Pengawasan Anggaran Covid-19 Harus Dibarengi Transparansi Sistem Pengelolaan.
Kamis 09-04-2020,20:58 WIB
Jakarta, Aktual News-Mewabahnya virus Coid-19 spontan merubah arah kebijakan alokasi anggaran baik Pemerintah Pusat mau pun Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pada level pemerintah pusat, Presiden Jokowi dalam keterangannya pada hari Kamis (1/4) lalu antara lain mengatakan, “Total tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan Covid-19 adalah sebesar Rp 405,1 triliun”.
Sementara itu, pada level pemerintah daerah, antara lain Jawa Timur menurut Gubernur Khofifah Indarparawansa, Pemprov telah memutuskan alokasi anggaran khusus melalui APBD Rp 2,39 Triliun atau 6,8 % dari total anggaran tahun 2020. Begitu pula di Kabupaten Sekadau provinsi Kalimantan Barat, sejak Senin (6/4) lalu Bupati Rufinus mengatakan telah dilakukan realokasi anggaran di daerah ini untuk kepentingan penanggulangan Covid-19 hingga mencapai sebesar Rp 14,8 Milyar sedangkan di Kota Padang Sumatera Barat Walikota Mahyeldi Ansrullah mengaku besaran anggaran yang telah dialokasikannya Rp 82 Milyar.
Bahkan bukan hanya pusat atau daerah provinsi dan kabupaten/kota, melainkan sampai level pemerintah Desa pun Menteri DPDTT telah mengeluarkan edarannya agar mengalokasikan 20% anggaran Desa untuk membiayai penanganan penanggulangan virus Covid-19. Alokasi anggaran ini dituangkan dalam surat edaran Menteri Desa PDTT No. 8 tahun 2020 tgl 4 Maret 2020 tentang Desa Tanggap Virus Corona (Covid-19) dan Penegasan Padat Karya Tunai Desa (PKTD).
Berangkat dari edaran Menteri Desa PDTT yang juga dilampiri protokol penanggulangan virus mematikan ini pada level Desa, maka dari Namrole Buru Selatan di Maluku dikabarkan Bupati Tagop Sudarsono Soulissa beberapa hari yang telah memerintahkan ke-79 Kepala Desa di wilayahnya untuk mengalokasikan 20% anggaran desa.
Mengomentari perubahan spontan dalam sistem alokasi anggaran ini, Lembaga Kajian Keuangan Nasional (LKKN) RI menghimbau Pemerintah dan DPR RI bersama Pemerintah Daerah dan DPRD agar jangan hanya memikirkan berapa jumlah anggaran yang harus dialokasikan melainkan perlu diiringi pula dengan pengaturan tentang sistem pengawasan alokasi anggaran ini, yang didalamnya antara lain memuat transparansi pengelolaan. Pengelola anggaran pada semua tingkatan harus diwajibkan bersikap terbuka untuk diawasi, bukan saja oleh DPR atau DPRD melainkan sampai pada warga masyarakat, setidak-tidaknya Lembaga atau Kelompok atau Organisasi Kemasyarakatan, tidak kecuali pers.
Perlunya pengawasan dalam pengelolaan anggaran Covid-19 sampai pada level masyarakat ini dikemukakan oleh Ketua LKKN RI, Drs. H. Zawawi Suat, kepada media ini saat ditemui di kediamannya di bilangan Cilincing Jakarta Utara, Selasa (7/4). Untuk itu, kata Zawawi, setidak-tidaknya publik harus bisa mendapat kemudahan memperoleh data melalui akses internet tentang alokasi dan pemanfaatannya. Contoh sederhana, tandasnya, mengenai alokasi ke dalam jaring pengaman sosial (JPS) yang implementasinya antara lain berupa pemberian bantuan sembako dan uang tunai kepada warga terdampak, harus ada akses publik untuk memperoleh data yang bisa dikonfirmasikan langsung dengan seseorang yang mungkin saja namanya disebut dalam Daftar Penerima Bantuan, apakah berupa uang atau pun sembako.
Mengapa hal ini dipandang perlu, kata Zawawi, pertama berangkat dari ketentuan UU No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang Bersih dan Bebas KKN yang menentukan peran-serta atau partisipasi warga negara dalam penyelenggaraan negara bukan saja sebagai hak melainkan malah kewajiban.
Hak-hak itu, menurut dia, meliputi hak untuk mencari, memperoleh sampai menyampaikan informasi bahkan laporan mengenai penyelenggaraan negara oleh para penyelenggara. Hak serupa juga berlaku sampai pada dugaan tindak pidana korupsi sesuai dalam UU Tipikor No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001. Dibalik adanya hak bagi masyarakat, tandas Zawawi lagi, otomatis berarti ada kewajiban bagi para penyelenggara negara untuk memberikan informasi.
Dalam pada itu kita tahu, pengelolaan anggaran dalam penyelenggaraan negara baik di pusat mau pun di daerah-daerah tidak sedikit yang menyeret pejabat-pejabat elite eksekutif dan anggota-anggota DPR RI sampai DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota sebagai pesakitan tindak pidana korupsi. Sampai sekarang, tambahnya, tercatat masih banyak mantan pejabat eksekutif pusat dan daerah termasuk beberapa kepala daerah bersama sejumlah anggota DPR RI dan Anggota DPRD Provinsi sampai Kabupaten/Kota yang bermukim di Lembaga Pemasyarakatan gara-gara praktek korupsi, baik bersama-sama mau pun sendiri-sendiri, bahkan sebagiannya lewat kongkalikong dengan oknom-oknom dunia usaha.
“Disinilah letak urgensinya betapa perlu sistem pengawasan terhadap alokasi anggaran Covid-19 harus menentukan transparansi dalam pengelolaan anggarannya dengan memberikan ruang cukup bagi masyarakat terutama LSM/Ormas untuk berperan-serta di dalam sistem pengawasan itu”, kata Zawawi mengakhiri komentarnya.[ Red/Akt-13 ]
Munir Achmad
Aktual News
Foto : Drs. H. Zawawi Suat (x)
Sumber: