Jakarta, AktualNews -PARA Syndicate bersama Komunitas Masyarakat Simalungun (KMS) menggelar forum publik bertajuk “Tuan Rondahaim Saragih: Pejuang Kemerdekaan Tanah Simalungun yang Terlupakan” di kantor PARA Syndicate JakartaJumat, 27 Oktober 2023.
Forum ini membahas ketangkasan Rondahaim dalam menghalau penjajahan Belanda, yang menjadikan dirinya patut diberi gelar “Pahlawan Nasional”.
Demikian dikatakan Dr Sarmedi Purba SPOG Pemuka Masyarakat Simalungun kepada wartawan Minggu 29 Oktober 2023.
BACA JUGA:Jatanras Sat Reskrim Polres Simalungun Diduga Tutup mata terkait judi di kabupaten Simalungun Raya
Adapun yang dimaksud dengan “Pahlawan Nasional” ialah suatu gelar yang diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada Warga Negara Indonesia (WNI) atau yang berjuang melawan penjajahan kolonial Belanda di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), atau semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan.
Pada 1999 lalu, Tuan Rondahaim Saragih merupakan Penerima Bintang Jasa Utama Republik Indonesia sehingga disebut pantas mendapat gelar “Pahlawan Nasional”. Saat ini tengah dilakukan pengusulan agar Rondahaim diberi gelar “Pahlawan Nasional” melalui Kementerian Sosial dan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (DGTK). Selanjutnya, tinggal menunggu keputusan terakhir dan tertinggi Penganugrahan Pahlawan Nasional oleh Presiden.
Diterangkan Dr Sarmedi Purba SPOG Sejumlah narasumber hadir dalam forum yaitu Dosen Program Magister Ilmu Sejarah Universitas Sumatera Utara Dr. Suprayitno, Guru Besar Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Prof. Dien Madjid, Dosen Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Dr. Johan Wahyudi, dan Pemuka Masyarakat Simalungun Dr.med Sarmedi Purba. Turut hadir pula Sesepuh Masyarakat Simalungun Prof. Bungaran Saragih. Adapun forum dipandu oleh Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo dan Direktur Eksekutif Nation and Character Building Institute (NCBI) Juliaman Saragih.
“Proses pengajuan (Rondahaim Saragih) menjadi pahlawan sudah berjalan. Harapan dan doa saya, keinginan untuk mengubah dari ‘calon pahlawan nasional’ menjadi ‘pahlawan nasional’ terwujud,” ungkap Prof Bungaran.
Dalam kesempatan itu, Dr.med. Sarmedi Purba menjelaskan bahwa Rondahaim merupakan ahli strategi perang. Rondahaim, lanjutnya, berjuang mengangkat senjata untuk mengusir pasukan Belanda yang masuk ke Simalungun pada periode 1885 sampai 1891. “Beliau bisa memobilisasi ribuan rakyat Simalungun… Beliau satu-satunya raja dari Sumatera Utara yang tidak pernah ditangkap Belanda,” katanya.
“Beliau meninggal karena sakit. Baru lima tahun kematiannya, pasukan Belanda baru berani datang ke Kerajaan Raya untuk memaksa puteranya Tuan Kapultakan Saragih mengakui kekuasaan Belanda atas tanah Simalungun,” sambung Pemuka Masyarakat Simalungun ini.
Sementara itu Prof. Bungaran mengatakan bahwa Rondahaim Saragih patut diajukan sebagai pahlawan nasional, meski kerap dianggap hanya berandil di daerah Simalungun dalam menghalau serangan Belanda. “Kita harus ingat, membangun Indonesia itu harus dari daerah,” pungkasnya saat di muka acara.
Adapun Suprayitno menambahkan bahwa Rondahaim punya sikap yang konsisten, tegas, dan pantang menyerah. Sikap-sikap ini membuat Rondahaim disegenai dan dipatuhi oleh rakyat. Selain itu, kata dia, Rondahaim selalu menolak surat undangan Residen Sumatera Timur untuk berunding, “Beliau juga tidak pernah kompromi dengan penjajah. Rondahaim juga menolak tawaran Belanda menjadi ‘Raja Besar’,” ujarnya.
Di samping kegigihannya, lanjut Suprayitno, jangkauan perjuangan Rondahaim juga berdampak di luar Simalungun. “Bukan cuma ke Medan, tapi juga ke Batavia. Bahkan di Negeri Belanda menjadi pembicaraan di parlemen Belanda,” lanjutnya.
Perihal pengusulan gelar “Pahlawan Nasional”, Johan mewanti-wanti kegagalan pengusulan umumnya karena biografi perjuangan yang ditulis, tidak mengutip arsip kolonial. Khusunya bila “tokoh yang diusulkan hidup di masa sebelum era kemerdekaan atau di masa pendudukan Belanda.” Pasalnya, asrip kolonial merupakan sumber primer dalam penelitian sejarah.