Presidensil sistem kita sudah cacat karena kita memasukkan unsur unsur parlementer. Dalam presidensil sistem kita, yaitu ketika misalnya penguasa atau pejabat merekrut seorang menteri atau pejabat setingkat menteri dianggap menyogok partai politik.
BACA JUGA:Fraksi PDIP DPRD Sumut Dorong Standarisasi Pariwisata
Tegasnya, partai politik itu sudah dikerangkeng, anda tidak boleh loh ngomong berbeda apa yang sudah digariskan oleh kekuasaan. Contoh omnibus law itu gila.
Bayangkan putusan Makamah Konstitusi mengatakan tolong omnibus law diperbaiki dalam legitasi yang normal dalam 2 tahun. Apa yang dilakukan oleh presiden Jokowi? Ia keluarkan Perppu, dan re-install lagi yang nanya omnibus LAW tsb.
Suprrsise dan DPR menerimanya dan MK juga tidak membatalkannya padahal sudah jelas jelas melanggar keputusan mahkamah Konstitusi tidak ada kita komitmen berbangsa yang sesuai konstitusi itu yang kan sangat konstitualistik dalam menghormati keputusan MK.
Giliran Pilpres, putusan MK minta dihormati. MK sudah memutuskan tapi yang terkait dengan giliran omnibus law tidak ada yang berani bicara keputusan MK. Kalau kita bicara tentang fasum politik, kalau anda kalah janganlah minta-minta kursi.
Janganlah menyamakan kritik kepada Anis Bawesdan dengan kondisi Ganjar. Anies berasal individual, sehingga ia tidak memerlukan raker untuk mengatakan ya atau tidak untuk beroposisi. Beda dengan Ganjar. Ganjar memerlukan raker untuk mengatakan iya atau tidak. Hari ini Ganjar mengatakan beroposisi tapi nanti kalau Raker tgl 24 Mei 2024, di situ PDIP akan menjawab.***
Suta Widhya SH
Sekjen Komunitas Cinta Pemilu Jujur Adil (KCP-Jurdil)