Jakarta, Aktual News-Tamrin Gailea, seorang lelaki pencari keadilan berusia 72 tahun, dari Namlea Pulau Buru di Maluku sudah malang-melintang dalam belantara hukum di negeri ini melewati perjalanan panjang dan berliku-liku sekedar ingin mengais sepotong keadilan, namun upayanya yang tak henti-henti sejak sepuluh tahun silam itu laksana tak berujung. Ditemui hari Minggu (1/3) lalu di kediamannya sementara di “Kompleks Perumahan Panorama Indah” Jln Raya Tengah Condet Jakarta Timur, lelaki berusia senja dan tak bisa melihat lagi alias buta ini menuturkan detil perjalanan panjang yang telah dilaluinya hingga sekarang.
Menurut penuturannya, upaya mencari keadilan ini terkait sebidang tanah yang diatasnya terdapat “Penginapan Emalamo” di Desa Fagudu Kecamatan Sanana Maluku Utara. Di atas tanah ini, tutur Tamrin, sejak ayahnya almarhum Ludin Gailea masih terikat perkawinan dengan ibunya Rahia Gailea almarhummah selaku isteri ke-1, telah didirikan sebuah bangunan rumah semi-permanen yang ditempati bersama-sama, berempat dengan kakaknya almarhummah Ratna Gailea. Setelah ayahnya Ludin menikahi isteri ke-2 Rugaya Lupi lalu menempati rumah itu, dilakukan renovasi dan selanjutnya dialihfungsikan sebagai “Penginapan Emalamo”.
Dari perkawinan ayahnya dengan isteri ke-2 Rugaya, lahir seorang anak-perempuan bernama Nur Ain Gailea yang berprofesi sebagai PNS/ASN dan sekarang sudah pensiun tinggal di Kota Ternate. Sementara Rugaya sebelum memasuki perkawinannya sebagai isteri ke-2 Ludin itu sudah memiliki seorang anak perempuan bernama Nur Hayati yang dibawa masuk dalam perkawinan itu sehingga dipelihara dan dirawat bersama-sama Nur Ain. Nur Hayati, anak-bawaan isteri ke-2 almarhum Ludin, kemudian menikah dengan Ahmad Alwi di Sanana dan memperoleh beberapa orang anak antara lain Helmi Alwi.
Selang beberapa waktu setelah ayahnya Ludin wafat pada hari Senin 8 Agustus 1988, Tamrin selaku anak laki-laki sulung mengambil inisiatif mengajukan permohonan pada Pengadilan Agama Ambon untuk menetapkan siapa-siapa saja ahliwarisnya. Dalam rangka sidang, Pengadilan secara patut memanggil Rugaya selaku isteri ke-2 almarhum namun panggilan itu diabaikan. Akhirnya Hakim menetapkan ahli waris almarhum Ludin meliputi dirinya, Tamrin, bersama kakaknya Ratna dari anak-anak isteri ke-1 Rahia, susul Rugaya selaku isteri ke-2 bersama Nur Ain anak-biologis almarhum, kemudian anak-anak isteri ke-3 terdiri dari Muhammad Djamal Gailea Dkk.
Sejak tahun 1990an Tamrin bersama anak-anak almarhummah Ratna selaku ahliwaris Ludin dari isteri ke-1 Rahia datang menemui Rugaya dengan maksud membicarakan tanah lokasi penginapan itu secara kekeluargaan sebab asal tanahnya adalah harta-bersama almarhum Ludin dan Rahia saat masih terikat sebagai suami-isteri, namun iktikad baik itu tak pernah mau diladeni. Bahkan saat Rugaya mau pun Nur Hayati sudah meninggal dunia Tamrin bersama anak-anak almarhummah Ratna selaku ahliwaris yang berhak datang menemui Helmi Dkk, bukan saja iktikad baik itu ditolak melainkan tak luput kata-kata tak senonoh pun dilontarkan.
Tak terima dengan perlakuan Helmi Dkk maka tahun 2011 peristiwa penguasaan tanah secara sewenang-wenang ini dilaporkan pada pihak Kepolisian Resort Sula di Sanana, tetapi menunggu sampai tahun 2013 bukannya diproses hukum malah diarahkan agar diperkarakan secara perdata. Terpaksa karena persoalan biaya, gugatan perdata baru bisa diajukan Tamrin pada tahun 2017 di Pengadilan Negeri Labuha awal tahun 2017, tetapi putusan Hakim menyatakan “gugatan tidak dapat diterima” karena kabur gara-gara nama-nama tergugat dinilai mengandung kesalahan serius.
Hanya dari perkara ini terungkap beberapa fakta baru disertai bukti-buktinya yang mengungkapkan tanah itu ternyata telah dikuasai atau dimiliki secara melawan hukum oleh Rugaya isteri ke-2 almarhum Ludin bersama anak bawaannya Nur Hayati hingga turun pada anak-anaknya Helmi Alwi Dkk. Intinya, tandas Tamrin, tanah itu telah diterbitkan “sertifikat pengganti” atas nama Rugaya Lupi dan anak-bawaannya Nur Hayati bersama Nur Ain anak-biologis dari perkawinannya dengan almarhum Ludin. Untuk itu dibuatnya Surat Penyerahan dengan menyebut batas-batasnya sesuai batas-batas tanah hasil-usaha almarhum Ludin bersama isteri ke-1 almarhummah Rahia serta Surat Keterangan Ahli Waris Ludin Gailea tgl 8 Juli 1997. Padahal bukti-bukti surat ini isinya nyata-nyata bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya, ditambah pula, Nur Ain sendiri mengaku tak tahu soal penyerahan tanah dan tidak pernah melihat Surat Keterangan Ahli Waris itu, apalagi hingga membubuhi tandatangan.
Karena Helmi Dkk bersikeras ingin tetap menguasai atau memiliki tanah ini bahkan sampai telah diketahuinya perbuatan itu nyata-nyata didasarkan pada bukti-bukti yang palsu atau dipalsukan, maka akhirnya Tamrin mengambil langkah hukum mengajukan laporan/pengaduan langsung kepada Kabareskrim Polri di Jln Trunojoyo No. 3 Jakarta Selatan. Dia berharap, melalui Kabareskrim kasus ini diproses hukum secara professional dan akuntabel disemangati hakekat kebenaran sambil tetap menjunjung tinggi nilai-nilai filosofis Tribrata-Polri, agar endingnya bisa mewujudkan rasa keadilan dan kepastian hukum.[ Red/Akt-13 ]
Munir Achmad
Aktual News
Terkait Laporannya, Gailea Minta Kabareskrim Berpihak Pada Kebenaran dan Keadilan
Selasa 10-03-2020,18:38 WIB
Editor : Aktual News
Kategori :