Diserahi Bukti, Kuasa Hukum Minta Kakantan Depok Batalkan Hak2 Pada Tanah Milik Laykopan

Diserahi Bukti, Kuasa Hukum Minta Kakantan Depok Batalkan Hak2 Pada Tanah Milik Laykopan

Jakarta, Aktual News-Kuasa Hukum Nicodemus. S. Laykopan dari Advokat Samra & Rekan yang beralamat di Kantor LPBH PBNU Lantai-5 Gdg PBNU Jln Kramat-Raya No. 164 Jakarta-Pusat meminta Kepala Kantor Pertanahan Kota Depok agar segera mengusut dan membatalkan hak-hak yang terlanjur diterbitkan di atas tanah milik kliennya di Jln Abdul Wahab Blok-Braan Cinangka Sawangan Depok. Sebab hak-hak ini nyata-nyata bukan diperoleh dari kliennya selaku Pemilik yang berhak atau pun seseorang lain yang dikuasakannya secara sah untuk memberikan sesuatu hak sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Permintaan untuk mengusut dan membatalkan hak-hak atas tanah ini dikemukakan Mohammad Taufiq, salah satu Kuasa Hukum dari pihak Laykopan. Hal ini menurut Taufiq, perlu dikemukakan menyusul suratnya kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Depok No. 03/Smr&R-Huk/III/2020 tgl 5 Maret 2020 dan suratnya No. 05/Smr&R-Huk/III/2020 tgl 17 Maret 2020. Sebagaimana telah diberitakan media ini sebelumnya (Baca berita : “Di Cinangka : Tanah Milik Laykopan Diserobot, Kuasa Hukum Tempuh Langkah Pidana”, edisi 20/2) tanah ini terletak di Jln Abdul Wahab Cinangka Sawangan Kota Depok, jelasnya di Blok-Braan Kampung Kebon-Barat. Tanah seluas lebih 16Hektar ini diperoleh Laykopan melalui jual-beli pada tahun 1988 yang dituangkan dalam akta Perjanjian Pengikatan Jual-Beli (akta PPJB) pada Notaris John. L. Waworuntu No. 44 tgl 21 Desember 1988. Menurut Taufiq, prosesi jual-beli tanah ini dilakukan secara terbuka atas pengetahuan Kepala Desa Cinangka (saat itu : H. Abdul Karim HS) dengan pembayaran secara tunai malah dibayar-dimuka disaksikan 2 (dua) orang Saksi, sehingga secara normatif memenuhi syarat-syarat sahnya jual-beli tanah sesuai kaidah hukum beberapa yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI, antara lain : No. 237 K/Sip/1968 dan No. 665 K/Sip/1979. Lagi pula prosesi jual-belinya dilakukan dihadapan Notaris Berwenang dan dituangkan ke dalam “akta-otentik”. Penuangan ke dalam akta-PPJB, tambahnya, karena saat itu ke-37 pemilik-asal belum memiliki Surat-Girik. Surat Girik atas nama ke-37 pemilik-asal itu baru bisa diurus setelah menerima uang pembayaran harga-tanah itu dari kliennya selaku Pembeli, sehingga baru diterbitkan Kepala Kantor Pelayanan PBB Bogor pada tgl 24 Juni 1989 dilampiri Gambar-Situasi bidang Tanah masing-masing yang ditandatangani Kepala Desa Cinangka tgl 10 Mei 1989. Usai prosesi jual-beli, kliennya Laykopan dibantu beberapa orang langsung turun memasang patok-patok tanda batas disaksikan Kepala Desa Cinangka bersama para-pemilik asal selaku penjual dan ada beberapa orang diminta menjaga dan mengawasi tanah itu sesuai batas-batasnya namun yang lain-lain sudah meninggal-dunia sekarang tinggal 2 (dua) orang. Selanjutnya, urai Taufiq, datang pada tgl. 18 Oktober 2011, Lurah Cinangka menerbitkan Surat Keterangan No. 503/56-Pem yang menerangkan tanah seluas lebih 16ha milik kliennya ini tidak sedang dalam sengketa baik mengenai status kepemilikan mau pun batas-batasnya dan juga tidak sedang dijadikan jaminan (agunan) pada sesuatu pihak lain. Tetapi sebelum itu, ada orang-orang menyerobot masuk mendirikan rumah dan menguasai bagian-bagian tertentu dari tanah itu, bahkan belakangan ada yang mendirikan sebuah menara pemancar signal (tower) dan seseorang yang memagari dengan membangun pagar tembok. Setelah ditelusuri lebih jauh, tandasnya, beberapa bidang tanah malah telah diterbitkan sertifikat hak atas nama orang-orang tertentu, padahal hak-hak itu bukan didapat dari kliennya selaku pemilik yang berhak. Fatalnya lagi, beberapa hari belakangan ini ada yang memasang pengumuman akan menjual bagian tanah tertentu pada tanah itu yang konon atas dasar sertifikat hak milik (SHM). Dia menduga, sampai diterbitkannya sertifikat hak pada beberapa bagian tanah milik kliennya itu atas kongkalikong kalangan tertentu karena itu pihaknya juga telah menyurati Kapolresta Depok melalui suratnya No. 02/Smr&R-Pid/II/2020 tgl 6 Pebruari 2020 meminta perlindungan hukum. Surat ini, menurut Taufiq, sebenarnya sudah disusuli laporan/pengaduan agar penguasaan bagian-bagian tanah milik kliennya secara melawan hukum ini diproses-hukum, tetapi mendadak gara-gara wabah corona alias covid-19 terpaksa dipending sambil menunggu perkembangan situasi. Hanya, ketika melihat beberapa bidang tanah pada tanah milik kliennya akan dijual, dia mengaku khawatir jangan sampai ada orang yang berminat membeli tanah itu tanpa tahu-menahu asal-usul perolehannya malah merugi di kemudian hari. Dia berharap, dengan telah dikirimkannya surat beserta bukti-bukti itu Kepala Kantor Pertanahan Kota Depok dapat menunjukan kearifannya dengan memerintahkan jajarannya mengusut keberadaan hak-hak tersebut dari warkah-warkahnya. Selain menolak penerbitan hak yang mungkin baru dimohon dan pendaftaran sesuatu peralihan hak, diharapkan pula mengambil langkah pembatalan hak-hak yang terlanjur diterbitkan atas dasar fakta “kesalahan subyek” sesuai  wewenang yang ada padanya. [ Red/Akt-13 ]
    Munir Achmad Aktual News
Foto :
Mohammad Taufiq (paling kanan) bersama Nicodemus S. Laykopan (duduk di sebelah).

Sumber: