Jakarta, AktualNews -Kultur masyarakat Nadhlatul Ulama (NU) adalah penuh humor dan guyub. Muhaimin adalah salah seorang santri NU yang kembali ke "khittah" nya tadi malam saat Debat Cawapres versi kedua tadi malam Minggu, 21 Januari 2025 di Jakarta Convention Center, Jakarta.
Sebelumnya Muhaimin di Debat Cawapres pertama (Debat Capres II) sempat keteteran saat Gibran bertanya tentang SGIE. Akronim asing yang dibaca dengan lidah Indonesia totok. Padahal bila Muhaimin memakai "jurus NU" bisa balik tanya, "Apakah dimaksud SGIE, sego goreng iwak entok? Kalau itu saya suka menjawabnya, karena dipastikan halal, saudara Gibran."
"Tidak mau mengalami hal yang sama, Minggu malam sekira pukul 20, kelakuan Gibran terlihat nyeleneh lagi dengan mengomentari, "... Sehingga perlu lihat catatan ya, Gus Imin?" Sentil Gibran saat ingin menjawab pertanyaan yang dilontarkannya kepada Muhaimin."Ungkap Pengamat Hukum Politik Suta Widhya, Senin 22 Januari pagi di Jakarta.
BACA JUGA:Suta Widhya: Apakah Masih Ada Orang Purba di Ibukota Jakarta?
"Ya, perlu saya lihat catatan ini. Yang penting ini bukan catatan Mahkamah Konstitusi," jawab Muhaimin dengan tangkas. Cawapres dari paslon AMIN nomor 1 mengimbangi sindiran Gibran dinilai sangat tepat. Khalayak ramai pasti tahu beginilah sikap humoris warga NU di lapangan.
Acara debat relatif terjadi serang menyerang terkait mutu pemikiran. Berkali-kali, baik Muhaimin dan Mahfud MD menilai bahasa yang ditampilkan oleh Gibran tidak layak untuk kelas pemimpin tingkat nasional. Bahkan bantahan, "pertanyaan saudara Gibran tidak layak dijawab pun terlontar karena debat tadi malam bukan sekelas cerdas cermat yang fokus di bidang hapalan semata.
BACA JUGA:Suta Widhya: Mother Theresia Yang Ikhlas
" Kaum muda yang cerdas dan bijak tentu akan paham bahwa sosok yang bijak bukanlah seperti yang ditampilkan oleh Gibran. Terlihat membungkuk-bungkuk seperti hormat pada seorang, tapi pada kenyataan sangat beda," Tutup Suta. ***