Peneliti Minta Presiden Jokowi Upgrade Kabinet Soal Layanan Publik
Jakarta, Aktual News-Pejabat-pejabat negara atau daerah baik ASN mau pun TNI/Polri menurut UU merupakan aparatur penyelenggara pelayanan publik, yang berarti posturnya adalah “pelayan publik”, berbeda bila dibandingkan dengan “para ambtenaar” pada zaman hindia belanda dahulu. Sebagai pelayan publik, segenap pejabat pelayanan publik dalam melakoni peran sesuai fungsinya dituntut harus memahami makna esesial istilah “pelayan”, bukan malah sebaliknya sesuatu jabatan dipakai sebagai alat gagah-gagahan atau simbol keangkuhan dengan menuntut seakan-akan seseorang elitis yang harus dihormati bahkan ditakuti seperti seorang “ambtenaar tempo doeloe”. Selain tak pantas bersikap sok elitis, maka sebagai pejabat pelayanan publik, mereka juga dituntut memahami dan menghayati peran sesuai fungsinya, lebih-lebih sebagaimana telah diatur dalam UU Pelayanan Publik No. 25 tahun 1999 antara lain memberikan surat balasan sebagai tanggapan atau respon atas sesuatu surat laporan yang diajukan oleh warga, apalagi yang secara spesifik meminta perhatiannya atas dasar jabatan publik yang diduduki. Demikian menurut Rizal Dharmawan Francis, Peneliti pada Jakarta Leke-Daholo Institute (Jaleda Institute) di Petojo-Utara Gambir Jakarta-Pusat. Ini dikemukakan Rizal ketika dimintai komentarnya tentang keluhan seorang sesepuh asal Pulau Taliabu Maluku Utara, Muhidin, yang mengaku kecewa gara-gara Menteri ESDM sudah disurati sejak bulan November 2019 lalu tetapi sampai sekarang tidak ada tanggapan atau responnya. Muhidin dalam keterangannya kepada media ini mengatakan, sebelum ini warga Taliabu telah menyampaikan surat resmi tertgl 25 Oktober 2019 kepada Menteri ESDM, Tasrif Arif, agar menerbitkan surat keputusan pemberhentian kegiatan operasi penambangan PT Adidaya Tangguh di Taliabu, setidak-tidaknya untuk sementara waktu. Surat itu, kata Muhidin, ditandatangani oleh Jamrudin S.Pd, aktivis yang juga Wakil Ketua DPC PKB Kabupaten Taliabu, yang diserahkan secara langsung ke Kementerian ESDM pada hari Kamis (14/11). Alasannya, urai Muhidin, selain dokumen perizinannya terindikasi mengandung cacat, juga aktivitas tambang telah menyebabkan tanaman produksi (kakao, dll) milik warga musnah secara massif dalam jumlah besar hingga ribuan pohon terutama pada desa-desa lingkar-tambang ditambah pula banjir besar pada tiap musim hujan bukan saja menggenangi pemukiman penduduk melainkan merusak dan memusnahkan tanaman-tanaman produksi. Seperti terakhir baru saja terjadi akhir Juli 2020 lalu, tukas Muhidin, banjir menimbulkan kerusakan di mana-mana, padahal dahulu sebelum perusahaan masuk melakukan aktivitas penambangan akhir dekade 2010 lalu, kerusakan tanaman produksi secara massif mau pun bencana banjir tidak pernah terjadi di Pulau Taliabu. Antara lain dalam keterangannya Muhidin mengatakan : “sampai usia saya sekarang sudah lebih 60 tahun dan pernah menduduki jabatan dalam lembaga pemerintahan desa di Pulau Taliabu, tetapi menurut pengetahuan saya, bencana banjir dan kerusakan tanaman-tanaman produksi secara massif tidak pernah terjadi”. Karena dirasakan sudah larut waktu tetapi belum ada respon, tambahnya, pada bulan Pebruari 2020 lalu LPBH PWNU Maluku ikut mendorong dengan meminta bantuan Komisi VII DPR RI di Senayan melalui Sa’diah Uluputty dari Fraksi PKS Dapil Maluku (Baca Berita : “Rekomendasi LBH NU Diterima Menteri ESDM, Uluputty Legislator PKS Diapresiasi”, edisi 14/2), dan dari keterangan Uluputty suratnya sudah diserahkan langsung dalam suatu acara rapat Komisi VII DPR RI dengan Menteri Tasrif, tetapi bahkan sampai sekarang sudah jelang setahun tidak ada sesuatu responnya juga. Menanggapi hal ini Rizal mengatakan, dengan tidak diberikannya respon atau tanggapan terhadap surat Muhidin Dkk sama artinya Menteri Tasrif telah melakukan pengabaian kewajiban hukum yang merupakan kewajiban normatifnya selaku salah satu pejabat penyelenggara pelayanan publik di negeri ini sesuai ketentuan psl 44 ayat (3) UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dia berharap Tasrif mau cepat-cepat memahami kelalaiannya ini dan segera menyampaikan respon atau jawaban atas surat Muhidin Dkk agar tidak menjadi belarut-larut hingga mengakibatkan timbulnya interpretasi minor yang malah berpotensi merusak citra dan wibawa pemerintahan di bawah pimpinan Presiden Jokowi. Selanjutnya, agar jangan terlalu sering terjadi pelanggaran berupa pengabaian kewajiban hukum seperti ini di kemudian hari, maka mengakhiri keterangannya Rizal juga berharap Presiden Jokowi mau mengupgrade pejabat-pejabat yang diberikan kepercayaan menduduki jabatan pimpinan pada setiap kementerian atau lembaga/badan negara khususnya tentang esensi pelayanan publik dalam hubungan dengan jabatannya masing-masing. Biarlah ke depan jangan ada lagi masyarakat yang mengeluh gara-gara merasa diabaikan oleh seseorang Menteri atau pimpinan sebuah lembaga/badan negara. [ Red/Akt-13 ] Munir Achmad Aktual News
Sumber: