Sidang Gugatan CV Sofia Konveksi vs Yayasan Borcess: Adu Argumen Warnai Persidangan di PN Bogor
--
Bogor, AktualNews – Sidang perkara perdata Nomor 156/Pdt.G/2025/PN/Bgr antara CV Sofia Konveksi sebagai penggugat dan pendiri Yayasan Borcess sebagai tergugat, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bogor Kelas IA pada Kamis (18/9/2025). Ruang Sidang Tirta menjadi saksi adu argumen sengit antara kedua belah pihak, yang tidak hanya membahas sengketa bisnis, tetapi juga menyeret dugaan pelecehan seksual.
Kuasa hukum tergugat, Ali Rasya, SH, MH, menyatakan bahwa gugatan CV Sofia Konveksi bersifat sumir atau tidak jelas. Ia menuding penggugat mencampuradukkan persoalan pribadi dengan kerja sama bisnis yang seharusnya diatur dalam Surat Perjanjian Kerja Sama (SPK).
"Sertifikat yang diagunkan ke bank oleh pihak penggugat tidak ada dalam SPK. Itu murni urusan pribadi penggugat, bukan tanggung jawab klien kami," tegas Ali usai persidangan. Ia menambahkan bahwa seluruh kewajiban pembayaran dari tahun 2002 hingga 2004 telah dilunasi, dan bukti pelunasan akan disajikan pada sidang kesimpulan. "Gugatan ini terlalu dipaksakan. Kami siap menunjukkan bukti pelunasan pada tahap selanjutnya," imbuhnya, seraya menyebut dalil gugatan penggugat berpotensi menyesatkan majelis hakim.
BACA JUGA:Kepala Sub Bagian Umum Wakili Camat Kemiri Hadiri Maulid Nabi di Desa Karang Anyar
Di sisi lain, Abimanyu, anak kandung dari tergugat I Yayasan Borcess, dengan tegas membantah berbagai tuduhan yang dialamatkan kepada pihaknya, termasuk isu pembayaran pekerjaan yang belum lunas dan dugaan pelecehan seksual.
"Logika sederhana saja, kalau memang SPK sebelumnya belum lunas, kenapa ada SPK baru? Itu jelas fitnah. Termasuk isu pelecehan, itu juga tidak benar. Kami punya saksi yang akan memberikan keterangan," ujar Abimanyu. Ia menjelaskan bahwa kontrak kerja atau SPK mengatur pemesanan barang berdasarkan Purchase Order (PO), bukan penyelesaian sekaligus.
Abimanyu juga mengungkapkan bahwa pihaknya memiliki bukti tambahan yang memperkuat posisi tergugat, seperti surat permintaan maaf dari penggugat serta pesan WhatsApp yang dinilai sebagai bentuk intervensi terhadap ibunya. "Saya akan kejar sampai manapun demi nama baik dan martabat keluarga kami," pungkasnya, menegaskan komitmen untuk mengikuti seluruh proses hukum.
BACA JUGA:DPRD Setujui Rancangan P-APBD Kabupaten Simalungun TA 2025
Sementara itu, kuasa hukum CV Sofia Konveksi, Panardan, SH, menghadirkan dua saksi, Herlan dan Muji. Herlan memberikan kesaksian bahwa dirinya pertama kali mengetahui perkara ini saat mendampingi Ibu Sofi menagih pembayaran. Persoalan kemudian berkembang hingga muncul dugaan pelecehan seksual yang melibatkan Mustahidin, pihak terkait di Yayasan Borcess.
Saksi Herlan juga mengungkap bahwa pada 8 Juni 2024, Mustahidin menandatangani surat pernyataan berisi pengakuan, permintaan maaf, serta janji untuk bertanggung jawab mengembalikan empat sertifikat tanah milik Sofi yang dijadikan jaminan di Bank BRI. Namun, janji tersebut hingga kini belum ditepati. "Jadi perkara ini jelas mencakup dua hal: tagihan hutang dan dugaan pelecehan seksual," jelas Panardan.
Panardan menegaskan bahwa selain gugatan perdata ini, laporan pidana terkait dugaan pelecehan seksual juga masih diproses di Polres Bogor. "Mustahidin sudah tiga kali dipanggil untuk diperiksa, tetapi tidak hadir. Kami mendesak kepolisian segera menggelar perkara agar ada kepastian hukum bagi klien kami," tambahnya.
Dalam gugatan perdata ini, CV Sofia Konveksi menuntut ganti rugi sebesar Rp15 miliar atas kerugian materiel dan immateriel yang diklaim timbul akibat persoalan bisnis dan dugaan pelanggaran lain oleh pihak Yayasan Borcess.***
- Share
-