Sabtu 25-04-2020,21:39 WIB
Komentar ini dikemukakan Soleman AL dari LPBH PBNU sehubungan dengan laporan-pengaduan seorang pencari keadilan dari Namlea Pulau Buru di Maluku. Apapun alasannya, kata salah satu alumni Lemhanas RI ini, ketika penanganan sesuatu perkara dibiarkan terkatung-katung dalam hal ada dukungan fakta yang dilengkapi bukti-bukti cukup, kelak akan menimbulkan penafsiran-penafsiran sumbang yang malah berpotensi merusak citra dan wibawa institusi Polri.
Seperti telah diberitakan media ini pada edisi 10/3 (Baca Berita : “Terkait Laporannya, Gailea Minta Kabareskrim Berpihak pada Kebenaran dan Keadilan”), pencari keadilan dari Namlea Pulau Buru di Maluku, Tamrin Gailea, terpaksa jauh-jauh datang sampai ke ibukota negara Jakarta hanya dengan maksud agar bisa mengajukan laporan pengaduan langsung kepada Kapareskrim Polri di Jln Tronojoyo No. 3 Kebayoran-Baru Jakarta Selatan.
Padahal lelaki berusia 72 tahun ini bukan saja sekarang sudah berusia senja dan sering sakit-sakitan, melainkan sejak beberapa tahun ini sudah tak bisa lagi melihat alias “buta” oleh karena itu ke mana-mana selalu ada salah seseorang cucunya yang terpaksa mesti setia mendampingi dan menenteng ke mana saja perginya.
Dimintai komentarnya tentang keterangan Gailea mengenai penjelasan seorang Pamen Bareskrim Polri seakan-akan laporan-pengaduan itu baru bisa diproses-lanjut bilamana lebih dahulu diajukannya permohonan pra-peradilan, menurut Soleman, rupanya ada kekeliruan gara-gara tidak diketahuinya kalau sebelum itu ternyata ada surat dari Irwasum Polri sendiri yang bunyi eksplisitnya menyatakan laporan Gailea yang terdahulu itu bukan tindak pidana sehingga bahkan sempat diarahkan supaya mengajukan gugatan perdata di Pengadilan.
Tetapi lepas dari itu, kata Soleman, pihaknya berharap agar Kabareskrim Komjen Pol Drs Listyo Sigit Prabowo secepatnya mengambil langkah penyidikan atas laporan pengaduan Gailea, sebab dari penelusurannya nampak terdapat cukup bukti.
Setidak-tidaknya, kata Soleman, ada bukti otentik Gailea bersama kakaknya almarhummah Ratna adalah anak dari almarhum Ludin Gailea bersama isteri pertama almarhummah Rahia Gailea oleh karena itu otomatis merupakan ahliwaris yang berhak, kemudian ada bukti surat-keterangan Kepala Desa yang menerangkan tanah milik almarhum Ludin yang sekarang berdiri penginapan Emalamo, dan ada pengakuan Terlapor sendiri yang termuat sebagai salah satu pertimbangan hukum dalam putusan Pengadilan Negeri Labuha yang intinya mengakui tanah lokasi penginapan Emalamo adalah hasil usaha bersama almarhum Ludin Gailea dengan isteri pertama.
Apalagi lagi kita tahu, tambahnya, suatu pengakuan menurut hukum adalah bukti yang sempurna lebih-lebih bukan karena terpaksa melainkan atas kemauannya sendiri yang dituangkannya sendiri pula sebagai dalil gugatannya, sedangkan apa yang termuat dalam suatu putusan hakim adalah merupakan fakta hukum, apalgi sampai sudah berkekuatan hukum tetap.
Sementara itu, Gailea ketika dikonfirmasi mengatakan, sampai sekarang Terlapor masih bersikeras menguasai tanah itu, bahkan dahulu sempat beberapa kali didatangi Gailea didampingi anak-anak almarhummah Ratna bukan saja ditolak melainkan diungkapkannya kata-kata umpatan yang sama sekali tidak senonoh.
Menurut Soleman, dengan tetap bersikeras menguasai tanah itu oleh Terlapor justru melengkapi perbuatannya, oleh karena itu ada baiknya pihak Bareskrim menyegerakan penyidikannya. Sampai jauh-jauh dari Pulau Buru Gailea memaksakan diri datang ke Jakarta untuk mengajukan langsung laporan/pengaduan kepada Kabareskrim itu menandakan harapannya tentang kepastian hukum, yang mungkin saja dirasakan sudah sulit diperoleh di daerah. [ Red/Akt-13 ]
Munir Achmad
Aktual News
Foto :
Soleman AL bersama Kepala BNPB Doni Monardo.