Sejauh A dan Z
Jakarta, AktualNews- Segera Terbit. Menyita hampir enam ribu pembaca di wattpad, dan 1 juta like di Tik-tok, Mey—penulis buku dengan judul “Sejauh A ke Z” berhasil menjadi sorotan sebagai penulis pemula yang namanya terbilang melejit di Media Sosial. Atas segela pertimbangan, Mey merasa sudah cukup mental dan persiapan untuk menerbitkan bukunya tersebut. Meyyoghurt alias Meymey merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Gadis kelahiran 2 mei itu tengah menempuh pendidikan di bangku kelas 11 di SMKN 5 Kuningan. Minatnya dalam menulis bermula sejak bulan Juni 2021. PROLOG *Jakarta Barat, 2019* Di jalanan kompleks yang cukup renggang, seorang gadis berambut ikal tengah asyik menggoes sepeda lipat yang bercorak galaksi. Terpatri senyum indah dari sudut bibirnya. Gadis itu tampak sumringah menyaksikan seorang lelaki di hadapannya melakukan atraksi sepeda. Keduanya melaju dengan kecepatan tinggi, tatkala gemericik air hujan mulai mengguyur jalanan kompleks. Namun, hujan yang semakin deras mengharuskan sepasang sahabat itu berteduh di kafe yang ramai pengunjung. Keduanya basah kuyup, lantaran harus menggoes sepeda beberapa meter untuk mencapai kafe yang dituju. Zia yang tak terbiasa bersimbah air hujan, kini tengah menggigil kedinginan. Jari-jemarinya meremas kuat busana yang ia kenakan. “Ra, aku kedinginan disini. Kita masuk aja, yuk.” Belum sempat ia menapaki teras kafe, langkahnya terhenti oleh pergerakan tangan seseorang yang menahannya dari belakang. “Zi, liat itu!” Bara menunjuk salah satu perkumpulan keluarga yang tengah asyik bercengkerama. Masing-masing dari mereka terlihat menyunggingkan senyumnya lebar-lebar. Obrolan apa yang tengah dibicarakannya? Berbahagia tanpa kehadiran salah satu anggota keluarganya? Bagaimana bisa? “Mereka?” Netra Zia menatap nanar perkumpulan keluarga itu. Langkahnya menyusut. Gadis itu tak kuasa menahan rasa laranya kala menyaksikan orang-orang yang yang kerap menorehkan luka batin dalam hatinya, kini tengah bersenang-senang tanpa beban sedikit pun. Ia juga bagian dari keluarganya. Tak seharusnya selalu dikucilkan tanpa sebab yang pasti. “Kita pulang sekarang, ya.” Bara yang seolah mengerti akan pilu yang gadis itu rasakan, hanya dapat mengusap halus pundaknya. Tangan lelaki itu seketika terulur menyeka bulir-bulir bening yang meruah dari netra sahabatnya. “Kita pulang. Berlama-lama disini Cuma bikin kamu tambah sakit!” tegasnya lagi. Sontak Bara meraih pergelangan tangan Zia untuk membawanya meninggalkan teras kafe. Sejak tadi, gadis itu hanya mematung bisu meratapi orang-orang yang berlalu-lalang ke dalam kafe. Ia berusaha meredamkan amarahnya yang membuncah. Pipinya merah semu. Kubu amarah sudah diujung tanduk. “LEPAAAS!!!” pekik Zia. Gadis itu secepat kilat melesat ke dalam kafe. Tak peduli seberapa banyak pasang mata yang menatapnya heran. Bara yang tak kuasa menahan pergerakan Zia yang secara tiba-tiba, kemudian memburunya dengan langkah sedikit berlari. “APA SUSAHNYA KALIAN AJAK AKU KEMANA PUN KALIAN PERGI!!!” GA PEDULI KEMANA PUN ITU, AJAK AKU!!! SESUSAH ITU HARGAIN POSISI AKU SEBAGAI ANAK KALIAN JUGA!!!” Napas Zia tercekat. Ulu hatinya terasa nyeri. Erik tersentak mendapati keberadaan Zia yang secara tiba-tiba. Terlebih-lebih gadis itu dengan lancang mencerca dirinya di depan khalayak umum. “JAGA UCAPAN KAMU!!! Sontak ia bangkit dari duduknya. Disusul semua anggota keluarganya yang hanya mendelik tajam ke arah Zia yang sudah terisak. “Jaga ucapan? Bukannya terlalu munafik saat menjaga ucapan hanya di depan banyak orang?” Suaranya purau. Deru napas gadis itu tak lagi memburu. “Jaga sikap kamu! Kita ini keluarga terpandang. Hal yang sangat memalukan jika kamu berbuat onar di tempat umum seperti ini!!!” pungkas Erik di sela amarahnya. Pria paruh baya itu naik pitam lantaran Zia sudah mengacaukan acara pesta bersama para kolega bisnisnya. “Kita? Siapa aja yang Papah maksud sebagai kita, Pah!?” sangkal Zia cepat. Di sela-sela isakan, sudut bibirnya mengulum. Ia tersenyum miris. “CUKUP!!!” Lantas Erik menarik kasar pergelangan tangan Zia. Kemudian menyeretnya ke taman belakang kafe. Bara yang tak sudi Zia diperlakukan kasar di depan matanya, sontak menepis tangan kekar pria bengis itu dari tangan Zia. “Jika Anda gagal menjalankan peran menjadi ayah yang bijaksana ... setidaknya berusahalah menjadi orang yang bernorma! Kehancuran reputasi Anda sudah di depan mata, saudara Erik Prawijaya!!!” tandas Bara. Lelaki itu menepis kasar pergerakan tangan Erik yang masih saja bersikeras meraih tubuh Zia. “Tau apa kamu tentang norma? Mencampuri urusan keluarga saya hanya akan membuat posisi kamu tidak aman, Bara! Saya tahu betul dimana titik kelemahan kamu. Keluarga kamu. Dan, kehidupan kamu!” cecar Erik angkuh. Merasa lawan bicaranya kalah telak, lantas pria itu menyeringai. Persetan dengan semua ini. Apakah Erik akan kembali mengulas kejadian lima tahun yang lalu? Sial. “Bawa enyah anak itu dari ruangan ini!” Erik bergegas kembali ke dalam kafe. Pria itu mencampakkan keduanya tanpa perasaan bersalah. Tubuh Zia melemah dalam dekapan Bara. Pandangannya kabur. Kesadarannya kian menyusut. Dan ... ya, tubuh lemahnya runtuh tak berdaya. Bahkan gadis itu masih saja mendapat makian dari sang ayah di situasi seperti ini. Miris. CUKUP!!!” Lantas Erik menarik kasar pergelangan tangan Zia. Kemudian menyeretnya ke taman belakang kafe. Bara yang tak sudi Zia diperlakukan kasar di depan matanya, sontak menepis tangan kekar pria bengis itu dari tangan Zia. “Jika Anda gagal menjalankan peran menjadi ayah yang bijaksana ... setidaknya berusahalah menjadi orang yang bernorma! Kehancuran reputasi Anda sudah di depan mata, saudara Erik Prawijaya!!!” tandas Bara. Lelaki itu menepis kasar pergerakan tangan Erik yang masih saja bersikeras meraih tubuh Zia. “Tau apa kamu tentang norma? Mencampuri urusan keluarga saya hanya akan membuat posisi kamu tidak aman, Bara! Saya tahu betul dimana titik kelemahan kamu. Keluarga kamu. Dan, kehidupan kamu!” cecar Erik angkuh. Merasa lawan bicaranya kalah telak, lantas pria itu menyeringai. Persetan dengan semua ini. Apakah Erik akan kembali mengulas kejadian lima tahun yang lalu? Sial. “Bawa enyah anak itu dari ruangan ini!” Erik bergegas kembali ke dalam kafe. Pria itu mencampakkan keduanya tanpa perasaan bersalah. Tubuh Zia melemah dalam dekapan Bara. Pandangannya kabur. Kesadarannya kian menyusut. Dan ... ya, tubuh lemahnya runtuh tak berdaya. Bahkan gadis itu masih saja mendapat makian dari sang ayah di situasi seperti ini. Miris. Sedangkan dari luar jendela kafe, seorang pria paruh baya sedari tadi menyaksikan dengan seksama percekcokkan yang terjadi di dalamnya. Tangan kekarnya mengepal kuat. Rahangnya mengeras. “Sejauh mana Anda akan melangkah, saudara Erik Prawijaya,” gumamnya. Senyumnya menyeringai. Lantas, ia enyah meninggalkan kafe. Sebelum seseorang menyadari keberadaannya. Status naskah SEGERA DITERTIBKAN.
Sumber: