Maluku, Aktual News-Penangkapan dan Penahanan, Harnaiya alias “La Bula”, warga Desa Tikong Pulau Taliabu, oleh Direktorat Reskrim Umum Polda Maluku Utara di Ternate membuat Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) Pengurus Besar NU di Jln Kramat Raya 164 Jakarta Pusat menjadi kesal. Sebab Harnaiya sebelum ini adalah kliennya, dan status ini diketahui oleh Direktorat Reskrim Umum Polda Maluku Utara. Selain sebagai salah satu korban, Harnaya juga “kuasa” dari sejumlah korban lainnya warga desa “lingkar-tambang” yang sedang menuntut kerugiannya gara-gara aktivitas penambangan PT Adidaya Tangguh di Pulau Taliabu, maka oleh karena itu sejak tahun 2017 lalu dimintakan pendampingan hukum pada LPBH NU dengan menandatangani Surat Kuasa Khusus. 0429382460
Rasa kesal terhadap penangkapan dan penahanan Harnaya ini dikemukakan kepada media ini oleh Soleman AL dari LPBH NU, di Jakarta kemarin hari Sabtu (28/12). Kesalnya, kata Soleman, Polda Maluku Utara cq Direktorat Reskrim Umum sebelum itu sudah tahu kalau Harnaya adalah kliennya, bahkan karena itu sejumlah personil pernah datang menemuinya sendiri di Kantor LPBH di Lantai-5 Gedung PB NU di Jln Kramat-Raya. Andaikata Harnaya perlu dimintai keterangan walau harus ke Ternate, tidak akan ada sulitnya bila suratnya dialamatkan dengan perantaraan (d/p) Ketua LBPH NU. LPBH PB NU tentu memberikan dukungan penuh guna kelancaran proses hukumnya, asal saja steril dari kepentingan lain-lain, apalagi bila berhubungan dengan tuntutan-tuntutan atas kerugian Harnaya Dkk warga desa-desa lingkar tambang di Pulau Taliabu terhadap PT Adidaya Tangguh.
Akan tetapi ternyata, tuturnya, beberapa hari lalu dia dijemput sejumlah oknom Direktorat Reskrim Khusus Polda Maluku Utara dari kediaman sementara di Kramat-Pulo Dalam II dibawa ke Polres Jakarta Pusat oleh sejumlah oknom Direktorat Reskrim Umum Polda Maluku Utara. Selain LPBH PB NU sebagai “kuasa hukum”, beberapa rekannya sesama warga-korban yang sementara di Jakarta dan tinggal berdekatan sama sekali tidak tahu kalau dia sudah dibawa.
Lampau beberapa saat kemudian baru diperoleh informasi sehingga disambangi langsung oleh Ketua LPBH PB NU Hi Royandi Haikal SH MH didampingi antara lain oleh Soleman sendiri, di sana baru terungkap Harnaiya akan dibawa ke Ternate esok harinya dengan menumpang pesawat milik maskapai Garuda Indonesia. Dasar tindakannya yang diperlihatkan adalah Surat Perintah Membawa Saksi No. Pol.: Sp.Gil 39 a/X/2019/Ditreskrim tgl 31 Oktober 2019 ditandatangani Direktur Reskrim Kombes Pol. H. Anton Setiyawan, SIKSH MH/NRP 70090292. Walau hanya untuk membawa seorang Harnaiya, namun pada lampiran Surat Perintah ini tertera nama-nama anggota yang diperintahkan sebanyak 7 (tujuh) orang, terdiri dari : Kompol Suriadi SH/NRP64010260, AKP Melano Patricko. S, SIK/NRP 86052017, Ipda Sofian Torid SH/NRP 85050924, Ipda Soehardi/NRP 70020010, Bripka Hardin Lasongko SH/NRP 84021143, Brigpol Wahyu Hermawan SH/NRP 87100947 dan Brigpol I Ketut Siwa Darmadi SH/NRP 89010306.
