Jakarta, AktualNews- Keragaman Nusantara dengan banyaknya suku dan ras merupakan sebuah warisan budaya yang harus kita lestarikan.
Salah satunyanya adalah suku Baduy mengenal lebih dekat suku Baduy dan kearifan lokal di sana, Dilansir dari Harian Bogor Raya Suku Baduy merupakan suku pedalaman di wilayah Lebak Banten Jawa Barat, Baduy atau juga memiliki nama lain yaitu Kanekes.
Populasi mereka lebih kurang 26.000 jiwa terdiri dari Baduy luar dan Baduy dalam, perbatasan kedua wilayah Baduy luar dan dalam ini dibatasi dengan sebuah gubuk.
BACA JUGA:Pro dan Kontra Perpindahan Ibu Kota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN)
Suku Baduy merupakan suku yang memegang teguh aturan nenek moyang dan mereka memiliki prinsip yang harus ditaati.
Beberapa pantangan yang tidak boleh dilanggar bagi pengunjung yang ingin bertandang adalah pantangan mengambil gambar atau foto terutama wilayah suku Baduy dalam.
Baduy dalam terdiri dari tiga desa yaitu , Cikeusik, Cikertawarna, dan Cibeo. Desa Cibeo lebih terbuka terhadap pendatang atau Anda yang berkunjung ke lokasi tersebut, namun Anda juga tetap harus mengikuti aturan
Yang Anda wajib tahu saat berkunjung ke sana adalah dilara saat bertandang yaitu tidak menggunakan sabun, odol, sampo dan bahan kimia lainnya hal ini dikhawatirkan akan merusak alam.
BACA JUGA:Dongkrak Destinasi Wisata Sumut Melalui Pameran Fotografi
Beberapa keunikan lainnya adalah hidup bersama dan saling bergotong royong, dikutip dari laman resmi daerah berikut beberapa keunikan dan kearifan lokal suku Baduy dalam.
Batang Bambu Pengganti Gelas
Larangan lainnya adalah tidak memakai gelas dan piring sebagai alas makan dan minum. Dengan kekayaan alamnya, mereka menggunakan bambu panjang sebagai pengganti gelas, yang menghasilkan aroma khas ketika dituangi air panas.
Perjodohan
Perjodohan dilakukan saat seorang gadis mencapai usia empat belas tahun. Dalam tenggang waktu tersebut, orang tua pemuda masih bebas memilih wanita yang disukainya. Jika belum ada yang cocok, semua harus mau dijodohkan.
Kawalu
Kawalu adalah puasa yang dirayakan tiga kali selama tiga bulan. Saat Kawalu berlangsung, wisatawan hanya boleh berkunjung sampai Baduy Luar saja dan tidak boleh menginap.
Pu’un
Pu’un adalah kepala suku yang menentukan masa tanam dan panen, menerapkan hukum adat, dan mengobati orang sakit. Pu’un sangat dihormati, hanya orang yang berkepentingan khusus dan mendesak yang dapat bertemu dengannya.
Hidup Hemat dan Sehat
Kendaraan bermesin, seperti motor dan mobil, tidak diperbolehkan di Baduy Dalam. Namun, itu tidak menghalangi mereka pergi berkunjung ke kota besar. Mereka menempuh perjalanan dengan berjalan kaki tanpa mengeluh.
BACA JUGA:Destinasi Pariwisata Rangga Wulung Kabupaten Lebak Banten Diserbu Pengunjung
Gotong Royong
Di banyak tempat di Indonesia, sifat gotong royong sudah banyak ditinggalkan. Namun, sifat ini masih dipertahankan oleh suku Baduy Dalam. Terutama saat harus pindah ke daerah yang lebih subur karena mereka merupakan suku nomaden dan penganut sistem ladang terbuka.
Bentuk Rumah Tidak Mencerminkan Status Sosial
Bentuk rumah adat di sini hampir serupa tanpa memandang status sosial. Yang membedakan hanyalah perabot yang terbuat dari kuningan. Semakin banyak perabot kuningan yang dimiliki, semakin tinggi pula status keluarga.
Kebahagiaan yang Sederhana
Wilayah Baduy Dalam gelap gulita saat malam hari sehingga tidak banyak aktivitas yang dapat dilakukan. Malam hari digunakan untuk sekedar berkumpul dan mengobrol bersama keluarga atau tetangga sambil bermain kecapi.
Konsep hidup sederhana ini masih tetap dipertahankan oleh masyarakat Baduy, dan mereka patuh mengikuti aturan nenek moyang yang tak mau melanggar.***