugi, mantan Anggota DPRD yang juga adik kandung Bupati Buru, Ramly Umasugi. Seperti telah beberapa kali diberitakan media ini (Baca Berita : Kejati Maluku Inkonsisten, KPK Didesak Segera Supervisi Penyidikan Kasus WFC Namlea, edisi 30 Januari 2019), pada tahun anggaran 2015 dan 2016 Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian PUPR mengalokasikan “proyek pembangunan Water Front City (WFC)” kepada Pemerintah Kabupaten Buru di Maluku melalui Dinas PUPR di Namlea. Tahun 2015. Pembiayaan proyek ini dialokasikan dalam 2 (dua) tahun anggaran, masing-masing tahun 2015 dan tahun 2016, pada saat itu Kepala Dinas PUPR dijabat  Puji Wahono selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), sedangkan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) diangkatnya Sri Jurianti ST MT, salah satu Stafnya. Entah bagaimana pelaksanaan pelelangannya, ternyata pekerjaan proyek ini ditangani oleh Sahran Umasugi yang saat itu sementara menjabat sebagai Anggota DPRD Kabupaten Buru dari Fraksi Partai Golkar. Sahran memakai salah satu perusahaan dari luar Kabupaten Buru yang konon lazim disebut dengan istilah “pinjam bendera”, yaitu CV. Aego Media Pratama yang berkedudukan di Masohi Kabupaten Maluku Tengah. Status perusahaan ini terungkap baru saja dinaikkan dari CV menjadi PT menjelang saat-saat pelaksanaan proyek tahap II tahun 2016. Tahap I realisasi fisik belum mencapai 100% hanya dilakukan penimbunan memakai tanah-tanah buangan dari gusuran lahan bandara di Namniwel dan belum dilakukan pemancangan “tiang beton” sesuai bestec, namun anggaran proyeknya pada Dinas PUPR dicairkan sampai 100 %. Kemudian, walau pun dengan begitu mestinya tergolong “bermasalah”, namun dalam lanjutannya pada tahun 2016, perusahaan ini kembali memenangi lelang dan melanjutkan pekerjaan proyeknya. Ternyata, sebagaimana terungkap dalam persidangan yang diselenggarakan di Pengadilan Tipikor/ PN Ambon terhadap para terdakwa terungkap, besaran anggaran untuk membiayai pembangunan proyek WFC Namlea ini sesuai nilai kontraknya pada tahun 2015 Rp 4.911.700.000,- dan tahun 2016 Rp 3.158.116.000 totalnya sebesar Rp 8.069.816.000,-. Besaran kerugian negara sesuai hasil perhitungan BPK RI sebesar Rp 6.638.791.370,26 berarti 82,27 % dari total anggarannya. Gara-gara kasus ini, akhirnya 4 (empat) orang diseret sebagai “pesakitan” oleh JPU Kejati Maluku, masing-masing : Syahran yang disebut-sebut sebagai “Pemilik Proyek” dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Sri Jurianti bersama Muhammad Duwila salah satu shohib Sahran yang diposisikannya dalam proyek ini selaku Kuasa CV. Aego Media Pratama dan Konsultan Pengawas Ridwan Pattilouw. Ke-4 orang ini sekarang sudah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Ambon, terakhir Ridwan Pattilouw yang sempat buron dan baru ditangkap di Jln Sultan Thana RT 017/RW 00 Desa Beringin Kecamatan Pasar Jambipada hari Rabu 11 November 2020 lalu oleh “Tim Tabur” yang merupakan gabungan dari Kejaksaan Tinggi Maluku bersama Kejaksaan Agung RI dan Kejaksaan Tinggi Jambi. Tetapi menurut Zawawi yang juga pensiunan ASN Pem-Prov DKI ini, dihentikannya proses hukum atas kasus ini hanya sampai pada ke-4 orang terpidana itu tidak cukup dengan kata lain tidak memenuhi rasa keadilan, sebab ada orang-orang lain yang mestinya ikut dimintai pertanggungjawaban malah sengaja diabaikan. Salah satu diantara orang-orang yang dimaksudkan itu, tukasnya, antara lain Puji Wahono yang saat itu sedang menjabat Kepala Dinas PUPR selaku Kuasa Pengguna Anggaran. Menurut dia, jika secara filosofis apa yang terungkap dalam putusan hakim merupakan fakta hukum, maka dalam putusan hakim ada peran Puji Wahono, dalam arti tidak semata-mata hanya terpidana PPK Sri Jurianti sendiri. Inilah sebabnya dia berpendapat sangat beralasan apabila Pimpinan KPK memerintahkan jajarannya untuk melakukan “take over” mengambil-alih kasus ini dan melanjutkan penyidikannya dengan memperhadapkan semua orang yang patut dituntut bertanggungjawab, satu dan lain Puji Wahono.[ Red/Akt-13
 
Munir Achmad Aktual News Foto : Drs. Hi. Zawawi
Tags :
Kategori :

Terkait