Minggu 09-08-2020,17:30 WIB
Jakarta, Aktual News-Desakan Tapmonia Tuasikal bagi Kapolda Maluku untuk memproses hukum dugaan penerbitan hak-hak dan sertifikat-sertifikat yang manipulatif oleh Kakanwil BPN Maluku dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Ambon mendapat support atau dukungan dari kalangan praktisi hukum. Dukungan ini malah justru datang dari seorang praktisi hukum wanita di Jakarta, Soraya Dharmawaty, yang sehari-harinya berkantor di Jln RS Fatmawati Jakarta Selatan.
Seperti telah diberitakan media ini sebelumnya pada edisi 20/3 (Baca Berita :
“Tanah Eigendom Diduga Dimanipulir, Kapolda Maluku Didesak Segera Usut”), seorang
PNS/ASN Pem-Prov Maluku, Tapmonia Tuasikal SE, mendesak Kapolda Maluku,
Irjen Pol Drs Badarudin Djafar agar mengusut Kakanwil ATR/BPN Provinsi Maluku bersama Kepala Kantor Pertanahan Kota Ambon. Desakan ini berangkat dari serangkaian fakta tentang adanya beberapa hak-milik diterbitkan Kakanwil ATR/BPN Maluku melalui keputusan pemberian hak milik atas tanah, kemudian hak-hak itu didaftarkan dan diterbitkan sertifikat hak oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Ambon padahal penerbitan mau pun pendaftaran hak-hak itu hingga penerbitan sertifikat dilakukan pada saat obyeknya sedang dalam sengketa. Selain itu, ada juga hak milik yang diberikan bukan pada para Petani Bekas Penggarap dan lain-lain malah sebagiannya dengan luas lahan yang jauh melampaui 2 hektar.
Sebagai pengembangan berita ini, maka pada siang hari
Kamis (23/7), media ini mencoba memintai pendapat
alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini, melalui serangkaian
Wawancara Eksklusif. Agar hasil wawancara ini bisa pula dinikmati oleh khalayak, maka berikut akan disajikan dalam bentuk
“tanya-jawab”.
TANYA (T) : Dikabarkan, di Kota Ambon ada sejumlah persil tanah bekas hak barat berstatus eigendom yang diklaim seakan-akan tanah negara. Apakah komentar anda tentang hal ini ?
JAWAB (J) : Tanah eigendom memang dapat dijumpai di berbagai daerah, apalagi di
Kota Ambon yang konon dahulu sempat dijadikan pusat kegiatan VOC sebelum beralih ke
Batavia pada zaman
Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Nah, sesuatu persil tanah eigendom bila diklaim sebagai
“tanah negara”, berarti tanah itu merupakan produk penghapusan atau likwidasi tanah-tanah partikelir berdasarkan
UU No. 1 tahun 1958 yang menentukan penghapusan hak-hak atas setiap tanah partikelir.
T : Apakah dengan berlakunya UU No. 1 tahun 1958 itu semua tanah eigendom di negeri ini secara otomatis sudah terhapus dan beralih statusnya menjadi tanah negara tanpa kecuali ?
J : Tidak juga, sebab sebagaimana terbukti ada sejumlah persil eigendom yang sampai sekarang tetap berada dalam penguasaan pemilik-asal atau ahli-waris atau anak-cucu Pemilik-Asal masing-masing persil. Salah satu contoh di Kota Ambon sendiri, misalnya salah satu tanah Eigendom di Desa Poka Ambon milik almarhum
Benjamin Jacob Huwae yang sampai sekarang tetap dikuasai keturunan ahliwarisnya sebagai ahliwaris pengganti atau
‘plaatsvervulling’.
T : Kira-kira bagaimana membuktikan sesuatu persil tanah eigendom sudah kena likwidasi hingga berubah statusnya menjadi
“tanah negara” ?
J : UU Nomor 1 tahun 1958 menentukan persil eigendom yang dihapus atau dilikwidasi itu diatur dengan
Keputusan Menteri Agraria dan kepada setiap
Pemilik-Asal diberikan ganti-rugi apakah berupa sebagian dari tanah itu atau sejumlah uang yang juga diatur dengan Keputusan Menteri, sebaliknya, Pemilik-Asal dibebani kewajiban menyerahkan surat-surat yang berhubungan dengan tanah itu kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk bahkan diancam pidana bila menghalang-halangi. Artinya, apabila ada sesuatu tuntutan pembuktian tentang sesuatu persil eigendom benar-benar telah dilikwidasi saat berlakunya UU No. 1 tahun 1958, maka setidak-tidaknya pejabat-pejabat agraria berwenang harus dapat menunjukan bukti-bukti itu, setidak-tidaknya
Grosse Acta dan
Meetbriefyang diambil sesuai perintah UU dari Pemilik-Asal saat hak itu dihapus, dilengkapi bukti-bukti lainnya. Bukti-bukti lain itu setidak-tidaknya meliputi :
Keputusan Menteri tentang Penetapan Pencabutan Hak serta
Keputusan tentang Penetapan Ganti-Rugi dan
Bukti Pembayaran atau Pemberian Ganti-Rugi. Kalau ganti-rugi itu hanya berupa sebagian dari tanahnya maka buktinya berupa
Berita-Acara dan bila diberikan dalam bentuk uang maka buktinya terdiri dari
Berita Acara dilengkapi
Kwitansi.
T : Apa komentar anda apabila ternyata sesuatu persil bekas eigendom selama ini diklaim sebagai tanah negara tetapi ternyata pejabat-pejabat instansi agraria/pertanahan tidak dapat menunjukan sesuatu bukti seperti yang anda sebutkan tadi.
J : Singkatnya begini. Dalam hukum pembuktian, norma psl 163 HIR menentukan barang siapa mengaku mempunyai hak atas suatu barang atau benda atau juga mengatakan sesuatu perbuatan untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah hak orang lain maka wajib baginya untuk membuktikan hak itu atau adanya perbuatan yang didalilkan sebagai penguat hak tersebut. Norma ini diterapkan secara konsisten dalam perkara-perkara perdata, sebagaimana tercermin pada kaidah hukum beberapa yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI antara lain No. 985 K/Sip/1971 tgl 12 April 1972 yang kurang lebih berbunyi : “Pihak yang mengajukan sesuatu dalil, ia harus dapat membuktikan dalilnya untuk menggugurkan dalil pihak lawan”. Dengan demikian, apabila kita mendalilkan ada hak atas sesuatu benda atau barang atau mendalilkan sesuatu peristiwa sebagai peneguh hak itu atau juga sebaliknya membantah dalil hak seseorang, maka wajib bagi kita untuk membuktikannya, sehingga sebaliknya ketika kewajiban pembuktian itu tak bisa dipenuhi tentu saja pengakuan hak atas barang itu menurut hukum tak dapat dibenarkan. Sulit dibayangkan, kalau kita bisa mengaku-ngaku saja ada hak atas sesuatu benda tanpa perlu lagi dibuktikan kebenarannya, tentu yang akan terjadi adalah kekacauan di mana-mana. [ Red/Akt-13 ]