Petani Tidak Pernah Menikmati Benar Kenaikan Harga Sayur Mayur di Pasar

Minggu 14-01-2024,22:26 WIB
Reporter : Hans SW
Editor : UG DANI

Surabaya, AktualNews -Saat ini ibu-ibu di wilayah Balongsari, Surabaya Barat, Jawa Timur menjerit dengan kenaikan bahan pokok rumah tangga. Mengapa begitu? Baiklah kami sampaikan kondisi yang terjadi saat ini:

Tomat awalnya Rp. 8000 menjadi 24.000.

Brambang atau bawang merah semula Rp.18.000 menjadi 30.000

Bawang putih Rp. 22.00 menjadi Rp. 40.000

Tepung beras  1 Kg Rp.11.000 menjadi Rp.15.000.

Beras Pinpin juga naik dari Tp.12.000 menjadi Rp.14750

Wortel naik gg begitu banyak dari Rp.9000 menjadi Rp.12.000

Kentang Rp.11.500 menjadi Rp.18.000

Cabe dari Rp.20.000 menjadi  Rp.80.000.

Semua harga dengan kondisi kenaikan seperti di atas bisa jadi berlaku di wilayah Indonesia lainnya. Tapi, apakah para petani merasakan dampak positif yang signifikan untuk terjadinya perubahan hidup yang luar biasa? Ternyata tidak.

BACA JUGA:Rahasia Memulai Usaha Agar Sukses

Kenaikan semua komoditas di atas yang meraup keuntungan  adalah para pengepul, broker, tengkulak, pedagang dan pihak lain di luar orang-orang yang berpredikat sebagai petani. Kesulitannya, petani tetap tidak berubah.

Kondisi petani yang tidak pernah makmur sejahtera seakan menjadi fitrah atau takdir yang harus dijalani tanpa bisa dilawan. Itu karena petani tidak pernah punya nilai tawar yang tinggi sehingga hidup selalu di bawah kekuasaan para kapitalis.

BACA JUGA:Mau Dikejar Uang? Berikut Caranya di Kupas Tuntas Bersama Tokoh Masyarakat Akademis Asal Nias Dr.Yusman Dawolo

Pakar koperasi Chairul Hadi menjelaskan, kondisi petani tidak akan maju jika tidak ada koperasi yang telah dipancangkan oleh Bung Hatta sesuai dengan Pasal 33 ayat 1 UUD 1945. Menurutnua, andai para petani fokus hanya memproduksi dan segala kebutuhan dan produk yang dihasilkan dijual ke koperasi, maka nasibnya tentu akan berubah lebih baik.

Kategori :