Heboh Blunder Hukum Di Ambon, 2 Putusan Berbeda Atas Obyek Yang Sama

Heboh Blunder Hukum Di Ambon, 2 Putusan Berbeda Atas Obyek Yang Sama

Maluku, Aktual News-Hari-hari ini, La Padu Ode Maru alias “La Pado” bersama 5 (lima) orang warga di RT 004/RW 06 Kapahaha di Kelurahan Pandan-Kesturi yang konon masuk petuanan-adat Negeri Batumerah Kota Ambon bersama sejumlah rekannya sedang dililit kemasygulan gara-gara putusan pengadilan. Terdahulu, putusan pengadilan yang bermula di PN Ambon sudah inkrackht sejak tahun 2005 menyatakan persil tanah menurut hasil sidang Pemeriksaan Setempat tgl 23 Januari 1998 adalah tanah hak adat “Dati Tumalahu” milik almarhum moyang Tahir Nurlette dari Negeri Batumerah sehingga La Pado dkk membeli beberapa bidang dari tanah itu sesuai luas kebutuhan masing-masing untuk membangun rumah, tetapi belakangan gugatan yang juga bermula di PN Ambon mendalilkan hak atas bidang tanah itu dari bekas persil Eigendom malah dikabulkan. Dibalik kemasygulannya La Pado juga mengaku bingung, sebagai seorang warga yang awam hukum tidak disangka dalam sistem hukum di negeri ini peradilan dibolehkan untuk menjatuhkan “2 (dua) putusan yang saling berbeda satu sama lain terhadap satu obyek yang sama”. Kabar mengenai kemasygulan serta kebingungan yang sementara melilit La Pado bersama ke-5 rekannya warga RT 004/RW 06 Kapahaha dituturkannya sendiri kepada media ini melalui telepon seluler dari Ambon, malam hari Rabu (2/12). Dikatakan, pada tahun 2006 lalu dirinya bersama rekan-rekan membeli tanah dengan ukuran luas sesuai kebutuhan masing-masing untuk membangun rumah. Jual-beli tanah itu dilakukan La Pado dkk dengan ahliwaris almarhum Moyang (Datuk) Tahir Nurlette dari Negeri Batumerah, masing-masing disaksikan 2 (dua) orang Saksi dan diketahui Pemerintah/Raja Negeri Batumerah sendiri. PERTAMA, kata La Pado, jual-beli tanah itu akhirnya bisa dilakukan setelah melihat ada putusan Pengadilan Negeri Ambon No. 99/Pdt.G/1997/PN.AB, putusan Pengadilan Tinggi Maluku No. 07/Pdt/1999/PT.MAL, putusan Mahkamah Agung No. 340 K/Pdt/2002 dan putusan Mahkamah Agung No. 24 PK/Pdt/2005. KEDUA, selain putusan ada juga beberapa produk ikutannya antara lain Berita Acara Eksekusi Setempat dan Papan Pengumuman dari PN Ambon sendiri. Itu pula sebabnya, tuturnya lanjut, tahun 2017 pihaknya diundang Walikota Ambon atas laporan Mientje Simauw seakan-akan sebagai pemilik atas tanah yang ditempati bersama ke-5 rekannya namun undangan itu diabaikan. Selain gara-gara sebagian rekannya berada di luar kota juga karena meyakini putusan Pengadilan itu benar apalagi sampai diajukan PK oleh pihak BPN RI cq Kepala Kantor Pertanahan Kota Ambon namun “ditolak” ditambah pula ada Berita Acara Eksekusi dan Papan Pengumuman yang dipajang secara terbuka pada beberapa tempat umum. Ternyata, pada tahun 2018 lalu atau setelah lampau 10 (sepuluh) tahun berselang dia bersama ke-5 rekannya digugat Mientje Simauw di PN Ambon, hanya karena pihak Nurlette selaku “Penjual” tidak ikut digugat sehingga Majelis Hakim dalam putusannya menyatakan “gugatan tidak dapat diterima”, tetapi pada tingkat banding Pengadilan Tinggi Ambon menerima gugatan itu dan menyatakan tanah itu milik Penggugat, selanjutnya dimohon kasasi malah ditolak oleh Mahkamah Agung RI. Anehnya, sambung La Pado, sesuai dalil Mientje dalam gugatannya, tanah itu diterbitkan haknya (oleh BPN) dari persil ex Eigendom, padahal putusan terdahulu yang sudah inkrackht mengatakan tanah itu adalah tanah hak adat dati Tumalahu, berarti bukan “bekas Eigendom” sesuai dalilnya. Terpisah, Ibhar Pirasouw SH, salah satu Kuasa Hukum La Pado Dkk, ketika dikonfirmasi mengaku menyesalkan putusan yang memenangkan lawannya. Dalam hal ini, tandas Ibhar, putusan banding yang amarnya menerima gugatan Penggugat sampai putusan kasasi yang menolak permohonan Kliennya. Sebab selain sudah ada putusan inkrackht yang mengatakan tanah itu adalah tanah hak adat “Dati Tumalahu” dengan kata lain bukan bekas Eigendom, ditambah pula beberapa produk ikutannya dari PN Ambon sendiri, maka dalam perkara ini pihak Nurlette sebagai “Penjual” yang memberikan hak tidak digugat sehingga Majelis Hakim PN Ambon menyatakan “gugatan tidak dapat diterima”. Lagi pula dalam perkara seperti ini, urainya lagi, ada yurisprudensi tetap Mahkamah Agung yang kaidah hukumnya menentukan Pemberi Hak harus ikut digugat atau dijadikan pihak dalam perkara sebab pihak inilah yang mestinya menjelaskan tentang keabsahan asal hak tersebut. Ini menurut dia bukan saja akan mencederai marwah peradilan di mata khalayak terutama para pencari keadilan melainkan juga berpotensi menjadi pemicu konflik. Sebab menurutnya, atas dasar putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap itu bukan saja La Pado Dkk melainkan ratusan bahkan mungkin ribuan orang yang berdiam di atas tanah itu membeli tanah dari pihak Nurlette. Oleh karena menurut penilaiannya dalam putusan ini terdapat kekeliruan hakim dan kelalaian nyata, maka dia mengaku sedang mempersiapkan upaya hukum permohonan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung RI yang akan diajukan dalam waktu dekat. Dia berharap, kelak nantinya ketika permohonan PK Kliennya diajukan Mahkamah Agung memperbaiki putusannya pada tingkat kasasi dengan melihat fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan dari putusan terdahulu serta adanya Penjual yang tidak ikut digugat disamping fakta di lapangan bahwa di atas tanah ini bukan saja La Pado Dkk melainkan terdapat ribuan orang yang mendapat hak dari Nurlette berdasarkan putusan terdahulu yang sudah berkekuatan hukum tetap. [ Red/Akt-13 ]       Munir Achmad Aktual News Foto : La Padu Ode Maru (Tengah/Memakai Kopiah).

Sumber: