Kebijakan di Negeri Ini Kadang Kambuhan
Ilustrasi/Pixabay--
Jakarta, AktualNews- Ada larangan bagi anggota ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) untuk berbisnis di era Orde Baru. Larangan ini dikeluarkan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1984, sebagai upaya untuk meningkatkan profesionalisme dan mengurangi korupsi di lingkungan ABRI.
Larangan ini dikenal sebagai "Diwor-Wor" (Dilarang Wirausaha, Wiraswasta, dan Organisasi) yang melarang anggota ABRI untuk terlibat dalam kegiatan bisnis atau wirausaha. Tujuan dari larangan ini adalah untuk memastikan bahwa anggota ABRI fokus pada tugas-tugas pertahanan dan keamanan negara, serta untuk mengurangi potensi konflik kepentingan antara tugas militer dan kegiatan bisnis.
BACA JUGA:Percepatan Reformasi Polri Perlu Mendahulukan Etika dan Etos Kerja
Namun, pada tahun 2004, larangan ini dicabut oleh Presiden Megawati Soekarnoputri, sehingga anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia, yang merupakan penerus ABRI) sekarang diizinkan untuk berbisnis, tetapi dengan beberapa batasan dan pengawasan ketat.
Apakah larangan rangkap jabatan polisi di era Jokowi akan bernasib sama? Pertanyaan ini penegasan ulang arah reformasi: membatasi
peran aparat bersenjata di wilayah sipil, mengembalikan jabatan sipil kepada birokrasi sipil, dan menjamin kepastian hukum bagi semua warga negara.
Pasal 28 ayat (3) UU Polri sebenarnya cukup jelas: “Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.”
Namun penjelasan pasalnya berbunyi: “Yang dimaksud dengan ‘jabatan di luar kepolisian’ adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.”
Frasa terakhir inilah yang selama bertahun-tahun berubah menjadi celah. Di atas kertas, anggota Polri boleh menduduki jabatan di luar kepolisian hanya setelah mundur atau pensiun.
Namun dalam praktik, penjelasan itu ditafsirkan seolah-olah penugasan Kapolri dapat menjadi karpet merah bagi polisi aktif untuk tetap berseragam sekaligus duduk di jabatan sipil strategis: dari ketua KPK, kepala BNN, kepala BNPT, wakil kepala BSSN, hingga jabatan-jabatan di kementerian dan BUMN.
Di sidang MK terungkap data yang disampaikan ahli pemohon: 4.351 anggota Polri aktif merangkap jabatan sipil.
BACA JUGA:Apa jadinya dunia tanpa Indonesia?
Angka itu bukan sekadar statistik; ia menggambarkan betapa lebar celah itu telah dimanfaatkan.
- Share
-