Soleman mengaku tambah kaget, ketika diperoleh kabar begitu tiba di Ternate Harnaiya ditangkap kemudian ditahan atas sangkaan “membuat dan memakai surat palsu” sebagaimana dilarang psl 263 KUHP berdasarkan laporan Kepala Desa Padang, Rinto Palelang.
Ini menurut dia patut dipertanyakan, sebab saat menyerahkan dan menandatangani surat kuasa di Kantor LPBH PB NU, Harnaya memperlihatkan bukti-bukti surat ASLI beserta copynya, antara lain 3 (tiga) lembar Surat Keterangan Pemilikan Tanah (SKT) dari Kepala Desa Padang, Rinto Palalang dan turut ditandatanganinya bersama beberapa Saksi. Selain ke-3 SKPT itu juga ada bukti-bukti Surat-Hibah yang dibuat sebelum itu, ditandatangani Harnaya dan Ke-3 Pemberi-Hibah bersama Kepala Desa Padang dahulu, Moris Munghele. Setelah prosesi penandatanganan surat kuasa selesai, LPBH PB NU menahan copy surat-surat bukti itu sebagai pegangan, sedangkan ASLInya dikembalikan kepada Harnaya untuk disimpan. LPBH PB NU sebelumnya juga sempat meneliti otentikasi bukti-bukti surat itu, dan khusus ke-3 SKPT dinilai tidak meragukan karena tandatangan Kepala Desa Rinto beserta cap jabatan yang dibubuhi pada surat-surat itu persis atau berkesesuaian satu sama lain, yang berarti benar dibubuhi tandatangan dan cap oleh Kades Rinto.
Hanya beberapa waktu lalu saat masih di Jakarta Harnaya mengaku ASLI bukti-bukti surat itu ada yang tercecer hilang antara lain ke-3 SKPT itu, sehingga pada hari Senin 29 Agustus 2019 lalu dilaporkannya pada Kapolsek Senen dan telah diterbitkan Surat Tanda Laporan Kehilangan. Ketika Kepala Desa Rinto datang ke Jakarta bulan Oktober 2019 lalu kehilangan itu dituturkan Harnaya sehingga telah dibuatkannya Surat Pernyataan di atas kertas bermeterai yang sekarang dipegang LPBH PB NU, isinya menyatakan BENAR ke-3 Surat Keterangan Pemilikan Tanah tadi diterbitkan olehnya. Dihadapan beberapa warga korban dari Taliabu yang saat itu sama-sama Rinto malah mengaku Surat Pernyataan itu dibuat dirinya, hanya mengenai cap jabatan menurut pengakuannya disita sebelum itu oleh aparat kepolisian dari Ternate.
Dengan dibubuhinya tandatangan dan cap jabatan oleh Kades Rinto pada ke-2 SKPT itu, menurut Soleman, berarti dia benar yang membuatnya atau setidak-tidaknya sama-sama ikut membuat. Itu sebabnya dirasakan ada keanehan, atau setidak-tidaknya ada yang perlu dipertanyakan, yaitu bila laporan yang menyeret Harnaya sebagai tersangka datang dari inisiatif Kades Rinto sendiri. Bila memang benar laporan itu datang dari Kades Rinto, pihak kepolisian harus mengusut lebih jauh sebab tidak mustahil di balik itu ada motif lain. Sebab beberapa waktu lalu pasca aksi unjuk-rasa warga Taliabu di depan Istana Negara hari Senin 8 April 2019 lalu ada penggalan pesan seseorang tertentu melalui Ketua LPBH PB NU Hi Royandi yang mengaku akan mempidanakan Harnaya.
Pada akhirnya Soleman berharap, bila benar ke-3 bukti surat ini palsu atau dipalsukan, maka yang dijadikan tersangka oleh Polda Maluku Utara mestinya bukan saja Harnaya, melainkan juga Kades Rinto bersama lain-lain orang yang ikut membubuhi tandatangannya sebagai Saksi. [ Red/Akt-13 ]