Suta Widhya: Hukuman Disiplin Yang Diskriminatif dan Subjektif di Lingkup Kementrian Hukum dan HAM
Jakarta, Aktual News-Sebagai seorang Pengamat Lembaga Pemasyarakatan, Suta Widhya SH melihat ada banyak kejanggalan di dalam pemberian hukuman dinas tingkat berat ke Kabid Adkam yang tidak setara dengan apa yang diterima oleh para oknum Ka. UPT atau oknum KPLP yang tersandung kasus narkoba ataupun oknum yang ingin bermain di dalam, baik sebagai user maupun seller. Tidak jelasnya hukuman kepada mereka, contoh saja entah itu oknum Rutan Depok, oknum KPLP Cipinang ataupun oknum KPLP Kembang Kuning ataupun masih banyak lagi oknum-oknum yang belum terungkap. Menurut Suta, pada Jumat (23/7) siang di Jakarta, setelah membaca SK Hukdis tingkat berat tersebut, setidaknya memberikan point kejanggalan terkesan diskriminatif dan subjektif seperti Analisa di bawah ini : Pertama, Pemberian Hukuman Dinas Tikgkat Berat hanya berdasar pengaduan mantan isteri. Kedua, SK ijin cerai dari SEKJEN, tidak di pertimbangkan, dalam pemeriksaan. Padahal surat izin tersebut bisa menjadi dasar penilaian objektivitas dalam mengambil keputusan. Ketiga, Pasal yang dijatuhkan tidak spesifik, hanya UU perkawinan dan PP 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Keempat, Dianggap membahayakan keamanan negara. Kelima, ada kecurigaan Nomor SK hari gini tidak pakai komputer, tapi tulisan tangan, apalagi barcode tidak ada ada sama sekali. Keenam, Tidak ada usulan Hukdis dari Kanwil Jakarta , tapi mengapa bisa muncul SK Hukdis? Ketujuh, Dalam PP 53 Tahun 2010 atasan langsung harus jadi salah satu pemeriksa, tetapi dalam BAP, ternyata atasan langsung tidak pernah memeriksa. Kedelapan, Tidak ada sama-sekali teguran sebelumnya dari atasan. Baik lisan maupun teguran tertulis. Kesembilan, Dalam proses penggalian data, auditur datang ke rumah Kabid Adkam tanpa pemberitahuan, dan datangnya mirip "maling" dan atau "pocong gentayangan". Kesepuluh, Tidak pernah ada konfrontir dari para pihak yang bermasalah. Kesebelas, Auditur terkesan TIDAK NETRAL , hanya bisa mencari salah dan tidak profesional. Apalagi karena tidak adanya "pitih" atau istilah updatenya tdk dapat amunisi dari yang diperiksa. Keduabelas, Tidak ada rekomendasi Inspektorat sebagai dasar untuk SK Hukdis. Ketigabelas, Salinan BAP baik dari Kanwil maupun dari Inspektorat tidak pernah ditembuskan kepada Kabid Adkam. "Dan masih ada beberapa kejanggalan yang bisa diungkap andai kasus ini masuk ke PTUN Jakarta. Kita tunggu kelanjutan PTUN seandainya banding dan keberatan ybs ditolak" tutup Suta.[ Red/Akt-01 ] Aktual News
Sumber: