Jakarta, AktualNews - Siapa yang dimaksud dengan lelaki pengecut? Apakah lelaki yang takut berenang, takut berkuda, takut maju menjadi imam sholat atau takut berbicara di depan orang banyak? Semuanya tentu saja bukan.
Kita semua tahu, bahwasanya lelaki itu menang dalam memilih dan perempuan menang dalam menolak. Lelaki bisa memilih perempuan mana saja yang ia mau, mulai dari perempuan dari kalangan bangsawan hingga dari kalangan rakyat jelata.
Bagi perempuan, kemenangan yang ia raih adalah dengan menolak. Dengan menolak, maka ia terhindar dari suguhan madu yang telah berisi racun. Melalui cara halus ia menang dalam menghadapi bujuk rayu lelaki yang ujung-ujungnya merugikan dirinya. Inilah hakikat jatidiri lelaki dan perempuan.
Perilaku pengecut sering berkaitan dengan sikap penakut dan munafik. Sikap ini yang menjadi haram bagi seorang pemimpin. Sikap ini (pengecut) berarti hilangnya keberanian untuk tampil karena menghindari tanggung jawab atau konsekuensi yang harus ditanggung.
BACA JUGA:Ternyata Stres Menyebabkan Masalah Kulit Serius, Bagaimana Mengatasinya?
Ketentuan menang dalam memilih dan menang dalam menolak ibarat hukum alam yang berlaku dimana pun saat ini. Bila keduanya ingin berkesesuaian maka niscaya terjadi harmonisasi. Sang lelaki telah menang dalam memilih, dan sang perempuan menang dalam menolak setelah ikrar Ijabkabul dibaca di depan penghulu.
Perempuan yang berjalan dalam keakraban dengan lelaki dianggap telah menang dalam menolak bujuk rayu dan paksaan sekalipun. Artinya, ia dianggap sudah sebagai milik sang lelaki yang telah menang dalam memilih.
Tapi, kenyataan di lapangan jauh berbeda. Sang perempuan yang akrab dengan seorang lelaki ternyata tidak sepenuhnya hasil dari pilihan sang lelaki. Lebih banyak lelaki yang hadir dalam keakraban pergaulan barulah masuk dalam fase berpura-pura belaka.
BACA JUGA:Sejarah Panjang Konflik Palestina – Israel Hingga Detik Ini
Lelaki bisa pura-pura sayang, pura-pura perhatian dan 222 pura-pura lainnya. Sedangkan yang perempuan yang terkecoh sudah mabuk. Image masyarakat pun terbangun keduanya sudah pasangan jadi alias menikah. Namun begitu sang lelaki menunjukkan karakter sesungguhnya yaitu masih dalam taraf memilih alias belum menjatuhkan pilihannya, maka rugilah perempuan yang kalah dalam menolak.
Berapa banyak hamil di luar nikah terjadi karena tidak memahami filosofi "lelaki menang memilih dan perempuan menang menolak". Itu sebab Islam melarang adanya pacaran, karena pacaran mendekati perbuatan terkutuk.
Tapi, di negeri gemah ripah loh jenawi dengan upaya penghancuran Keislaman yang disyiarkan Rasulullah SAW terjadi begitu massif. Mereka dihancurkan melalui perjudian, miras dan narkoba serta pelacuran. Sedangkan ulama pun dikerdilkan dengan cara merapat ke penguasa, diadudomba satu lain, dibiarkan ajaran sesat berkembang-biak. Mau kemana lelaki dan perempuan yang tidak paham jati dirinya?***